Sampai saat ini terdapat 34 titik kejadian karhutla di berbagai wilayah. Dari jumlah tersebut, sebanyak 16 titik telah padam, sedangkan 18 titik lainnya masih dalam proses penanganan dan pendinginan.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Musim kemarau panjang membuat beberapa wilayah di Indonesia mengalami kejadian kebakaran hutan dan lahan. Sampai saat ini, karhutla terjadi di 34 titik, di mana setengah di antaranya masih dalam proses penanganan.
Direktur Pengendalian Karhutla Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Thomas Nifinluri, Senin (4/9/2023), menyampaikan, sampai saat ini terdapat 34 titik kejadian karhutla di berbagai wilayah. Dari jumlah tersebut, sebanyak 16 titik telah padam, sedangkan 18 titik lainnya masih dalam proses penanganan dan pendinginan.
Wilayah dengan titik karhutla tersebut di antaranya Sumatera Selatan, khususnya di Kabupaten Ogan Ilir, serta di Kalimantan Barat, seperti Kubu Raya, Mempawah, Sungai Raya, Singkawang, dan Sambas. Sementara karhutla di Kalimantan Tengah tercatat di Kapuas, Sukamara, Kotawaringin Timur, dan Kotawaringin Barat. Karhutla juga terjadi di Pare-pare (Sulawesi Selatan), Minahasa (Sulawesi Utara), serta Situbondo dan Kota Batu (Jawa Timur).
”Sampai sekarang tim Manggala Agni masih terus melakukan pemantauan dan ground check melalui patroli terpadu dan melaporkan perkembangan lapangan,” ujar Thomas.
Berdasarkan data Sipongi KLHK, sejak Januari-Juli 2023 telah terjadi karhutla seluas 90.405 hektar. Karhutla terluas terjadi di Nusa Tenggara Timur (28.718 hektar), disusul Kalbar (12.537 hektar), Nusa Tenggara Barat (9.662 hektar), Kalimantan Selatan (7.483 hektar), Jatim (7.076 hektar), Lampung (2.992 hektar), dan Kalimantan Tengah (2.948 hektar).
Menurut Thomas, KLHK melakukan prioritas pencegahan dan penanganan di lahan gambut mengingat mayoritas karhutla di berbagai wilayah terjadi di ekosistem tersebut. Prioritas penanganan ini juga tidak terlepas dari kondisi gambut yang akan mudah terbakar dan lebih sulit dipadamkan bila terjadi kekeringan khususnya saat musim kemarau.
Sebagai langkah antisipasi, KLHK terus melakukan upaya pengendalian karhutla seperti meningkatkan patroli baik yang dilakukan Manggala Agni maupun patroli terpadu sepanjang tahun. Tim patroli terpadu ini terdiri dari Manggala Agni bersama anggota Polri, TNI, dan tokoh masyarakat serta Masyarakat Peduli Api (MPA).
Penyegelan ini harus menjadi perhatian bagi perusahaan.
Selain itu, dilakukan juga penyadartahuan pencegahan karhutla melalui sosialisasi dan kampanye kepada masyarakat, baik secara langsung maupun melalui berbagai media. Kemudian pelaksanaan rekayasa cuaca melalui operasi Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) untuk pembasahan areal gambut sebagai upaya menurunkan potensi karhutla.
Operasi TMC salah satunya telah dilakukan di Kalbar pada 24 Agustus-2 September 2023. Operasi TMC ini mengoptimalkan potensi awan menjadi hujan untuk membasahi lahan-lahan gambut dan pengisian embung-embung penampungan air guna mencegah terjadinya karhutla yang lebih luas dan tidak terkendali.
Penyegelan empat perusahaan
Direktorat Jenderal Penegakan Hukum KLHK juga terus memonitor secara intensif lokasi-lokasi yang terindikasi adanya titik api melalui data hotspot. Dari hasil pengawasan itu, tim lalu menyegel lokasi karhutla pada empat perusahaan di Kalbar, yakni di PT MTI Unit 1 Jelai (1.151 hektar), PT CG (267 hektar), PT SUM (168,2 hektar), dan PT FWL (121,24 hektar).
Upaya penyegelan ini juga diiringi dengan pemasangan papan larangan kegiatan dan garis pejabat pengawas lingkungan hidup (PPLH). Kemudian satu perusahaan dilakukan proses penyelidikan dan satu perusahaan juga telah direkomendasikan untuk diberikan sanksi administrasi paksaan pemerintah melalui kepala daerah.
Direktur Jenderal Penegakan Hukum KLHK Rasio Ridho Sani dalam rilisnya mengatakan, pihaknya telah memerintahkan seluruh kantor Balai Gakkum di Sumatera dan Kalimantan untuk terus memonitor serta melakukan verifikasi lapangan. Mereka juga diminta untuk menyelidiki kasus karhutla pada areal konsesi perusahaan dan lokasi yang dikuasai oleh masyarakat.
Instrumen penegakan hukum yang menjadi kewenangan KLHK akan digunakan untuk menindak tegas penanggung jawab usaha kegiatan atas terjadinya karhutla. Tindakan yang dilakukan berupa pemberian sanksi administrasi, pencabutan izin, gugatan perdata berupa ganti rugi pemulihan lingkungan hidup dan penegakan hukum pidana.
”Penyegelan ini harus menjadi perhatian bagi perusahaan. Ancaman hukuman terkait dengan pembakaran hutan dan lahan berdasarkan Pasal 108 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah penjara maksimal 10 tahun serta denda maksimal 10 miliar rupiah,” kata Rasio.