Perguruan Tinggi Jamin Mutu Lulusan Sarjana
Perguruan tinggi mengapresiasi kebijakan untuk tidak wajib skripsi, tesis, ataupun disertasi. Inovasi tugas akhir bentuk lain siap dikembangkan dengan tetap menjamin standar kompetensi lulusan.
JAKARTA, KOMPAS — Adanya standar nasional pendidikan tinggi tahun 2023 yang tak lagi mewajibkan mahasiswa mengerjakan skripsi, tesis, dan disertasi membuka peluang bagi tiap perguruan tinggi untuk berinovasi. Perguruan tinggi punya kebebasan untuk menetapkan standar kompetensi lulusan mahasiswa.
Aturan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 53 Tentang Penjaminan Mutu Pendidikan. Dalam peraturan tersebut ada sejumlah pasal yang menegaskan bahwa skripsi, tesis, dan disertasi hanya salah satu bentuk tugas akhir. Perguruan tinggi juga dapat memberikan pilihan bentuk lain sebagai tugas akhir.
Aturan juga menyebutkan mahasiswa pascasarjana tak lagi punya kewajiban membuat karya ilmiah di jurnal bereputasi nasional dan internasional.
Baca juga: Skripsi Tidak Lagi Wajib bagi Mahasiswa
Rektor Universitas Andalas, Padang, Sumatera Barat, Yuliandri mengatakan transformasi Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SN Dikti) menjadi rujukan bagi tiap perguruan tinggi untuk berinovasi mengembangkan standar perguruan tinggi di atas standar nasional. Hal itu disampaikan Yuliandri saat dihubungi dari Jakarta, Kamis (31/8/2023).
Terkait standar kompetensi lulusan (SKL), perguruan tinggi harus memastikan integrasi dari sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Apa pun bentuk tugas akhir yang ditetapkan harus memastikan ketiga komponen SKL ini terpenuhi. Dengan cara itu diharapkan dapat menghasilkan sumber daya manusia unggul.
”Di kampus kami, terutama setelah berlaku program Merdeka Belajar Kampus Merdeka, program studi memberikan pilihan tugas akhir bagi mahasiswa. Jadi, bentuk lain selain skripsi sudah ada di program pendidikan tertentu,” ujar Yuliandri.
Fleksibilitas tugas akhir yang sudah dijalankan sejumlah program pendidikan di Universitas Andalas belum ditetapkan secara formal dalam aturan di perguruan tinggi. ”Kami mengapresiasi terobosan atau inovasi dari Kemendikbudristek yang memberi ruang lebih merdeka bagi perguruan tinggi," tuturnya.
" Prinsip kami, program yang sudah baik akan kami tetap pertahankan, seperti skripsi, tesis, dan disertasi. Namun, terbuka juga inovasi untuk merumuskan bentuk tugas akhir lain selama tetap memastikan integrasi sikap, pengetahuan, dan keterampilan lulusan,” ucap Yuliandri.
Perlu dirumuskan
Hal senada disampaikan Rektor Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, Marwan. Adanya ruang merdeka bagi tiap perguruan tinggi untuk memberikan tugas akhir dalam bentuk lain selain yang konvensional harus bisa dirumuskan ke dalam program akademik.
Menurut Marwan, sebelum aturan terbit, ada program pendidikan yang mengakui kreativitas mahasiswa yang menjadi juara di tingkat nasional sebagai tugas akhir. Demikian juga jika ada mahasiswa yang mengikuti konferensi internasional, ada program studi yang merekognisi setara dengan tugas akhir skripsi enam satuan kredit semester.
”Pelaksanaan MBKM (Merdeka Belajar Kampus Merdeka) yang mengakui 20 SKS bisa dimasukkan sebagai tugas akhir. Mahasiswa tinggal membuat laporan. Dalam praktiknya sudah ada yang tidak wajib skripsi. Sekarang tinggal mengadopsi kebijakan ini ke dalam program akademik dengan membuat dokumen akademik yang baru,” ungkap Marwan.
Baca juga: Standar Nasional Pendidikan Tinggi Disederhanakan
Sebagai contoh sejak tahun 2016 ada pedoman akademik bahwa program kreativitas mahasiswa yang berisi kompetisi karya ilmiah bisa diakui sebagai tugas akhir.
”Namun, untuk rekognisi bentuk lain selain skripsi belum seluas setelah pelaksanaan MBKM. Sekarang, kan, di MBKM mahasiswa bisa melakukan proyek. Jadi, kami tinggal membuat pedoman yang lebih jelas lagi,” kata Marwan.
Secara terpisah, Rektor Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Mohammad Nasih mengutarakan, adanya pilihan tugas akhir dapat mendorong mahasiswa bisa menyelesaikan studi sesuai dengan minat dan keahlian.
