Perkuat Kredensial Tenaga Medis untuk Cegah Dokter Gadungan
Ditemukannya kasus dokter gadungan di salah satu rumah sakit di Surabaya, Jatim, menjadi bukti pentingnya upaya penguatan dalam proses kredensial di setiap fasilitas kesehatan terhadap setiap tenaga medis yang bertugas.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Temuan praktik dokter gadungan S di Surabaya, Jawa Timur, patut menjadi perhatian akan pentingnya penguatan proses kredensial bagi tenaga medis dan tenaga kesehatan yang bertugas di fasilitas kesehatan. Setiap tenaga medis dan tenaga kesehatan yang melayani masyarakat harus dipastikan memiliki kompetensi dan kewenangan klinis yang dapat dipertanggungjawabkan.
Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Moh Adib Khumaidi mengatakan, kredensial merupakan salah satu proses yang amat penting untuk memastikan tenaga medis yang bertugas di fasilitas kesehatan layak mendapatkan penugasan klinis dan kewenangan klinis untuk tindakan medis tertentu. Proses tersebut dilakukan secara berlapis sehingga jika dilakukan secara benar dan menyeluruh, praktik dokter gadungan atau dokteroid seharusnya bisa dicegah.
”Proses kredensial dan rekredensial itu fase penting agar kita bisa melihat apakah dokter tersebut dokter yang memang memiliki kompetensi dan memiliki kewenangan klinis yang sesuai atau justru dokter palsu. Dalam hal ini, pelibatan berbagai pihak, termasuk organisasi profesi, dibutuhkan,” katanya di Jakarta, Kamis (14/9/2023).
Terkait dengan kasus dokter gadungan, S, di RS Pelindo Husada Citra (PHC) Surabaya, Adib pun mendorong agar upaya hukum bisa dilakukan dengan baik dan adil. Itu penting agar pelayanan di masyarakat memang dilakukan oleh tenaga medis dan tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi yang sesuai.
JOHANES GALUH BIMANTARA
Polisi menunjukkan barang bukti pengungkapan praktik dokter gigi ilegal oleh ADS, Senin (10/8/2020), di Polda Metro Jaya, Jakarta. Tersangka berpraktik dua tahun terakhir di Kota Bekasi.
Dalam rilis resmi yang disampaikan oleh Manajemen PT Pelindo Husada Citra pada 12 September 2023, dokter palsu S telah terindikasi melakukan penipuan dengan memalsukan dokumen kepegawaian sebagai pekerja waktu tertentu di klinik Occupational Health and Industrial Hygiene (OHIH) PHC. Namun, PT PHC memastikan bahwa S tidak pernah ditempatkan dan melayani pasien di RS PHC Surabaya.
Proses kredensial dan rekredensial itu fase penting agar kita bisa melihat apakah dokter tersebut dokter yang memang memiliki kompetensi dan memiliki kewenangan klinis yang sesuai atau justru dokter palsu. Dalam hal ini, pelibatan berbagai pihak, termasuk organisasi profesi, dibutuhkan.
Selama ini, S lebih banyak memberikan pelayanan preventif dan promotif. Proses hukum pun telah berjalan di pengadilan untuk menindaklanjuti kasus tersebut. Evaluasi pemeriksaan kesehatan dasar juga dilakukan pada pekerja yang selama ini mendapatkan pelayanan di klinik dan rumah sakit tersebut.
Ketua IDI Cabang Kabupaten Bandung Aziz Asopari menuturkan, S diketahui sebagai dokter palsu setelah AY, anggota IDI Kabupaten Bandung, melaporkan bahwa nomor pokok anggota IDI yang dimilikinya digunakan oleh orang lain. Setelah ditelusuri nomor tersebut digunakan oleh S.
”Jadi telah diketahui memang ada pengambilan data dari AY oleh S dengan mengganti foto dari yang bersangkutan,” katanya.
Berdasarkan keterangan Wakil Sekretaris Jenderal PB IDI Telogo Wismo, S sebelumnya sudah pernah melakukan pelanggaran serupa. Sejak 2006, S juga pernah mengaku sebagai dokter dan sempat bekerja di PMI serta beberapa rumah sakit. Bahkan, ketika di Kalimantan, S pernah menjadi dokter spesialis kandungan. Ia hampir melakukan operasi, tetapi ketika tenaga kesehatan di sekitarnya curiga akan tindakan yang dilakukan, S pun dilaporkan ke polisi. Saat itu, S mendapatkan hukuman selama 20 bulan.
Rekomendasi
Adib berpendapat, peran organisasi profesi dibutuhkan untuk memastikan kompetensi dari seorang dokter melalui surat rekomendasi yang dikeluarkan ketika akan mendapatkan surat izin praktik (SIP). Namun, menurut dia, dengan diberlakukannya Undang-Undang Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan yang menghapuskan syarat surat rekomendasi dari organisasi profesi dalam pengajuan SIP, fungsi pengawasan tersebut tidak dapat dijalankan lagi.
Secara terpisah, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi mengatakan, proses kredensial pada dasarnya dilakukan oleh rumah sakit. ”Sudah ada peraturan yang mengatur itu bahwa fungsi kredensial dilakukan oleh komite medik di rumah sakit. Mengenai kasus (dokter gadungan) ini karena ranah penipuan jadi akan ditangani oleh rumah sakit,” ujarnya.
Merujuk Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1128 Tahun 2022 tentang Standar Akreditasi Rumah Sakit, kredensial adalah proses evaluasi, wawancara, dan ketentuan lain sesuai kebutuhan rumah sakit yang dilakukan rumah sakit terhadap seorang tenaga medis. Proses ini dilakukan untuk menentukan apakah tenaga medis yang akan bekerja layak diberi penugasan klinis dan kewenangan klinis untuk menjalankan asuhan atau tindakan medis tertentu di lingkungan rumah sakit.
Dokumen yang diperlukan pada proses ini antara lain ijazah dari fakultas kedokteran, surat tanda registrasi, surat izin praktik, serta bukti pendidikan dan pelatihan yang mendapatkan pengakuan dari organisasi profesi kedokteran. Dokumen tersebut harus diverifikasi ke sumber utama yang mengeluarkan dokumen tersebut. Proses kredensial diulang setiap tiga tahun sebagai proses rekredensial.
Anggota Biro Hukum Pembinaan dan Pembelaan Anggota (BHP2A) PB IDI, Dewa Nyoman Sutanaya, menuturkan, adanya kasus dokter gadungan atau dokteroid seperti kasus S menjadi pembelajaran bahwa proses kredensial harus dilakukan secara ketat. Proses kredensial menjadi salah satu upaya rumah sakit dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab dalam menjaga keselamatan pasien dengan memastikan staf medis yang bertugas terstandar dan kompeten.
”Seharusnya, kalau proses kredensial itu dilakukan secara optimal, dokter-dokter palsu ini tidak akan lolos. Pada prinsipnya, tenaga medis yang akan berpraktik di fasilitas kesehatan harus melewati tahapan yang berlapis. Jadi, jika ada ada kecolongan, itu bisa karena verifikasi yang tidak optimal,” katanya.