Bumi Mengalami Tiga Bulan Terpanas dan Es Laut Antartika di Titik Terendah
Alarm bahaya dari perubahan iklim semakin nyata. Bumi baru saja mengalami rekor tiga bulan terpanas sejak Juni hingga Agustus 2023, sementara luas es laut Antartika berada pada level terendah.
Oleh
AHMAD ARIF
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Bumi baru saja mengalami rekor tiga bulan terpanas sejak Juni hingga Agustus 2023. Pada saat yang sama, suhu permukaan laut global berada pada titik tertinggi yang belum pernah terjadi sebelumnya selama tiga bulan berturut-turut dan luas es laut Antartika masih berada pada rekor terendah sepanjang tahun ini.
Rekor suhu terpanas ini dilaporkan Copernicus Climate Change Service (C3S) yang didanai Uni Eropa pada Rabu (6/9/2023). Carlo Buontempo, Direktur Program Layanan Perubahan Iklim Copernicus, ECMWF mengatakan, “Apa yang kami amati, bukan hanya kondisi ekstrem baru namun kondisi yang terus memecahkan rekor ini, dan dampaknya terhadap manusia dan bumi, merupakan konsekuensi nyata dari pemanasan sistem iklim.”
Menurut laporan ini, bulan Agustus 2023 mencapai rekor suhu terpanas yang pernah tercatat, dengan selisih yang besar, dan bulan terpanas kedua setelah Juli 2023. Secara keseluruhan suhu bulan Agustus sekitar 1,5 derajat celcius lebih hangat dibandingkan rata-rata pra-industri pada tahun 1850-1900.
Laporan ini juga menyebutkan, pada bulan Agustus 2023, secara keseluruhan suhu permukaan laut rata-rata bulanan global mencapai rekor tertinggi, yaitu sebesar 20,98 derajat celcius. Suhu ini melebihi rekor sebelumnya yang terjadi pada Maret 2016.
Sementara itu, luas es laut Antartika tetap berada pada rekor terendah sepanjang tahun ini, dengan nilai bulanan 12 persen di bawah rata-rata. Luasan ini merupakan anomali negatif terbesar pada bulan Agustus sejak pengamatan satelit dimulai pada akhir tahun 1970an. Sedangkan luas es laut Arktik 10 persen di bawah rata-rata, namun jauh di atas rekor minimum pada Agustus 2012.
Organisai Meteorologi Dunia (WMO) telah mengonsolidasikan data dari C3S dan lima kumpulan data internasional lainnya untuk kegiatan pemantauan iklim dan laporan Keadaan Iklimnya.
Pada bulan Agustus 2023, secara keseluruhan suhu permukaan laut rata-rata bulanan global mencapai rekor tertinggi, yaitu sebesar 20,98 derajat celcius. Suhu ini melebihi rekor sebelumnya yang terjadi pada Maret 2016.
Sebuah laporan pada bulan Mei dari WMO dan Met Office Inggris memperkirakan bahwa ada kemungkinan 98 persen setidaknya satu dari lima tahun ke depan akan menjadi rekor terpanas dan 66 persen kemungkinan untuk sementara melebihi 1,5 derajat celcius di atas suhu tahun 1850-1900an untuk setidaknya satu dari lima tahun.
Hal ini tidak berarti bahwa kita akan selamanya melampaui tingkat 1,5 derajat celcius yang ditentukan dalam Perjanjian Paris yang mengacu pada pemanasan jangka panjang selama bertahun-tahun. Namun demikian, peningkatan suhu ini akan berkonsekuensi pada meningkatnya kondisi cuaca ekstrem dan berbagai konsekuensi iklim lainnya.
Menanggapi laporan ini, Sekretaris Jenderal PBB António Guterres dalam keterangan pers mengatakan,“Planet kita baru saja mengalami musim panas-musim panas terpanas yang pernah tercatat. Kerusakan iklim telah dimulai."
Guterres menambahkan, para ilmuwan telah lama memperingatkan dampak dari kecanduan bahan bakar fosil. "Suhu yang meningkat memerlukan tindakan yang cepat. Para pemimpin sekarang harus meningkatkan kewaspadaannya demi solusi iklim. Kita masih bisa menghindari dampak terburuk dari kekacauan iklim dan kita tidak boleh menyia-nyiakan momen ini,” kata dia.
Sekretaris Jenderal WMO Petteri Taalas mengatakan, situasi ke depan dikhawatirkan akan lebih ekstrem lagi, mengingat dampak dari El Nino yang saat ini tengah berlangsung masih belum mencapai puncaknya. "Patut dicatat bahwa hal ini (ekor suhu) terjadi sebelum kita melihat dampak pemanasan penuh dari peristiwa El Niño, yang biasanya terjadi pada tahun kedua setelah terjadinya,” kata dia.