”Skripsi akan tetap ada, mahasiswa diberikan pilihan lain mau proyek silakan, prototipe silakan. Lebih dari itu kami juga sudah memberikan ruang yang cukup luas bagi mahasiswa untuk lulus dari jalan mana pun,” kata Nasih.
Saat ini, Unair tengah menggarap skema ujian skripsi dengan menghadirkan para praktisi di bidangnya. Menurut rencana, Unair akan menerapkan skema ini pada tahun depan.
Orisinalitas menjadi bagian yang tidak bisa ditawar. Tidak boleh plagiasi karya orang lain.
”Kalau sidang skripsi nantinya tidak hanya diuji oleh dosen, tetapi juga praktisi. Mahasiswa tidak hanya dinilai bagaimana cara dia menjawab, tetapi juga bagaimana cara berkomunikasi. Hal ini bertujuan untuk melatih mereka sebelum terjun bekerja,” ujar Nasih.
Unair telah menerapkan opsi lain pengganti skripsi sebagai syarat kelulusan yaitu berprestasi pada ajang Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (Pimnas). Dalam tugas akhir bentuk prototipe maupun proyek ide mahasiswa harus orisinal.
”Orisinalitas menjadi bagian yang tidak bisa ditawar. Tidak boleh plagiasi karya orang lain. Mekanisme mengenai standardisasi orisinalitas karya perlu disiapkan untuk mendukung kebijakan baru ini,” kata Nasih.
Cara yang bisa dilakukan untuk menguji orisinalitas adalah dengan melakukan publikasi. “Bentuk paling tepat untuk menguji orisinalitas tesis dan disertasi adalah melakukan publikasi. Jadi harus melakukan publikasi agar masyarakat bisa menilai,” ujar Nasih.
Aurel Hutagaol, mahasiswa S-1 jurusan Teknik Industri Pertanian IPB University, baru menuntaskan tugas akhir nonskripsi disebut capstone project, yang dinamakan proyek desain utama agroindustri. "Tidak semua prodi di IPB memakai capstone project," tuturnya.
Pengerjaan proyeknya per kelompok. Laporan tertulis dibuat dua versi, yakni laporan kelompok dan laporan individu. ”Targetnya untuk memenuhi kebutuhan mitra. Kelompok saya bekerja sama dengan mitra Perum Bulog. Kami melewati lima milestone, mulai dari seminar hasil hingga terakhir sidang akhir,” kata Aurel.
Pascasarjana
BerdasarkanSN Dikti, tugas akhir program pascasarjana wajib ada. Namun, bentuknya tidak harus tesis atau disertasi. Setiap perguruan tinggi punya kebebasan menentukan bentuk tugas akhir untuk program pascasarjana.
Aturan itu juga menghapuskan kewajiban publikasi di jurnal ilmiah terindeks Sinta (Science and Technology Index dari Kemendikbudristek) untuk program magister dan terindeks Scopus atau Web of Science (WOS) untuk program doktor.
Marwan mengatakan, sebagai PTN badan hukum yang terus mengejar reputasi universitas kelas dunia (world class university), memiliki publikasi ilmiah sangat penting untuk perguruan tinggi.
”Perguruan tinggi kan bisa menetapkan standar pendidikan tinggi di atas standar nasional. 'Kami berkomitmen ingin menghasilkan lulusan yang standarnya lebih tinggi dari nasional,” ujarnya.
Marwan menilai, ketika program pascasarjana memilih mewajibkan adanya publikasi di jurnal ilmiah, berarti standar yang ditetapkan melampaui SN Dikti.
“Perguruan tinggi boleh menetapkan standar tambahan. Sesuai dengan visi kami yang ingin go international, publikasi penting dan mahasiswa bisa riset. Output-nya ya publikasi di jurnal ilmiah,” kata Marwan.
Baca juga : Publikasi Ilmiah dan Kebijakan Publik
Tanti S, mahasiswa program doktor di salah satu PTS, menyambut baik aturan tidak wajib publikasi ilmiah di jurnal ilmiah internasional.
“Pembuatan artikel ilmiah terindeks Scopus atau WOS amat membebani mahasiswa. Makanya banyak yang selesai lebih dari empat tahun karena biaya mahal, review lama karena bersaing dengan ribuan peneliti dari mancanegara. Tapi, harus dibuat agar bisa ikut sidang tertutup,” ujarnya.
Menurut Tanti, ada juga jurnal ilmiah gratis, namun prosesnya memakan waktu lama. ”Makanya dengan keluarnya permendikburistek terbaru bahwa tak perlu publikasi di Scopus/WOS, kami lega agar bisa fokus di riset disertasi , karena yang ini saja sudah amat sulit,” kata Tanti yang berkutat di tahap proposal.
Tanti yang mengambil program studi manajemen mengatakan mahasiswa wajib publikasi di jurnal terindeks Sinta dan Scopus. ”Nah yang terindeks Sinta aku sudah beres, tapi yang Scopus menunggu disertasinya,” kata Tanti.