Tenaga Teknis Honorer Tuntut Reformulasi PPPK yang Lebih Adil
Perjuangan ribuan tenaga teknis honorer pada seleksi PPPK tahun 2022 belum berhenti. Pemerintah dituntut adil dalam menyusun reformulasi yang mencakup semua peserta. Hal ini untuk mendukung ASN berkualitas.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kebijakan reformulasi yang selama beberapa bulan terakhir dinanti ribuan peserta seleksi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja atau PPPK Tenaga Teknis 2022 akhirnya dikeluarkan pemerintah. Namun, reformulasi dinilai tidak adil karena tidak berpihak kepada semua peserta yang ikut tes.
Aturan itu dinilai hanya diprioritaskan untuk eks tenaga honorer atau THK II (peserta non-aparatur sipil negara) yang terakhir memang bekerja di instansi yang dilamarnya. Padahal, perekrutan PPPK tenaga teknis tahun 2022 juga dibuka bagi kalangan profesional. Selain itu, tenaga teknis honorer juga bisa melamar formasi PPPK lintas instansi apabila di instasi pemerintahan tempat bekerja tidak membuka formasi.
Wakil Ketua Umum Persatuan Tenaga Teknis Indonesia (PTTI) M Lutfi, Sabtu (24/8/2023), mengatakan, setelah mempelajari diktum ketiga dan keempat reformulasi yang dibuat Kemenpan dan RB terkait PPPK tenaga teknis, ia menilai bahwa isinya kontradiktif dengan apa yang disampaikan Menteri PAN dan RB Abdullah Azwar Anas yang menyatakan kebijakan reformulasi ini dilakukan dengan tetap menjaga kualitas dan keadilan dalam seleksi PPPK.
“Jika nilai ambang batas ditentukan berdasarkan nilai terendah, tentunya ASN yang diterima perlu dipertanyakan kualitasnya karena tidak ada penyesuaian nilai ambang batas yang dijadikan standar. Bagi peserta yang memiliki nilai jeblok bisa dapat formasi asalkan dia merupakan eks THK-II dan non-ASN. Ironisnya, mereka bisa menyingkirkan peserta umum/swasta dan peserta non-ASN lintas instansi pemerintah yang memiliki peringkat terbaik,” papar Lutfi.
Azwar Anas pada awal Agustus lalu menjelaskan, reformulasi nilai ambang batas seleksi kompetensi teknis ditetapkan berdasarkan nilai terendah pada jabatan yang sama. Ini berlaku terhadap formasi yang belum terpenuhi atau pelamarnya tidak memenuhi nilai ambang batas.
Artinya, jika formasi sudah terisi, tidak bisa digantikan oleh nilai di bawahnya. Optimalisasi pengisian kebutuhan jabatan ini dilakukan bagi peserta eks THK-II (dibayar non-APBD/APBN) atau peserta non-ASN sebagai bentuk afirmasi pengabdian.
Hal itu berdasarkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 571 Tahun 2023 tentang Optimalisasi Pengisian Kebutuhan Jabatan Fungsional Teknis pada Pengadaan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja Tahun Anggaran 2022.
”Jika kebijakan reformulasi ini hanya berpihak pada peserta eks THK-II dan non-ASN instansi pemerintah, harusnya dari awal seleksi ini tidak dibuka untuk peserta umum/swasta. PTTI merasa kebijakan ini sangat tidak adil dan mencederai sila ke-5 Pancasila, di mana harusnya peserta umum/swasta juga mendapatkan hak yang sama dalam kebijakan reformulasi bukannya malah dianak-tirikan,” kata Lutfi.
Sekretaris Jenderal PTTI Fikri Ardiyansyah mengatakan, pada diktum ketiga disebutkan bahwa reformulasi nilai ambang batas seleksi kompetensi teknis ditetapkan berdasarkan nilai terendah pada jabatan yang sama yang formasinya belum terpenuhi.
