Istilah ”pekerjaan rumah” kerap dimaksudkan sebagai kiasan untuk memperhalus bahasa. Ada salah kaprah karena PR dianggap tugas tambahan, bukan tugas utama. Pantas saja banyak urusan besar terbengkalai.
Oleh
MOHAMMAD SIDIK NUGRAHA
·2 menit baca
Istilah pekerjaan rumah sering disalahartikan dan disalahgunakan. Sekadar menyebutkan tiga contoh: ”Kesejahteraan Sosial Masih Jadi Pekerjaan Rumah”, ”Pekerjaan Rumah Menyelesaikan Banjir Jakarta”, dan ”Saatnya Membereskan Pekerjaan Rumah Terkait Tata Ruang di Jateng”.
Meski judul ketiga tulisan itu menggunakan istilah pekerjaan rumah, isinya membahas tentang tugas utama.
Penyebab awal munculnya istilah pekerjaan rumah (PR) diduga karena penutur bahasa Indonesia membutuhkan padanan untuk homework.
Oxford Advanced Learner’s Dictionary menjelaskan maknanya, yakni ’tugas yang diberikan guru kepada siswa untuk diselesaikan di rumah’. Pada hakikatnya, pekerjaan rumah adalah tugas tambahan dan sekadar pelengkap.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) belum memuat makna pekerjaan rumah, baik harfiah maupun kiasan, saat tulisan ini dibuat (Agustus 2023). Padahal, istilah ini sudah lama digunakan.
KBBI hanya memuat entri PR dengan penjelasan ’singkatan pekerjaan rumah’ dan ’singkatan pembantu rektor; purek’. Tidak masalah. Meski belum termuat dalam KBBI, sebagian besar—mungkin semua—penutur bahasa Indonesia paham maknanya.
Awalnya, istilah pekerjaan rumah digunakan di bidang pendidikan, kemudian meluas ke hampir semua bidang. Penggunaannya menimbulkan kesan bahwa tugas yang dikerjakan hanyalah tambahan dan kurang penting, bukan kewajiban utama.
Sekadar menegaskan, pekerjaan rumah (homework) berbeda dengan pekerjaan rumah tangga (housework).
Setiap kali ada pejabat negara baru dilantik, media massa di Indonesia biasa menggunakan istilah pekerjaan rumah atau PR untuk menyebut tugas-tugas utama yang diemban dan harus diselesaikannya. Contoh, judul berita ”Tiga PR dari Presiden Jokowi untuk Menpora Baru” (Kompas.id, 3/4/2023).
Memperhalus bahasa
Agaknya, istilah pekerjaan rumah pada contoh-contoh di atas dimaksudkan sebagai kiasan untuk memperhalus bahasa. Namun, penggunaannya tidak tepat karena bertentangan dengan makna hakikinya, alias salah kaprah.
Menyejahterakan rakyat, mengatasi banjir, dan menyelesaikan masalah tata ruang bukanlah tugas tambahan. Ketiganya adalah kewajiban utama pemerintah, baik pusat maupun daerah.
Bagi Menteri Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia, memajukan ekosistem industri olahraga Indonesia adalah pekerjaan penting, bukan PR, apalagi pekerjaan sambilan.
Jangan lagi menyebut dan menganggapnya pekerjaan rumah sehingga terkesan menyepelekan.
Mengapa pengusutan kasus-kasus pelanggaran HAM berat tidak tuntas? Karena penyelesaiannya hanya dianggap pekerjaan rumah. Mengapa pengelolaan sampah di perkotaan tidak membaik? Sebab, masalah kebersihan kota hanya dianggap pekerjaan rumah.
Mengapa polusi udara kian parah? Karena mengatasi pencemaran lingkungan hanya dianggap pekerjaan rumah. Dan seterusnya.
Barangkali, penggunaan istilah yang tepat bisa menjadi sumbangsih kecil dalam penyelesaian masalah-masalah besar di Indonesia. Jangan lagi menyebut dan menganggapnya pekerjaan rumah sehingga terkesan menyepelekan.
Namun, gunakanlah, misalnya, istilah tantangan besar, kewajiban utama, tugas pokok, atau pekerjaan penting.
Mohammad Sidik Nugraha, Penyunting dan Penerjemah Buku