Pembunuhan Orangutan di Kalimantan Terus Terjadi, Populasi Menurun
Sekalipun ada upaya konservasi, populasi orangutan Kalimantan telah menurun 100.000 ekor dalam beberapa dekade terakhir, di antaranya karena maraknya pembunuhan.
Oleh
AHMAD ARIF
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pembunuhan terhadap orangutan di Kalimantan terus terjadi dan menjadi ancaman berkelanjutan terhadap spesies yang terancam punah ini. Sekalipun ada upaya konservasi, populasi orangutan Kalimantan telah menurun 100.000 ekor dalam beberapa dekade terakhir.
Penelitian ini dipublikasikan di jurnal Conservation Science and Practice pada Selasa (10/10/2023). Kandidat doktor dari School of the Environment, The University of Queensland, Brisbane, Australia, Emily Massingham, menjadi penulis pertama paper ini.
Ahli konservasi dari The University of Queensland dan Borneo Futures, Erik Meijaard, turut menulis kajian ini. Selain peneliti dari University of Queensland dan Borneo Futures, anggota peneliti lain berasal dari Yayasan Tambuhak Sinta di Kalimantan Tengah, Wildlife Impact di Amerika Serikat, University of Greenwich dari Inggris, serta Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Dalam kajian ini, tim peneliti mengunjungi 79 desa di wilayah jelajah orangutan di Kalimantan dan melakukan wawancara tatap muka terhadap 431 orang. ”Penelitian kami didasarkan pada penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa pembunuhan adalah salah satu alasan utama penurunan populasi orangutan, selain hilangnya habitat,” kata Massingham dalam keterangan tertulis.
Menurut dia, tujuan dari proyek penelitian ini adalah untuk memahami apakah orangutan telah dibunuh dalam beberapa waktu terakhir, melihat apakah proyek konservasi efektif mencegah pembunuhan orangutan, dan mendapatkan wawasan mengenai persepsi masyarakat dan motivasi di baliknya.
”Sudah hampir 15 tahun sejak penelitian sebelumnya, dan kami tidak menemukan penurunan yang jelas dalam jumlah pembunuhan (terhadap orangutan) meskipun ada upaya yang baik dari Indonesia untuk mengurangi hilangnya habitat,” katanya.
Menurut laporan kajian ini, 32 persen desa melaporkan orangutan telah dibunuh dalam lima hingga 10 tahun terakhir meskipun praktik tersebut ilegal dan dianggap tabu.
Massingham mengatakan, populasi orangutan di Kalimantan telah menurun sebanyak 100.000 ekor dalam beberapa dekade terakhir. Dari tren ini, perkiraan saat ini menunjukkan bahwa populasi orangutan yang tersisa kurang dari 100.000 ekor.
”Temuan kami tidak menunjukkan bahwa proyek konservasi mengurangi pembunuhan, namun menyoroti kebutuhan mendesak untuk meningkatkan pendekatan kolektif dalam konservasi orangutan,” katanya.
Menurut dia, pembunuhan yang dilakukan terhadap orangutan perlu diatasi. ”Temuan kami menunjukkan hal itu mungkin masih terjadi dan menimbulkan ancaman nyata bagi spesies tersebut,” ujarnya.
Orangutan memiliki rentang hidup yang panjang dan berkembang biak dengan lambat sehingga sangat rentan terhadap penurunan populasi yang disebabkan oleh kematian kera dewasa.
Orangutan memiliki rentang hidup yang panjang dan berkembang biak dengan lambat sehingga sangat rentan terhadap penurunan populasi yang disebabkan oleh kematian kera dewasa. ”Wawancara kami mengungkapkan beberapa situasi yang mengarah pada pembunuhan atau pemindahan individu orangutan. Hal ini termasuk melindungi tanaman dan mengambil bayi kera untuk dijadikan hewan peliharaan,” ungkap Massingham.
Para peneliti menguraikan rekomendasi yang dapat meningkatkan upaya konservasi di masa depan. ”Bekerja dengan masyarakat dan berkolaborasi lintas disiplin dan proyek akan menjadi kuncinya,” katanya.
Menurut dia, para pegiat konservasi perlu bekerja sama dengan setiap desa untuk memahami kebutuhan dan perspektif mereka, mengidentifikasi penyebab sosial dari pembunuhan orangutan, dan menerapkan solusi yang mengurangi konflik manusia-orangutan.
Dianiaya dan dibunuh
Dalam penelitian sebelumnya yang dipublikasikan di Biological Conservation pada 2022, sejumlah peneliti juga mengungkapkan fakta mengenaskan tentang keberadaan orangutan di Indonesia. Laporan dengan penulis pertama Direktur Wildlife Impact Julie Sherman ini menunjukkan bahwa orangutan di Indonesia dianiaya, diperdagangkan, dan dibunuh, tetapi sebagian besar pelakunya lolos dari hukuman.
Dalam kajian tersebut, Sherman dan tim menyebutkan, tingkat kejahatan tahunan terhadap orangutan tidak menurun secara keseluruhan selama masa studi pada tahun 2007 hingga 2019. Meskipun perlindungan hukum terhadap kejahatan terkait orangutan sudah ada sejak tahun 1932, hanya 0,9 persen kejahatan yang dilaporkan selama masa studi ini yang berujung pada hukuman.
Hanya sebagian kecil dari pembunuhan orangutan yang sebenarnya—kemungkinan besar kurang dari 10 persen—yang terdeteksi. Berdasarkan tingkat pembunuhan yang dilaporkan untuk setiap spesies orangutan, para peneliti memperkirakan rata-rata 5,1 persen orangutan di Kalimantan dan 14,3 persen orangutan di Sumatera mati karena ulah manusia dari 2017 hingga 2019.
Menurut laporan Sherman dan tim, tingkat pembunuhan ini jauh melebihi 1-2 persen kematian perburuan ambang batas yang diperkirakan akan mendorong populasi orangutan menuju kepunahan.
Perdagangan ilegal lokal untuk hewan peliharaan menyumbang sebagian besar kejahatan terhadap orangutan. Relatif sedikit kejahatan yang melibatkan perdagangan internasional, yaitu 0,4 persen dari kejahatan yang memengaruhi orangutan di Kalimantan, dan 4,3 persen dari mereka yang memengaruhi orangutan Sumatera dan Tapanuli digabungkan.
Penelitian juga menemukan, daerah yang tidak dilindungi memiliki angka kejahatan tertinggi secara keseluruhan, tetapi kejahatan juga tercatat di kawasan lindung. Kejahatan di Taman Nasional Gunung Leuser, benteng pertahanan populasi orangutan di Sumatera, misalnya, meningkat antara tahun 2007 dan 2019.