Sementara pada diktum keempat disebutkan bahwa optimalisasi pengisian jabatan dilakukan bagi peserta eks THK-II atau peserta non-ASN instansi pemerintah.
Demikian juga penjabaran pada diktum keenam di mana non-ASN yang dimaksud adalah peserta yang memiliki riwayat kerja terakhir di instansi pemerintah yang dilamarnya pada seleksi PPPK Teknis 2022.
Hal ini dikarenakan tidak semua instansi pemerintah membuka lowongan PPPK teknis 2022 sehingga para peserta honorer terpaksa melamar lintas Instansi. ”Hal ini dirasa sangat tidak adil mengingat mereka juga telah mengabdi lama di pemerintahan,” ujar Fikri.
Kesempatan yang sama
Fikri menjelaskan banyak masukan dari peserta tes PPPK Teknis 2022 agar peserta non-ASN lintas instansi yang terdata di Badan Kepegawaian Negara dan pelamar swasta yang masuk dalam peringkat terbaik mendapatkan hak dan kesempatan yang sama, yaitu reformulasi sebagaimana yang didapatkan eks THK II dan non-ASN yang bekerja di instansi pemerintah yang dilamar, terutama afirmasi pengabdian.
”Kami berharap tidak ada diskriminasi terhadap peserta di luar instansi pemerintah. Tentu tidak logis apabila peserta dengan nilai rendah langsung menggantikan peserta dengan nilai dan peringkat tertinggi tanpa aturan nilai ambang batas yang jelas,” tutur Fikri.
Jika merunut dari rentetan kegiatan awal pelaksanaan perekrutan PPPK Teknis 2022, seleksi sudah dibuka untuk semua kalangan profesional. Sebagaimana tercantum dalam pengumuman pembukaan seleksi PPPK Teknis 2022, disyaratkan pengalaman paling singkat dua tahun di bidang yang dilamar.
Hal itu dibuktikan dengan surat keterangan pengalaman kerja yang ditandatangani oleh pejabat pimpinan tinggi pratama yang membidangi sumber daya manusia bagi pelamar. Ini berlaku bagi pelamar yang memiliki pengalaman bekerja di instansi pemerintah.
Bisa juga ditandatangani oleh direktur/kepala divisi yang membidangi sumber daya manusia, bagi pelamar yang memiliki pengalaman bekerja pada perusahaan swasta/lembaga swadaya nonpemerintah/yayasan.
”Itulah mengapa penting bagi Kemenpan dan RB untuk melibatkan semua latar belakang dari pelamar PPPK Teknis 2022 dalam reformulasi ini agar memenuhi asas keadilan,” kata Fikri menegaskan.
Tim pengolahan data PTTI juga mengkritisi data kelulusan yang disajikan pihak Kementerian PAN dan RB pada saat rapat koordinasi Persiapan Pengadaan ASN Tahun 2023 di Jakarta pada Rabu (3/8/2023). PPPK teknis yang dinyatakan lulus sebanyak 51.687 orang (46,8 persen). Setelah reformulasi kenaikan kelulusan PPPK teknis menjadi 69,60 persen atau sebanyak 76.867 orang.
Kenaikan tingkat kelulusan sekitar 22,8 persen ini dipertanyakan. ”Kenaikan kelulusan pascareformulasi ini belum optimal karena terdapat 30 persen formasi yang terancam masih kosong,” ujar Fikri.
Menurut Fikri, PTTI berharap pemerintah lewat Menteri PAN dan RB mengkaji ulang kebijakan reformulasi tersebut agar lebih berkeadilan bagi seluruh kalangan, baik itu eks THK II, non-ASN instansi pemerintah, maupun swasta. Selain itu, optimalisasi formasi agar dimaksimalkan sehingga formasi bisa terisi seluruhnya.
”Kebijakan reformulasi harusnya lebih ditekankan pada obyek atau formulanya, bukan pada subyek atau pesertanya.” Kata Fikri.