Bunga kecombrang berkhasiat menjadi bahan pengawet dan perasa alami. Pada yogurt kecombrang, produk ini bisa awet tiga hari dalam suhu ruang.
Oleh
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
·4 menit baca
Bunga kecombrang (Etlingera elatior) biasa dikonsumsi masyarakat di Banyumas, Jawa Tengah, sebagai menu campuran pecel. Tanaman tersebut kemudian dikembangkan tim dosen serta mahasiswa Universitas Jenderal Soedirman sebagai bahan pengawet alami yogurt. Selain jadi perasa alami, riset menunjukkan kecombrang mampu mengawetkan yogurt selama 3 hari pada suhu ruang. Pelaku usaha pun tidak khawatir untuk mengirimkan produk yogurt ini keluar kota.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) menumbuhkan kesadaran masyarakat bahwa kebutuhan pangan tak sekadar mengenyangkan dan enak, tetapi juga bermanfaat bagi kesehatan atau disebut pangan fungsional. Salah satu komoditas yang bisa diolah jadi pangan fungsional yaitu susu sapi. Adapun yogurt merupakan minuman probiotik berbahan dasar susu yang merupakan sumber protein.
Produk hasil olahan tersebut merupakan hasil pemeraman susu dengan cita rasa yang dihasilkan melalui fermentasi bakteri Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophillus. Dengan berjalannya waktu, yogurt dimodifikasi untuk mendapatkan karakteristik dan nutrisi lebih baik. Agar dapat meningkatkan nilai gizi yogurt, komponen bioaktif dari kecombrang ditambah.
Komponen yang berperan sebagai antioksidan dalam bunga kecombrang yaitu senyawa fitokimia yang terdiri dari flavonoid, alkaloid, polifenol, steroid, minyak astiri, dan saponin. Penelitian Naufalin, et al. (2021) melaporkan bagian dari tanaman kecombrang yang mengandung senyawa bioaktif meliputi bunga, buah, rimpang, batang, daun, dan umbi. Bunga kecombrang memiliki banyak kandungan nutrisi dan senyawa bioaktif lain yang baik untuk kesehatan.
Kecombrang menjadi perhatian para peneliti karena memiliki aktivitas antibakteri dan antioksidan. Pada bunga, batang, daun, dan rimpang kecombrang terdapat senyawa yang berperan aktif sebagai antioksidan, seperti alkaloid, saponin, tanin pada daun, fenolik, flavonoid, triterpenoid, steroid, dan glikosida (Naufalin, et al. 2021).
”Kecombrang mengandung fenol dan flavonoid. Kami melakukan riset sejak tahun 2003, dengan kandungan fenol dan flavonoid sebagai antioksidan. Keberadaan antioksidan menghambat radikal bebas dalam tubuh. Ini juga bisa meningkatkan sistem imun,” kata Ketua Tim Pengabdian Kepada Masyarakat Berbasis Riset Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Profesor Rifda Naufalin di Purwokerto, Banyumas, Jumat (8/9/2023).
”Fenol dan flavonoid juga bisa berfungsi sebagai antimikroba yang dapat menghambat mikroba yang kemungkinan mengontaminasi yogurt. Ini bisa memperpanjang umur simpan yogurt ini apabila tidak selalu disimpan di suhu dingin, misalnya mungkin terkena paparan sinar matahari saat dijual,” tuturnya. Selama ini kecombrang yang dikenal sebagai tanaman burus, dan bunga segarnya dimanfaatkan untuk pecel, urab (kluban), atau tambahan ayam dan nasi goreng.
Kecombrang mengandung fenol dan flavonoid. Kami melakukan riset sejak tahun 2003, dengan kandungan fenol dan flavonoid sebagai antioksidan. Keberadaan antioksidan menghambat radikal bebas dalam tubuh.
Kuatno Setiyanto (47) bersama istrinya, Sukesti (47), pemilik usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) Yogurt Sehati yang jadi mitra binaan Unsoed, mengutarakan, selama ini mereka memproduksi aneka yogurt aneka rasa dengan perasa buatan, seperti rasa stroberi, melon, dan anggur. ”Dengan adanya program dari Unsoed ini, kami memanfaatkan kecombrang sebagai perasa alami dan bisa membuat yogurt lebih awet,” tuturnya.
Kapasitas produksi
Kuatno menambahkan, per hari mereka bisa memproduksi 24 liter yogurt. Per 250 mililiter yogurt dijual dengan harga Rp 15.000. Selain dijual secara daring dan lewat bazar ataupun pameran di Purwokerto, mereka juga menjual produk tersebut keluar kota dengan jasa pengiriman bus antarkota-antarprovinsi. ”Misalnya untuk dikirim ke Jakarta, saya titipkan ke bus. Nanti 5-7 jam sampai di sana, lalu diambil pembeli,” tuturnya.
Menurut Sukesti, melalui program ini, mereka menerima bantuan mesin pasteurisasi yang bisa membuat pekerjaannya lebih efektif dan efisien. ”Biasanya harus terus mengaduk susu murni, sekarang dengan alat ini sudah bisa diaduk otomatis dan tidak takut gosong,” tuturnya.
Selain Profesor Rifda, program ini didampingi Dr Rumpoko Wicaksono dari Fakultas Pertanian, Profesor Retno Supriyanti dari Fakultas Teknik dan Dr Icuk Rangga Bawono dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unsoed. ”Yogurt adalah produk kesehatan, maka pengolahannya harus sehat. Di sini, kami menerapkan cara produksi pangan olahan yang baik: pakai alat yang higienis dan sesedikit mungkin jamahan,” ungkap Rumpoko.
Adapun tim mahasiswa terdiri dari tujuh orang yang berasal dari Jurusan Teknologi Pangan Fakultas Pertanian. Mereka adalah Popi Nurhopipah, Muhammad Yusuf Nugroho, Eka Rahayu Diana Maharani, Rosiana Mulyani, Sri Setya Ningsih, Sekar Kinanti Nurkhalifah, dan Rozi Maula
Pembuatan yougurt ini dimulai dari proses pasteurisasi susu murni untuk menghilangkan mikroba patogen. Proses berlangsung sekitar 30 menit sambil terus diaduk dengan mesin pada suhu 75-80 derajat celsius. Kemudian hasilnya diinkubasi starter atau mikroba untuk fermentasi minimal enam jam. ”Setelah diinkubasi lalu ditambah gula atau perisa, dalam hal ini ditambah ekstrak kecombrang,” ucap Popi.
Pembuatan ekstrak kecombrang diawali dengan pemilihan bunga kecombrang yang masih segar lalu dipotong kecil-kecil dan dioven 3-4 jam. ”Ekstraksi dilakukan selama tiga jam menggunakan air. Nanti ekstrak kecombrang ini yang ditambahkan ke yogurt. Bunga kecombrang harganya Rp 3.500-Rp 4.000 per kuntum. Untuk 1 liter yogurt, butuh sekitar 3 bunga,” tuturnya.