Kewaspadaan dan Surveilans Diperkuat untuk Antisipasi Penularan Virus Nipah
Hingga saat ini belum ada laporan infeksi virus Nipah pada manusia di Indonesia. Meski begitu, kewaspadaan tetap diperkuat, terutama di pintu masuk negara.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
AFP
Petugas kesehatan, Selasa (12/9/2023), menggunakan alat pelindung diri atau hazmat saat membawa jenazah seorang terduga infeksi virus Nipah di sebuah rumah sakit di Kozikode, Kerala, India.
JAKARTA, KOMPAS — Setelah adanya laporan kasus penularan virus Nipah di India, Pemerintah Indonesia kembali memperkuat upaya kewaspadaan serta surveilans terhadap penularan penyakit tersebut. Edukasi kepada masyarakat terkait pencegahan penularan virus Nipah semakin masif dilakukan.
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi, dihubungi di Jakarta, Selasa (19/9/2023), mengatakan, sampai saat ini belum ada kasus penularan virus Nipah yang ditemukan di Indonesia. Meski begitu, surveilans dan kewaspadaan terus dilakukan, terutama di pintu masuk negara dan fasilitas kesehatan.
”Bentuknya surveilans saja. Jika ada, mungkin kenaikan pada kasus di hewan liar atau ternak. Saat ini, pemeriksaan sequencing juga sudah bisa dilakukan karena reagennya sudah tersedia. Virus ini juga bukan virus baru,” katanya.
Nadia menambahkan, edukasi kepada masyarakat mengenai cara penularan dan pencegahan virus Nipah juga telah dilakukan. ”Jadi, mengingatkan masyarakat jangan makan makanan mentah. Jika ada gejala setelah pulang bepergian dari daerah endemis, segera ke fasilitas kesehatan,” ucapnya.
Seperti dikutip dari AFP, Jumat (15/9/2023), setidaknya ada enam kasus positif virus Nipah di India. Dua kasus di antaranya meninggal dan empat lainnya masih dalam perawatan. Empat kasus yang masih dirawat kini dalam kondisi stabil. Pemerintah setempat telah membatasi pergerakan masyarakat. Sejumlah sekolah telah ditutup serta pemeriksaan juga dilakukan secara massal.
Sampai saat ini belum ada kasus penularan virus Nipah yang ditemukan di Indonesia. Meski begitu, upaya surveilans dan kewaspadaan terus dilakukan, terutama di pintu masuk negara dan fasilitas kesehatan.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan, tingkat kematian akibat virus Nipah 40-75 persen. Infeksi virus Nipah pada manusia dapat menyebabkan berbagai gambaran klinis, mulai dari infeksi tanpa gejala hingga infeksi pernapasan akut dan ensefalitis atau radang otak yang berakibat fatal.
Saat ini belum ada pengobatan khusus ataupun vaksin yang tersedia untuk penanganan infeksi virus Nipah. Perawatan yang diberikan merupakan perawatan suportif untuk menangani gejala yang dialami.
Virus Nipah dapat ditularkan dari hewan ke manusia secara langsung lewat urine, air liur, atau sekresi pernapasan ataupun melalui makanan yang terkontaminasi. Virus ini juga dapat menular langsung antarmanusia melalui droplet, urine, ataupun darah. Penularan antarmanusia paling sering terjadi pada keluarga atau tenaga kesehatan yang merawat pasien.
Masa inkubasi infeksi penyakit ini umumnya 4-14 hari. Akan tetapi, ada laporan yang menunjukkan adanya masa inkubasi hingga 45 hari. Gejala awal yang dapat ditimbulkan, antara lain, demam, sakit kepala, nyeri otot, muntah, dan sakit tenggorokan. Gejala itu bisa diikuti pula dengan pusing dan gangguan kesadaran. Pada sejumlah kasus juga ditemukan adanya gangguan pernapasan akut.
AFP
Petugas kesehatan, Selasa (12/9/2023), menggunakan alat pelindung diri atau hazmat saat membawa jenazah seorang terduga infeksi virus Nipah di sebuah rumah sakit diKozikode, Kerala, India.
Infeksi virus Nipah pertama kali diidentifikasi di Malaysia pada 1998-1999 yang berdampak hingga Singapura. Dari kejadian wabah tersebut dilaporkan ada 276 kasus terkonfirmasi dengan 106 kematian.
Kementerian Kesehatan melaporkan belum ada kasus konfirmasi penyakit virus Nipah pada manusia di Indonesia. Namun, sejumlah penelitian menemukan adanya temuan virus Nipah pada kelelawar buah genus Pteropus di Indonesia.
Secara terpisah, epidemiolog dari Griffith University Australia, Dicky Budiman, mengatakan, kewaspadaan terhadap penularan virus Nipah perlu terus ditingkatkan. Pergerakan masyarakat serta perdagangan global yang masih dilakukan membuat risiko penularan virus tersebut semakin besar.
Meski begitu, penutupan pintu masuk negara dinilai belum diperlukan. ”Yang diperlukan saat ini adalah penguatan di pintu masuk negara yang harus terus dijaga. Selain itu, kita juga harus memiliki mekanisme isolasi atau karantina yang keberadaannya harus terus dijaga. Ini tidak berlaku untuk pencegahan virus Nipah saja, tetapi juga penyakit menular lainnya,” katanya.