Konsistensi Bentara Budaya Yogyakarta Memeluk Kesenian Rakyat
Bentara Budaya Yogyakarta menjadikan kesenian rakyat sebagai napasnya untuk terus hidup melintasi zaman. Semangat yang sama akan diteruskan dalam usianya yang menginjak 41 tahun kali ini.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
KOMPAS/NINO CITRA ANUGRAHANTO
Seniman ketoprak, Yuningsih atau Yu Beruk (kanan), berpelukan dengan wartawan senior harian Kompas, Sindhunata, seusai mendapatkan penghargaan dalam peringatan Hari Ulang Tahun Ke-41 Bentara Budaya Yogyakarta di Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, Selasa (26/9/2023). Penghargaan diberikan atas dedikasi Yuningsih merawat seni tradisi, khususnya ketoprak. Dalam ulang tahunnya, Bentara Budaya Yogyakarta setia memeluk kesenian rakyat.
YOGYAKARTA, KOMPAS — Bentara Budaya Yogyakarta menjadikan kesenian rakyat sebagai napasnya untuk terus hidup melintasi zaman. Semangat yang sama akan diteruskan dalam usianya yang menginjak 41 tahun kali ini. Kesetiaan merawat seni tradisi ditempuh lewat upaya aktualisasi kembali segala bentuk seni di masa lalu dengan konteks kekinian.
Pemikiran itu disampaikan kurator Bentara Budaya Yogyakarta, Sindhunata, dalam sambutannya pada peringatan Hari Ulang Tahun Ke-41 Bentara Budaya Yogyakarta di Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, Selasa (26/9/2023) malam.
Acara itu dimeriahkan dengan pameran seni lawasan dari Hermanu bertajuk ”Behind Bentara Budaya’s Books”. Adapun pameran diberi judul 3 Warna mengingat karya-karya yang disuguhkan meliputi tiga hal, yaitu seni rupa (art), keantikan (vintage), dan warisan sejarah (heritage). Disajikan pula hiburan campursari dari kelompok Guyub Rukun.
Seniman ketoprak, Yuningsih atau Yu Beruk, menari bersama wartawan senior harian Kompas, Sindhunata, seusai mendapatkan penghargaan dalam peringatan HUT Ke-41 Bentara Budaya Yogyakarta di Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, Selasa (26/9/2023).
”Dari awal, Bentara Budaya Yogyakarta didirikan untuk memberi tempat kepada seni tradisi. Lebih-lebih yang berasal dari pinggiran. Kami konsisten selama 41 tahun menekankan hal tersebut. Ini tidak bisa dilepaskan dari jasa Hermanu,” kata Sindhunata.
Menurut Sindhunata, Hermanu terlihat betul-betul setia mengumpulkan barang lawasan yang barangkali sudah tak terhitung jumlahnya. Segala hal yang lawas itu, katanya, justru coba dihadirkan konteks kekiniannya. Upaya semacam itu dianggap banyak membantu pelestarian seni-seni tradisi yang rasa-rasanya mulai terpinggirkan. Sebab, seni tradisi dan seni lawasan saling hidup berdampingan.
Saat ini, kata Sindhunata, banyak galeri modern bermunculan. Namun, sangat jarang galeri yang memiliki keprihatinan atas seni tradisi seperti Bentara Budaya Yogyakarta. Konsistensi mereka menjaga unsur seni tradisi dalam setiap gelarannya turut didukung kemauan Hermanu dan seniman lainnya yang tidak pernah bosan menyajikan pameran seni lawasannya pada galeri tersebut.
KOMPAS/NINO CITRA ANUGRAHANTO
Seniman ketoprak, Yuningsih atau Yu Beruk, menari bersama seusai mendapatkan penghargaan dalam peringatan HUT Ke-41 Bentara Budaya Yogyakarta di Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, Selasa (26/9/2023).
”Maka, saya mengucapkan terima kasih atas kerja keras Hermanu dan teman-teman yang selama ini selalu mendukung supaya Bentara Budaya Yogyakarta mempunyai identitas yang khas, khususnya di Yogyakarta. Seni yang betul-betul berpijak pada tradisi dan diaktualisasikan sebagai tradisi,” kata Sindhunata.
Penghargaan
Bentuk kesetiaan Bentara Budaya Yogyakarta pada seni tradisi ditunjukkan pula lewat pemberian penghargaan kepada seniman-seniman yang tulus mempertahankan kelestarian seni tradisi. Tahun ini, penghargaan diberikan kepada seniman ketoprak asal Yogyakarta yang juga dikenal dengan nama panggung Yu Beruk. Meski sudah berusia 70 tahun, sosok itu tekun menjadikan seni tradisi sebagai jalan hidup.
”Pengabdiannya begitu total dan lama. Seluruh hidupnya untuk berkesenian. Lebih-lebih seni tradisi, khususnya adalah ketoprak,” kata Sindhunata.
Penampilan dari grup campursari Guyub Rukun dalam peringatan HUT Ke-41 Bentara Budaya Yogyakarta di Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, Selasa (26/9/2023). Pada kesempatan itu, Bentara Budaya Yogyakarta memberikan penghargaan kepada seniman ketoprak Yuningsih yang juga dikenal Yu Beruk.
Sindhunata memandang Yuningsih bukan sekadar seniman. Sosok itu sekaligus ikon bagi ketoprak dan seni tradisi secara umum. Oleh karena itu, popularitas direngkuh Yuningsih hingga kancah nasional. Pihaknya mengharapkan agar penghargaan kecil yang diberikan dari Bentara Budaya Yogyakarta bisa cukup menandai perjalanan panjang Yuningsih selama menggeluti seni tradisi.
”Ini sungguh-sungguh penting. Jangan dilihat apa pun nilai penghargaan kami. Namun, seluruh ketulusan kami untuk menghargai Yu Beruk ini dengan cara kami. Teman-teman di Yogyakarta ini sedari dulu mempunyai tradisi untuk menghormati tokoh seperti beliau yang sudah memberikan secara total kepada kesenian. Lebih-lebih seni tradisi,” kata Sindhunata.
Maka, saya mengucapkan terima kasih atas kerja keras Hermanu dan teman-teman yang selama ini selalu mendukung supaya Bentara Budaya Yogyakarta mempunyai identitas yang khas, khususnya di Yogyakarta. Seni yang betul-betul berpijak pada tradisi dan diaktualisasikan sebagai tradisi.
Yuningsih merasa sangat bersyukur atas penghargaan yang diperolehnya malam itu. Pihaknya mendudukkan kesenian sebagai jalan hidup. Untuk itu, segala upaya coba dijalaninya demi bertahan dalam jagat tersebut. Pada akhirnya, bukan hanya ia yang dihidupi oleh seni tradisi, tetapi dengan sendirinya seni tradisi ikut lestari berkat kesetiaannya memeluk kesenian tersebut.
”Saya mengabdi pada kesenian tradisional itu sebagai sandang pangan saya. Sebagai orang hidup untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Dari seni tradisional, ini menjadi manfaat untuk anak-anak saya besok,” kata Yuningsih.