Pendayagunaan tenaga kesehatan merupakan salah satu upaya untuk mempercepat pemerataan dan pemenuhan tenaga kesehatan di Indonesia. Sejumlah aturan pun disiapkan.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·5 menit baca
NDY
Dokter Yuni (kanan) memeriksa pasien yang mengalami sakit gigi, Jumat (23/6/2023), di Puskesmas Lambitu, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat. Meski bukan dokter gigi, Yuni tetap melayani pasien sakit gigi sebab di puskesmas itu tidak ada dokter gigi.
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah akan memenuhi kebutuhan layanan kesehatan di masyarakat secara adil dan merata dengan, salah satunya, mendayagunakan tenaga medis dan tenaga kesehatan yang ada. Aturan pelaksanaan terkait pendayagunaan sumber daya manusia kesehatan tersebut telah disiapkan dengan memastikan aspek pemerataan, pemanfaatan, dan pengembangan.
Pendayagunaan tenaga medis dan tenaga kesehatan diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Topik mengenai pendayagunaan sumber daya manusia kesehatan tersebut termuat pada Bab VII dalam Pasal 227-257.
Direktur Pendayagunaan Tenaga Kesehatan Kementerian Kesehatan Anna Kurniati mengatakan, pendayagunaan tenaga medis dan tenaga kesehatan merupakan salah satu upaya pemerintah mencapai target transformasi kesehatan, khususnya untuk memenuhi, memeratakan, dan meningkatkan kapasitas SDM sektor kesehatan yang kini masih menjadi persoalan.
”Tenaga kesehatan dan tenaga medis yang tersedia secara cukup dan merata merupakan enabler (pendukung) yang penting bagi sistem pelayanan kesehatan. Tidak ada fasilitas kesehatan yang bisa dibangun secara merata tanpa didukung oleh pengadaan tenaga medis dan tenaga kesehatan,” kata Anna dalam kegiatan Public Hearing RPP UU Kesehatan: Pendayagunaan Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan di Jakarta, Senin (18/9/2023).
SDM kesehatan yang akan didayagunakan meliputi, antara lain, dokter aparatur sipil negara (ASN), peserta didik program pendidikan dokter spesialis/subspesialis atau dokter gigi spesialis/subspesialis, tenaga medis dan tenaga kesehatan lulusan lembaga pendidikan pemerintah pusat ataupun daerah, serta dokter WNI lulusan kampus luar negeri. Mereka akan diprioritaskan untuk ditempatkan di daerah yang membutuhkan.
Mereka diharapkan bisa mengisi puskesmas dan rumah sakit yang selama ini kekurangan SDM kesehatan. Setidaknya masih ada 4,17 persen puskesmas tanpa dokter di Indonesia. Selain itu, sebanyak 45,36 persen puskesmas belum lengkap memiliki sembilan jenis tenaga kesehatan. Sembilan jenis tenaga kesehatan dasar dimaksud ialah dokter, dokter gigi, perawat, bidan, apoteker, tenaga kesehatan masyarakat, tenaga sanitarian, ahli laboratorium, dan tenaga gizi.
Ketersediaan tenaga kesehatan yang tidak merata juga terjadi di tingkat kabupaten/kota. Sebanyak 38,48 persen rumah sakit umum daerah belum lengkap memiliki tujuh jenis dokter spesialis. Jenis dokter spesialis tersebut meliputi dokter spesialis kandungan dan kebidanan, spesialis penyakit dalam, spesialis anak, spesialis bedah, spesialis anestesi, spesialis radiologi, dan spesialis patologi klinik.
DEONISIA ARLINTA
Distribusi dokter spesialis yang tidak merata di Indonesia.
Anna mengatakan, berbagai upaya perlu dilakukan untuk mendorong percepatan pemenuhan dan pemerataan tenaga kesehatan dan tenaga medis di Indonesia. Pendayagunaan pun diharapkan dapat mendukung upaya percepatan tersebut.
Jangka waktu program pendayagunaan ini akan diatur minimal enam bulan dengan tetap memastikan insentif yang berkeadilan, pembayaran insentif tepat waktu, jaminan keamanan dan keselamatan kerja, serta ketersediaan sarana prasarana pelayanan kesehatan yang memadai.
