Aturan Turunan UU Kesehatan Ditargetkan Rampung September 2023
Undang-Undang "Omnibus" Kesehatan telah disahkan pada 8 Agustus 2023. Aturan pelaksanaan dari undang-undang tersebut ditargetkan selesai pada September 2023.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan yang diundangkan pada 8 Agustus 2023 mengamanatkan 100 peraturan pemerintah, dua peraturan presiden, dan lima keputusan menteri kesehatan sebagai peraturan pelaksana. Proses pembahasan dari aturan tersebut dikebut dan ditargetkan bisa segera tuntas.
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi mengatakan, aturan turunan dari Undang-Undang Kesehatan, khususnya terkait rancangan peraturan pemerintah dan rancangan peraturan presiden, ditargetkan bisa rampung pada September 2023.
Prioritas aturan turunan yang akan selesai dibahas, yaitu satu Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Peraturan Pelaksanaan UU Kesehatan, dua rancangan peraturan presiden, dan lima rancangan peraturan menteri kesehatan. Diharapkan, aturan turunan tersebut bisa memperkuat implementasi dari undang-undang tersebut.
”September ini ditargetkan (aturan turunan) bisa selesai. Masalahnya kita masih menunggu izin prakarsa sehingga bisa segera kita susun (aturan turunan),” katanya saat dihubungi, di Jakarta, Selasa (29/8/2023).
Nadia menambahkan, sosialisasi terkait dengan Undang-Undang Kesehatan yang baru telah dilakukan melalui seminar daring yang terbuka untuk umum. Sosialisasi di rumah sakit-rumah sakit juga telah dilakukan secara internal. Meski begitu, sosialisasi yang lebih masif akan dilakukan setelah naskah resmi Undang-Undang Kesehatan diterima oleh Kementerian Kesehatan.
”Jika sudah ada naskah resmi, kami baru lakukan tahapan berikutnya dengan sosialisasi sekaligus public hearing (konsultasi publik) terkait apa saja yang diperlukan sebagai tindak lanjut dari UU Kesehatan,” ucapnya.
Rancangan Peraturan Pemerintah yang disiapkan sebagai peraturan pelaksana dari UU Kesehatan, antara lain mengenai Peraturan Pelaksana UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Sementara dua rancangan peraturan presiden yang disiapkan mengenai sistem kesehatan nasional serta koordinasi dan sinkronisasi penguatan sistem kesehatan.
Adapun lima rancangan peraturan menteri kesehatan yang disiapkan, yakni mengenai sistem rujukan pelayanan kesehatan perseorangan, imunisasi, keselamatan pasien, standar pelayanan tenaga medis dan tenaga kesehatan, serta persetujuan tindakan pelayanan kesehatan.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan yang disusun dengan metode Omnibus Law ini mencabut 11 undang-undang.
Hal itu meliputi, antara lain, UU tentang Ordonansi Obat Keras, UU Wabah Penyakit Menular, UU Praktik Kedokteran, UU Kesehatan, UU Rumah Sakit, UU tentang Pendidikan Kedokteran, dan UU Kesehatan Jiwa. Selain itu undang-undang lain yang dicabut, yakni UU tentang Tenaga Kesehatan, UU tentang Keperawatan, UU tentang Kekarantinaan Kesehatan, dan UU tentang Kebidanan.
UU Kesehatan yang disusun dengan metode Omnibus Law memang cenderung akan ”gemuk”. Itu sebabnya, bab serta pasal yang terkandung di dalam undang-undang tersebut cukup banyak.
Sebelumnya, Staf Ahli Bidang Hukum Kesehatan Kementerian Kesehatan Sundoyo dalam kegiatan sosialisasi penyelenggaraan kesehatan pascapengesahan UU No 17/2023 menuturkan, UU Kesehatan yang disusun dengan metode Omnibus Law cenderung akan ”gemuk”. Itu sebabnya, bab serta pasal yang terkandung di dalam undang-undang tersebut cukup banyak. Setidaknya, ada 20 bab dan 458 pasal pada UU Kesehatan yang baru disahkan ini.
Tumpang tindih
Pemilihan metode omnibus yang digunakan dalam penyusunan UU Kesehatan yang baru untuk menghilangkan tumpang tindih antar aturan perundang-undangan terkait. Sebagai contoh, undang-undang sebelumnya yang mengatur mengenai tenaga kesehatan meliputi, UU tentang Praktik Kedokteran, UU No 36/2017 tentang Kesehatan, UU tentang Keperawatan, dan UU tentang Kebidanan.
”Kalau melihat secara umum, peraturan mengenai tenaga kesehatan itu mengatur tentang pendidikan, sertifikasi, registrasi dan lisensi, kompetensi, kewenangan dan pendayagunaan, serta menjaga mutu dan kompetensi. Semua UU tadi itu hampir sama sehingga terjadi tumpah tindih,” tuturnya.
Maka dari itu, perubahan pada aturan yang berlaku tersebut perlu dilakukan. Metode omnibus dinilai menjadi pilihan tepat agar perubahan yang dilakukan bisa lebih efisien. Selain itu, pemilihan metode omnibus diharapkan bisa sekaligus menghilangkan ego sektoral yang selama ini muncul dari berbagai peraturan perundang-undangan.