Gempa M 7,1 di Utara Pulau Lombok, Tidak Memicu Tsunami
Gempa M 7,1 terjadi di laut sebelah utara Pulau Lombok. Gempa ini bersumber dalam dan tidak memicu tsunami.
Oleh
AHMAD ARIF
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Gempa berkekuatan M 7,1 terjadi di laut, sekitar 163 kilometer timur laut Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat, pada Selasa (29/8/2023) pukul 02.55 WIB. Gempa memiliki sumber dalam dan tidak menimbulkan tsunami.
Berdasarkan laporan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, episenter gempa M 7,1 ini pada koordinat 6,94 derajat Lintang Selatan dan 116,57 derajat Bujur Timur. Sementara hiposenter gempa di kedalaman 525 km. Laporan ini sekaligus mengoreksi informasi cepat yang dirilis BMKG sesaat setelah gempa yang menyebutkan kekuatan episenter mencapai M 7,4 dengan hiposenter di kedalaman 10 km.
”Hasil pemodelan menunjukkan bahwa gempa bumi ini tidak berpotensi tsunami,” kata Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono.
Hingga saat ini belum ada laporan dampak kerusakan yang ditimbulkan akibat gempa bumi tersebut.
Hingga pukul 03.22, menurut data BMKG, adanya dua aktivitas gempa susulan dengan M 6,1 dan M 6,5.
Mekanisme gempa
Daryono mengatakan, berdasarkan lokasi episenter dan kedalaman hiposenternya, gempa bumi yang terjadi merupakan jenis gempa bumi dalam (deep focus). ”Gempa dipicu aktivitas slab pull (tarikan extensional Lempeng Australia ke bawah) pengaruh gaya gravitasi. Hasil analisis mekanisme sumber menunjukkan bahwa gempa memiliki mekanisme pergerakan kombinasi pergerakan mendatar turun (oblique normal),” katanya.
Gempa ini dirasakan di Kuta, Bali, dengan skala intensitas V MMI. Dengan intensitas ini, getaran dirasakan hampir semua penduduk. Sementara di Gianyar, Denpasar, Waingapu, Lombok, dan Sumbawa intensitas guncangan mencapai VI MMI.
Di Karangkates intensitasnya mencapai III-IV MMI, sementara di Banjarmasin, Kuta Selatan, Tabanan III MMI, dan Trenggalek II III MMI. Hingga saat ini belum ada laporan dampak kerusakan yang ditimbulkan akibat gempa bumi tersebut.
Pergerakan Lempeng Indo-Australia ke arah Lempeng Eurasia pertama kali di estimasi melalui penelitian sistem pemosisian global (GPS) pada tahun 1989, yang menunjukkan gerakan relatif Pulau Christmas yang berada di Lempeng Indo-Australia terhadap Jawa bagian barat yang berada di lempeng Eurasia lebih kurang 6,7-7 milimeter per tahun.
Hal ini menyebabkan Jawa hingga Nusa Tenggara Timur rentan mengalami gempa. Gempa dari lengan lempeng dengan sumber yang dalam umumnya dirasakan dalam wilayah yang luas. Namun, dampaknya di permukaan relatif kecil.