Pemerintah saat ini tengah menyusun rancangan peraturan pemerintah (RPP) yang merupakan turunan dari UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Dalam proses penyusunan RPP ini Kementerian Kesehatan membuka ruang partisipasi publik. Secara paralel untuk setiap fokus pembahasan, kegiatan public hearing diselenggarakan mulai Senin, 18 September 2023. Pemerintah sebelumnya menargetkan aturan turunan dari UU Kesehatan bisa diselesaikan pada September 2023.
Lulusan luar negeri
Anna menuturkan, pendayagunaan pun dapat dilakukan pada warga negara Indonesia lulusan luar negeri ataupun warga negara asing. Meski begitu, aturan telah disiapkan untuk menjamin kompetensi tenaga kesehatan dan tenaga medis yang akan melayani masyarakat.
RUNIK SRI ASTUTI
Dokter Ratna Dewi melayani pasien di Poli Curhat Puskesmas Krian, Kamis (1/10/2020). Pemeriksaan kesehatan mental dan konseling merupakan bagian dari layanan yang diberikan oleh Puskesmas Krian.
”Pendayagunaan tenaga medis dan tenaga kesehatan WNI lulusan luar negeri dilaksanakan sesuai dengan perencanaan kebutuhan secara nasional dalam rangka pemenuhan tenaga medis dan tenaga kesehatan,” ujarnya.
Secara teknis, proses penerimaan tenaga kesehatan WNI lulusan luar negeri diawali dengan evaluasi kompetensi dengan memiliki kelengkapan administrasi. Kebutuhan administrasi sudah lengkap, proses berikutnya dengan uji kompetensi. Jika telah dinyatakan kompeten, tenaga kesehatan tersebut dapat melakukan adaptasi di fasilitas pelayanan kesehatan yang ditunjuk maksimal satu tahun dengan pemberian surat izin praktik (SIP) dan surat tanda registrasi (STR).
Selama proses adaptasi, tenaga kesehatan dan tenaga medis lulusan luar negeri tetap mendapatkan insentif. Setelah selesai menjalani proses adaptasi, mereka ditempatkan di rumah sakit yang membutuhkan.
Tidak ada fasilitas kesehatan yang bisa dibangun secara merata tanpa didukung oleh pengadaan tenaga medis dan tenaga kesehatan.
Namun, WNI lulusan luar negeri dari penyelenggara pendidikan yang diakui Kementerian Kesehatan ataupun WNI lulusan luar negeri yang ahli atau pakar dalam layanan unggulan tertentu tidak perlu melakukan uji kompetensi dan adaptasi. Setelah keperluan administrasi dilengkapi, tenaga kesehatan tersebut cukup melakukan penilaian portofolio. Jika dinyatakan kompeten, dapat langsung ditempatkan di rumah sakit yang membutuhkan dengan diawali masa orientasi sistem pelayanan kesehatan di Indonesia.
Sementara itu, Anna menyatakan, aturan yang berbeda diberlakukan untuk tenaga medis dan tenaga kesehatan WNA. Proses penerimaan untuk pendayagunaan SDM kesehatan WNA hampir serupa dengan WNI lulusan luar negeri. Namun, pengalaman praktik yang ditentukan minimal tiga tahun.
WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin (tengah) berbincang dengan dua dokter spesialis lulusan luar negeri, Einstein Yefta Endoh (kedua dari kiri) dan Anastasia Pranoto (ketiga dari kiri), di Jakarta, Jumat (18/11/2022).
”Ketentuan khusus untuk pendayagunaan WNA lulusan luar negeri adalah hanya untuk tenaga medis spesialis dan subspesialis. Itu pun harus berdasarkan permintaan dari fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) pengguna. Mereka juga tidak boleh praktik mandiri dan fasyankes pengguna wajib memfasilitasi diklat bahasa Indonesia,” kata Anna.
Ketua Umum Asosiasi Rumah Sakit Swasta Seluruh Indonesia (ARSSI) Ichsan Hanafi berharap peran rumah sakit swasta bisa ditingkatkan untuk mendukung pemerataan dan distribusi tenaga kesehatan dan tenaga medis. Selain itu, RS swasta pun diharapkan bisa mendapatkan akses yang lebih besar untuk mendidik dokter spesialis.
”Sejauh ini, aturan yang berlaku masih fokus pada rumah sakit milik pemerintah, tidak ada yang fokus ke fasilitas kesehatan swasta. Padahal, kami di fasilitas swasta merupakan bagian yang tidak terpisahkan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat,” ucapnya.