Diusulkan, 10 Persen Dana Desa untuk Turunkan Tengkes
BKKBN mengusulkan agar minimal 10 persen dana desa digunakan dalam konvergensi program penurunan tengkes.
Oleh
CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Kesehatan mencatat angka tengkes (stunting) anak di bawah usia lima tahun (balita) Indonesia pada tahun 2022 sebesar 21,6 persen. Pemerintah menargetkan prevalensi tengkes pada tahun 2024 turun menjadi 14 persen, yang artinya setiap tahun mesti ada penurunan 3,8 persen. Oleh karena itu, muncul usulan agar minimal 10 persen dari dana desa yang diterima dapat dialokasikan untuk menangani tengkes.
”Kami mengusulkan tiga poin. (Poin) yang pertama, untuk mempercepat capaian (penurunan) 3,8 persen per tahun, kami mengusulkan penambahan provinsi prioritas menjadi 17 provinsi,” kata Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) selaku Ketua Pelaksana Tim Percepatan Penurunan Stunting Pusat Hasto Wardoyo di Jakarta, Jumat (6/10/2023).
Hasto mengatakan hal tersebut saat menyampaikan laporan kepada Wakil Presiden Ma’ruf Amin dalam Rapat Koordinasi Nasional Percepatan Penurunan Stunting Tahun 2023 di Istana Wakil Presiden, Jakarta.
Seperti diketahui, selama ini ada 12 provinsi yang ditetapkan pemerintah sebagai provinsi prioritas penanggulangan tengkes karena menjadi penyumbang angka prevalensi tinggi. Kedua belas provinsi tersebut adalah Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Barat, Nusa Tenggara Barat, Aceh, dan Kalimantan Barat.
Berikutnya adalah Sulawesi Utara, Kalimantan Selatan, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatera Utara, dan Banten. Lima provinsi prioritas tambahan yang diusulkan, menurut Hasto, meliputi Papua, Papua Barat, Sumatera Barat, Kalimantan Timur, dan Sulawesi Selatan.
”(Usulan) yang kedua, fokus konvergensi menggunakan dana desa perlu ditingkatkan. Kami izin mengusulkan, apabila diperkenankan, 10 persen minimal dana desa. Juga, kami izin mengusulkan Program Keluarga Harapan difokuskan untuk pemberian makanan tambahan bagi keluarga berisiko stunting dan makanan tambahan produk lokal,” tutur Hasto.
Adapun usulan ketiga adalah perlunya dukungan lintas sektor untuk penguatan pengisian Elsimil (aplikasi elektronik siap nikah dan siap hamil) dan SIGA/Pendataan Keluarga. ”Memang pendataan itu sangat penting untuk evaluasi. Maka, kami mohon dukungan untuk catin(calon pengantin) melalui Elsimil dan untuk keluarga melalui sistem informasi keluarga,” ujar Hasto.
Komitmen politik yang kuat, insya Allah, akan semakin mendekatkan kita pada pencapaian target untuk menghilangkan segala bentuk masalah gizi, termasuk stunting, dari bumi Indonesia pada tahun 2030, sebagaimana target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.
Wapres Amin dalam sambutannya menyampaikan, antara lain, pelajaran yang dipetik dari pelaksanaan program empat tahun terakhir menunjukkan bahwa komitmen politik para pemimpin di pusat dan daerah pada upaya penurunan tengkes amatlah penting. Komitmen politik pemimpin akan memastikan adanya mobilisasi sumber daya yang diperlukan, mendorong perbaikan koordinasi di lapangan, dan implementasi pelaksanaan program agar lebih tepat sasaran.
”Komitmen politik yang kuat, insya Allah, akan semakin mendekatkan kita pada pencapaian target untuk menghilangkan segala bentuk masalah gizi, termasuk stunting, dari bumi Indonesia pada tahun 2030, sebagaimana target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan,” kata Wapres Amin.
Oleh karena itu, Wapres Amin meminta penjabat gubernur, bupati, dan wali kota serta seluruh organisasi perangkat daerah untuk betul-betul mengawal pelaksanaan program tahun depan. Mereka sekaligus diminta memastikan penurunan tengkes tetap menjadi program prioritas pada saat transisi pemerintahan.
Di sesi tanya jawab, saat ditanya mengenai usulan yang disampaikan Kepala BKKBN untuk mencapai target penurunan prevalensi tengkes, Wapres Amin mengatakan akan membincangkan usulan tersebut. Wapres Amin pun meminta Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati untuk menjawab hal yang berkenaan dengan urusan anggaran.
Usulan akan diakomodasi
Menkeu Sri Mulyani mengatakan, usulan penambahan provinsi pasti akan diakomodasi karena itu adalah 17 provinsi atau daerah prioritas yang akan dijadikan target penurunan tengkes. ”Ini artinya kami, Mendagri, Menkes, Kepala BKKBN di bawah koordinasi Menko PMK dan pengawasan Pak Wapres akan melihat kemajuan di 17 daerah tersebut, daerah-daerah tambahan itu,” katanya.
Hal yang juga dilihat adalah terkait upaya mengoptimalkan dana yang akan ditransfer karena daerah-daerah tersebut biasanya sangat bergantung pada APBN. ”Jadi, nanti kita lihat penggunaan dana alokasi khusus yang nonfisik, yang itu biasa digunakan (untuk) operasi kesehatan sampai kepada puskesmas dan posyandu,” katanya.
Pemerintah pun akan melihat dana alokasi khusus fisik karena, seperti disampaikan Kepala BKKBN, sanitasi dan air bersih juga akan dijadikan prioritas. ”Juga dari DAU (dana alokasi umum)-nya, kalau mereka masih memiliki space di dalam dana alokasi umumnya, nanti kita bersama Pak Menkes, Mendagri, dan Menko PMK untuk mengarahkan ke situ,” ujar Menkeu Sri Mulyani.
Sehubungan dengan sembako atau Program Keluarga Harapan (PKH) agar difokuskan untuk pemberian makanan tambahan, Sri Mulyani menjelaskan, biasanya Kementerian Sosial sudah melakukan hal seperti itu. ”Namun, untuk menambah keyakinan, ya, nanti kita akan berkoordinasi dengan Kemensos supaya anggaran dan program PKH dan sembako (untuk) 21,6 juta kepala keluarga itu bisa diprioritaskan untuk menambah makanan tambahan dalam rangka penurunan stunting,” katanya.
Terkait dana desa, Sri Mulyani menyebutkan, dirinya sudah berdiskusi dengan Kepala BKKBN dan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian. Hal ini karena 75.000 desa itu berbeda-beda. ”Jadi, untuk desa yang sudah baik, ya, monggo saja. Nanti yang (minimal 10 persen dana desa untuk menurunkan tengkes) ini akan difokuskan kepada desa-desa yang merupakan daerah yang jumlah populasinya banyak dan yang stunting-nya tinggi,” ujarnya.
Perihal pengaturan dana desa agar minimal 10 persen digunakan untuk menurunkan tengkes akan dipikirkan oleh Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Kesehatan, dan juga Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi. Adapun perihal kapasitas dan pendampingannya ada di BKKBN.