Komunikasi, Kunci Mencegah Resistensi Antimikroba di Ruang ICU
Berurusan dengan ICU bukanlah hal yang mudah bagi pasien dan keluarganya. Namun, komunikasi yang efektif akan memudahkan dokter dalam memutuskan tindakan medis dan mencegah resistensi mikroba.
Oleh
Stephanus Aranditio
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Keterlibatan pasien dan keluarganya saat dirawat di ruang perawatan intensif atau ICU sangat penting bagi dokter untuk memutuskan tindakan medis yang diambil. Dokter pun harus membangun komunikasi yang efektif dengan pasien dan keluarga walau kondisi sedang gawat darurat.
Sebab berurusan dengan ICU bukanlah hal yang mudah bagi pasien serta keluarganya dan dokter harus mengambil keputusan dengan cepat dan tepat agar nyawa pasien bisa terselamatkan. Belum lagi ada ancaman resistensi antimikroba (AMR) yang membuat bakteri, jamur atau virus penyebab infeksi pada tubuh seseorang lebih sulit ditangani dengan antibiotik, antijamur, atau antiviral. Ini akan membuat pasien sulit sembuh dan perlu dirawat lebih lama.
Dokter spesialis anestesi dan konsultan perawatan intensif dari Eka Hospital, Vannesi T Silalahi, mengatakan, komunikasi dua arah akan meningkatkan pemahaman pihak pasien, dan mendorong diskusi lanjutan yang lebih baik mengenai rekomendasi medis dari tenaga kesehatan. Dengan begitu, pemberian antibiotik pun menjadi lebih jitu di ICU, hingga berujung pada meningkatnya kualitas perawatan yang diterima pasien dan menurunnya risiko AMR.
"Memang kami dikenal dokter paling cerewet di dunia kalau pasien dan keluarganya belum paham bagaimana kami mengambil keputusan. Saya selalu bilang masuk ke sini (ICU) itu karena mengancam nyawa jadi harus cepat, jangan lama-lama. Makanya kita perlu penggunaan antibiotik yang jitu, tepat guna dan tepat waktu," kata Vannesi dalam seminar yang digelar oleh Pfizer Indonesia dan Eka Hospital di Tangerang Selatan, Rabu (9/6/2023).
Sedikitnya ada empat cara yang bisa ditanyakan pihak pasien kepada tenaga kesehatan atau dokter saat berada di ruang ICU. Pertama, tanyakan bagaimana penggunaan antibiotik kepada pasien. Umumnya perawat memberikan antibiotik sedini mungkin kepada pasien sebagai tindakan darurat untuk menstabilkan kondisi pasien. Setelah itu, baru pihak pasien dapat menanyakan jenis, dosis, lama penggunaan, cara pemberian, serta efek samping dari penggunaan antibiotik ini kepada tenaga medis agar mendapat pemahaman yang lebih baik.
Kedua, tanyakan hasil uji laboratoriumnya (uji kultur). Ini untuk mengetahui secara tepat jenis bakteri penyebab penyakit yang dialami pasien. Hasilnya akan keluar dalam beberapa hari, sebagai bahan evaluasi bagi tenaga kesehatan untuk melanjutkan, menghentikan, atau mengganti penggunaan antibiotik yang sudah berjalan.
Setelah itu, awasi terus kondisi pasien setelah diberikan antibiotik. Jika tak kunjung membaik, konsultasikan alternatif tindakan lain yang bisa ditempuh kepada dokter yang menangani.
Untuk meminimalisir risiko AMR, tanyakan secara spesifik langkah pencegahannya. Beberapa pertanyaan yang bisa pihak pasien ajukan di antaranya, seberapa tinggi risiko terjadinya AMR di ICU, indikator terjadinya AMR terhadap pasien, risiko transmisi bakteri, jamur atau virus yang sudah kebal ke anggota keluarga lain, serta upaya-upaya lain yang bisa dilakukan untuk menekan risiko terjadinya AMR.
Vannesi menyebutkan, pandemi Covid-19 memberikan pengalaman bagi tenaga kesehatan di ICU lebih fleksibel, komunikasi dengan keluarga untuk tindakan medis kepada pasien kini bisa dilakukan secara daring jika keluarga belum bisa datang di waktu tersebut. Semua dokter dan tenaga medis yang terlibat juga harus memberikan penjelasan yang tepat kepada keluarga pasien.
"Dengan begitu, pasien dan keluarganya mudah mengerti dan setuju atas rekomendasi tindakan medis dari dokter. Dokter harus punya persiapan, harus tahu riwayat pemakaian antibiotik pasien. Komunikasi yang baik akan membuat pasien lebih cepat sembuh," tutur Vannesi.
Advokat pasien, Butet Trivyantini menambahkan, keluarga pasien yang mendampingi harus mengikuti protokol kesehatan selama di ruang ICU. Sebab, risiko penularan penyakit di ruang ICU sangat tinggi. Ikuti aturan rumah sakit dan dokter yang menangani anggota keluarga yang sedang dirawat.
Selain itu, keluarga pasien juga bisa mencari pandangan lain atas rekomendasi tindakan medis yang diberikan oleh dokter. Hal ini untuk memastikan semua perawatan kepada anggota keluarganya bisa tepat dan segera sembuh.
"Kita boleh googling atau bertanya ke orang lain di luar obat apa saja yang diberikan, kita juga bisa bertanya, itu hak kita sebagai keluarga pasien untuk mengetahui manfaat dan risiko atas tindakan yang diberikan," ucap Butet.