Perguruan tinggi didorong untuk percaya diri memiliki diferensiasi misi bagik masyarakat dan bangsa. Ruang merdeka bagi perguruan tinggi mengatur dirinya harus dimanfaatkan untuk menghasilkan lulusan yang kompeten.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·3 menit baca
KOMPAS/ESTER LINCE NAPITUPULU
Plt Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi, Kemendikbudristek, Nizam (tengah) menjelaskan transformasi standar nasional dan sistem akreditasi pendidikan tinggi di acara Ngobrol Santai bersama media di Jakarta, jumat (1/9/2023). Pergruuan tinggi diberi kemerdekaan untuk mengembangkan standar pendidikan yang sesuai misinya.
JAKARTA, KOMPAS – Perguruan tinggi di Indonesia semakin didorong untuk merdeka dengan adanya ruang untuk pengembangan pendidikan sesuai kekhasan dan keunggulan yang hendak diraih. Dengan demikian, perguruan tinggi lebih fokus pada substansi untuk menghasilkan lulusan sarjana dan pascasarjana yang kompeten dan berkarakter.
“Selama ini, kebijakan untuk perguruan tinggi masih diatur oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek). Padahal yang paling tahu ingin menghasilkan lulusan perguruan tinggi seperti apa, ya program studi dan perguruan tinggi masing-masing,” kata Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi, Kemendikbudristek, Nizam, di acara Ngobrol Santai terkait Implementasi Merdeka Belajar Episode 26 : Tansformasi Standar Nasional dan Sistem Akreditasi Pendidikan Tinggi di Jakarta, Jumat (1/9/2023).
Hal tersebut terlihat capaian kompetensi lulusan melalui tugas akhir yang sejak lama wajib satu model, yakni skripsi, tesis, atau disertasi. “Kini, kita perlu membiasakan keragaman perguruan tinggi untuk melakukanmisinya. Keberagaman peran dari tiap perguruan tinggi berdampak baik bagi kemajuan bangsa karena sumber daya manusia yang dihasilkan punya keunggulan,” kata Nizam.
LEMBAGA INTAN
Mahasiswa Universitas Tanjungpura Pontianak, Kalimantan Barat, saat magang di Desa Sahan, Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat, Maret lalu.
Nizam mengatakan kini saatnya perguruan tinggi didorong lebih otonom. Sebab, otonomi membuat perguruan tinggi mempunyai ruang berinovasi sesuai diferensiasi misi pendidikan yang diyakini.
Permendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023 Tentang Penjaminan Mutu Pendidikan mengajak perguruan tinggi untuk fokus pada substansi pendidikan, bukan sekedar memenuhi aturan wajib dari pemerintah. Meskipun ada keleluasan perguruan tinggi untuk menyusun standar kelulusan mahasiswa, pelaksanaannya tetap harus akuntabel dan bertanggung jawab.Menurut Nizam, jika misi perguruan tinggi sebagai universitas riset, tentu harus memastikan riset yang menghasilkan publikasi ilmiah berkualitas. Jika ada yang ingin menjadi entrepreneurial university, mengembangkan penemuan-penemuan yang dapat dihilirisasi menjadi penting. Bentuknya bisa hak kekayaan intelektual, paten, formula, atau dokumen.
Karakter Relevan
Direktur Pembelajaran dan Kemahasiswaan, Kemendikbudristrek Sri Suning Kusumawardani mengatakan kuliah bukan sekedar untuk ijazah. Perkembangan zaman menuntut lulusan perguruan tinggi memiliki kompetensi dan karakter yang relevan.
“Harus ada nilai tambah yang diraih mahasiswa. Keragaman proses harus dikembangkan selama berkontribusi untuk memerdekakan potensi mahasiswa,” ujarnya.
Baca juga : Perguruan Tinggi Jamin Mutu Lulusan Sarjana Sebelum Merdeka Belajar Kampus Merdeka yang memberi ruang bagi mahasiswa belajar di luar ruang kelas secara riil, bahkan langsung di dunia kerja, kuliah lebih untuk mengejar gelar dan mencetak sarjana. “Tapi sekarang untuk menyiapkan manusia dewasa yang produktif dan berakhlak mulia yang siap bekerja, memiliki idealisme, dan nilai-nilai,” kata Nizam.
SUCIPTO UNTUK KOMPAS
Suasana Upacara Wisuda Sarjana Reguler dan Sarjana Kelas Internasional Universitas Indonesia pada Jumat, (31/8/2018) di Depok.
Sebelumnya, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim mengakui pemerintah yang terlalu kaku mengatur perguruan tinggi. Hal ini didorong rasa tidak percaya, sehingga membuat satu standar yang teknis yang dalam implementasinya justru membelenggu ruang gerak perguruan tinggi unutk berinovasi dan lincah.
Secara terpisah, Guru Besar Universitas Indonesia Rhenald Kasali mengatakan kmapus perlu mengenal pendekatan Outcome Based Education (OBE). Pendekatan ini menekankan bahwa ilmu dan pendidikan di kampus harus melampaui sekadar hafalan. Tetapi juga harus mampu diaplikasikan dan dipraktikkan dalam menciptakan sesuatu yang baru.
Perkenalan terhadap OBE, menurut Rhenald Kasali seharusnya bukanlah hal baru. Karena sejak tahun 1930 konsep OBE mulai diperbincangkan. Sehingga sudah menjadi sebuah keharusan bagi kampus untuk segera melakukan transformasi.
Menurutnya pendidikan bukan hanya tentang penyerapan informasi, melainkan juga tentang memberdayakan individu untuk menjadi pencipta, inovator, dan pemimpin dalam menciptakan ilmu yang bermanfaat bagi perkembangan bangsa dan dunia.
NINO CITRA ANUGRAHANTO
Para peserta peluncuran KKN-PPM UGM Daring Periode II sedang mengikuti pelepasan virtual mahasiswa KKN-PPM UGM Daring, di Balai Senat UGM, Yogyakarta, Senin (29/6/2020)