Karena lebih didengarkan masyarakat, tokoh agama perlu lebih terlibat dalam menyebarkan pesan dan aksi penyelamatan Bumi.
Oleh
STEPHANUS ARANDITIO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tokoh agama dan penganut kepercayaan menjadi penyebar informasi yang paling dipercaya oleh masyarakat Indonesia. Fakta ini seharusnya dioptimalkan untuk menyebarkan hal-hal di luar ranah religiositas, seperti menyampaikan pesan dan aksi penyelamatan lingkungan dari krisis iklim yang semakin nyata.
Survei Literasi Digital Nasional 2020 oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika menunjukkan, 50,6 persen responden percaya dan 11,1 persen sangat percaya terhadap informasi yang disampaikan tokoh agama. Tingkat kepercayaan terhadap tokoh agama tersebut mengalahkan kepercayaan masyarakat pada informasi dari keluarga, ketua lingkungan, hingga ketua adat.
Sekretaris Jenderal Majelis Hukama Muslimin (MHM) Mohamed Abdelsalam mengatakan, kondisi Bumi saat ini sedang tidak baik-baik saja. Tokoh agama dengan segala kelebihan dan kedekatan dengan umat yang lebih personal seharusnya bisa memberikan dampak yang lebih besar pada upaya-upaya penyelamatan lingkungan.
Tokoh agama apa pun itu tidak hanya seperti gambaran banyak orang yang hanya ada di rumah ibadah dan ruang kelas mengajar agama, tetapi juga harus terlibat dalam aspek kehidupan.
”Tokoh agama apa pun itu tidak hanya seperti gambaran banyak orang yang hanya ada di rumah ibadah dan ruang kelas mengajar agama, tetapi juga harus terlibat dalam aspek kehidupan,” kata Mohamed dalam Konferensi Agama dan Perubahan Iklim Asia Tenggara atau CORECS 2023 di Jakarta, Rabu (4/10/2023).
Konferensi tersebut dihadiri 150 peserta dari berbagai agama di kawasan Asia Tenggara, serta melibatkan cendekiawan, akademisi, dan generasi muda yang peduli terhadap isu perubahan iklim. Hasil rekomendasi dari konferensi ini akan disampaikan ke Konferensi Perubahan Iklim PBB 2023 pada 30 November hingga 12 Desember 2023 di Dubai, Uni Emirat Arab.
Pendiri MHM Cabang Indonesia, Muhammad Quraish Shihab, menambahkan, semua ajaran agama mewajibkan umatnya untuk memelihara Bumi dan segala isinya. Ajaran baik tersebut seharusnya ditanamkan lebih mendalam kepada seluruh masyarakat termasuk pemimpin negara. Sebab, jika tidak, alam akan semakin tereksploitasi oleh keserakahan manusia.
MHM Indonesia juga terus berkoordinasi dengan pemerintah agar setiap agenda pembangunan dilakukan dengan pertimbangan yang tepat dan orientasi berkelanjutan demi keberlangsungan lingkungan hidup. Pemerintah diminta untuk mempertimbangkan dengan serius rekomendasi dari MHM.
”Nilai kita ini semuanya sudah sama, tetapi bagaimana kita mencari langkah bersama. Sumber daya alam kalau tidak dikelola dengan baik hanya akan menghasilkan bencana, bukan hanya bagi negara tersebut, tetapi turut mencemarkan semuanya,” kata Quraish Shihab.
Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim KLHK Laksmi Dewanti menegaskan, pemerintah telah berkomitmen menurunkan emisi sebesar 29 persen pada 2030 dengan upaya sendiri dan hingga 41 persen dengan bantuan dan kerja sama internasional melalui Kesepakatan Paris. Kesepakatan yang diikuti 189 negara, termasuk Indonesia, ini bertujuan menahan laju kenaikan suhu global kurang dari 2 derajat celsius atau apabila memungkinkan 1,5 derajat celsius pada akhir abad ini.
Dia mencontohkan, salah satu upaya yang dilakukan pemerintah Indonesia adalah moratorium pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) baru dan memensiunkan dini sejumlah PLTU yang ada serta mengendalikan kebakaran hutan dan lahan. Berbagai upaya ini akan dilaporkan pemerintah dalam COP28 mendatang.
”Tahun 2023 ini adalah tahun yang kritis. Kesepakatan Paris memasuki tahun ke-7 implementasinya, kita hanya punya 7 tahun lagi menuju 2030. Pertemuan di Dubai nanti diharapkan bisa menegaskan langkah konkret dari seluruh pihak,” kata Laksmi.
Kantor MHM
Dalam kesempatan ini, Majelis Hukama Muslimin yang berkantor pusat di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab turut meresmikan kantor cabang Indonesia di Park Tower, Kebon Sirih, Menteng, Jakarta Pusat. Pembukaan cabang ini bertujuan untuk mengaktifkan saluran komunikasi dengan negara-negara di kawasan Asia Tenggara sekaligus menginisiasi inisiatif dan proyek bersama untuk menyebarkan dan memperkuat nilai-nilai dialog, toleransi beragama, dan persaudaraan kemanusiaan.
”Indonesia adalah negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia serta mewakili salah satu model terkemuka di bidang dialog, toleransi, kewarganegaraan, dan hidup berdampingan dengan manusia,” kata Konselor Abdelsalam.
Sebelum Jakarta, MHM memiliki sejumlah kantor cabang luar negeri, seperti di Malaysia dan Pakistan. MHM adalah sebuah badan internasional independen yang dipimpin Grand Syekh Al-Azhar, Imam Akbar Ahmed Al-Tayeb. MHM didirikan di Abu Dhabi pada tahun 2014. MHM beranggotakan sejumlah cendekiawan, orang bijak, dan tokoh bangsa yang bercirikan keadilan, kebijaksanaan, moderasi, dan moderasi.