Pendidikan Tinggi Vokasi Difasilitasi untuk Lebih Modern
Transformasi standar dan akreditasi nasional pendidikan tinggi memberi peluang percepatan kemajuan pendidikan tinggi vokasi yang modern.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Para dosen pendidikan tinggi vokasi dapat mengembangkan inovasi dengan menerapkan teknologi, model, dan strategi pembelajaran yang beragam. Hal ini menjadi bekal yang baik bagi pendidikan tinggi vokasi dalam bertransformasi menjadi lebih modern.
Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Kiki Yuliati, di Jakarta, Jumat (15/9/2023), mengatakan, Merdeka Belajar Episode 26: Transformasi Standar Nasional dan Akreditasi Pendidikan Tinggi memberikan kepercayaan terhadap perguruan tinggi vokasi. Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi menjadi bentuk dukungan agar perguruan tinggi vokasi dapat lebih leluasa berinovasi.
Kiki memaparkan, politeknik dan sekolah vokasi di perguruan tinggi harus bertransformasi meninggalkan model-model pembelajaran yang sudah tidak sesuai dengan perkembangan saat ini.
”Model belajar mastery learning atau menguasai materi secara tuntas pada prinsipnya tidak salah. Namun, ketika strategi dan teknologi pembelajaran semakin membaik, ketersediaan sarana dan prasarana juga semakin baik, para dosen seharusnya bisa lebih berinovasi lagi,” ujar Kiki.
Kini, lanjut Kiki, para dosen dan politeknik tidak perlu khawatir untuk berinovasi dengan model pembelajaran-pembelajaran baru. Sudah ada payung hukum yang jadi menegaskan sekaligus melegitimasi para dosen untuk berinovasi.
”Perguruan tinggi vokasi bisa menggunakan model pendidikan dual system, tidak harus dengan sistem (perkuliahan) paket lagi,” katanya.
Pembelajaran sistem ganda atau dual system dinilai lebih cocok dengan karakter pendidikan vokasi. Model ini akan berdampak baik bagi mahasiswa karena memungkinkan eksposur yang lebih tinggi dengan industri dan menciptakan pembelajaran yang lebih relevan.
”Jika sistem paket masih digunakan, tidak masalah. Namun, penyelenggaraan sistem paket tersebut harus benar-benar memperhatikan kebutuhan kompetensi yang diajarkan. Jadi, harus dipikirkan mana yang benar-benar paket. Misalnya, seorang pilot sebelum menerbangkan pesawat besar dia harus bisa terlebih dahulu menerbangkan pesawat capung,” ujar Kiki.
Kiki mendorong politeknik untuk menelisik ulang kurikulum-kurikulum sedemikian rupa agar dapat lebih mengakomodasi potensi mahasiswa, utamanya terkait kompetensi yang memang harus berjenjang ataupun kompetensi yang sifatnya bisa lebih leluasa.
Sebelumnya, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim mengatakan, transformasi pendidikan tinggi untuk melaju lebih cepat lagi semakin dimungkinkan. Pertama, ada standar nasional pendidikan tinggi yang lebih memerdekakan. Standar nasional kini berfungsi sebagai pengaturan kerangka kerja dan tidak lagi bersifat preskriptif dan detail. Kedua, sistem akreditasi pendidikan tinggi yang meringankan beban administrasi dan finansial perguruan tinggi.
Kelembagaan
Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi Kemedikbudristek Saryadi menuturkan, pendidikan tinggi vokasi yang modern juga harus didukung oleh kelembagaan yang fleksibel. Untuk itu, perguruan tinggi vokasi difaslitasi menjadi badan layanan umum (BLU) karena memiliki peluang yang lebih besar untuk berkembang dan berhasil. Jumlah politeknik yang berstatus BLU terus meningkat signifikan sejak tahun 2021. Hingga akhir tahun 2023 diharapkan 16 dari 44 politeknik negeri berstatus BLU.
Adapun politeknik yang sudah beralih menjadi BLU serta yang menunggu penetapan adalah Politeknik Negeri Malang, Politeknik Manufaktur Bandung, 3 Politeknik Negeri Jakarta, Politeknik Negeri Bali, Politeknik Negeri Semarang, dan Politeknik Negeri Medan. Kemudian Politeknik Negeri Ujung Pandang, Politeknik Negeri Bandung, Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya, Politeknik Negeri Jember, Politeknik Negeri Batam, Politeknik Negeri Sriwijaya, Politeknik Negeri Pontianak, Politeknik Elektronika Negeri Surabaya, Politeknik Negeri Lampung, serta Politeknik Negeri Padang.
Selama ini, politeknik sudah terbiasa menjalin kerja sama dengan mitra strategis. Politeknik juga didukung model pembelajaran berbasis proyek/produk dan memiliki teaching factory (Tefa) sebagai unit-unit usaha yang bisa dikembangkan sebagai sumber pembiayaan sebagai politeknik berstatus BLU.
”Ada banyak peluang kemitraan dengan industri yang dijalin oleh perguruan tinggi vokasi yang arahnya bisa dikembangkan ke arah kemitraan ekonomi dan itu tidak bisa dilakukan ketika masih berstatus satuan kerja,” kata Saryadi.
Dengan status BLU, politeknik akan lebih leluasa mengelola politekniknya, baik yang bersifat akademik maupun nonakademik. Hal ini akan meningkatkan performa politeknik yang berdampak langsung pada mahasiswa.
Transformasi pendidikan tinggi untuk melaju lebih cepat lagi semakin dimungkinkan.
Sementara itu, Kiki menambahkan, saat ini pihaknya juga terus berupaya melakukan beberapa penyesuaian syarat status BLU bagi politeknik. Salah satunya terkait syarat kuota guru besar/profesor yang kerap dikeluhkan oleh politeknik yang ingin berubah status dari satuan kerja menjadi BLU.
”Syarat kuota profesor ini sedang kami kaji, mempertimbangkan bagaimana kekokohan organisasi, kemampuan mereka mengelola organisasinya, prinsip good governance-nya, dan sebagainya,” kata Kiki.
Secara terpisah, Wakil Direktur I Bidang Akademik Politeknik Negeri Batam Ahmad Riyad Firdaus mengutarakan, transformasi standar nasional dan akreditasi pendidikan tinggi adalah sebuah kerangka yang akan memberikan lebih banyak ruang fleksibilitas bagi perguruan tinggi untuk lebih adaptif, responsif, dan gesit terhadap tuntutan kebutuhan para pemangku kepentingan yang sangat dinamis.
Hal tersebut dapat membuat ekosistem pendidikan tinggi dan industri semakin maju sehingga mampu mempererat hubungan dunia pendidikan tinggi vokasi dengan industri. Lembaga pendidikan tinggi vokasi memiliki kebebasan untuk membangun pendidikan dan proses pembelajarannya yang sesuai dengan kebutuhan industri.
”Kebijakan ini memberikan peluang yang sangat besar kepada perguruan tinggi untuk tumbuh berkembang dengan memanfaatkan seluruh potensi yang dimiliki oleh perguruan tinggi dalam rangka peningkatan kualitas pendidikan yang berkelanjutan,” kata Ahmad.