Anggaran Pendidikan Rp 660,8 Triliun, Optimalkan untuk Meningkatkan Kompetensi Guru
Presiden Joko Widodo menyebut peningkatan kualitas SDM Indonesia ditekankan pada peningkatan kompetensi guru. Hal ini membutuhkan alokasi anggaran dan program khusus agar lebih tepat sasaran.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah menyiapkan anggaran pendidikan sebesar Rp 660, 8 triliun dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2024. Anggaran besar itu diharapkan dioptimalkan untuk meningkatkan kompetensi guru dan memangkas disparitas kualitas pendidikan.
Anggaran pendidikan tahun depan yang setara dengan 20 persen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tersebut disampaikan Presiden Joko Widodo dalam pidato kenegaraan Rancangan Undang-Undang APBN Tahun Anggaran 2024 beserta nota keuangannya di Gedung Nusantara MPR/DPR/DPD, Jakarta, Rabu (16/8/2023). Anggaran itu digunakan untuk mewujudkan sumber daya manusia (SDM) unggul, berintegritas, dan berdaya saing.
Anggaran itu tecermin dari alokasi belanja pemerintah pusat sekitar Rp 237,3 triliun, transfer ke daerah Rp 346,6 triliun, dan pembiayaan investasi Rp 77 triliun. Menurut Presiden, upaya peningkatan kualitas SDM Indonesia ditekankan pada peningkatan kompetensi guru dan tenaga kependidikan. Selain itu, pemerataan kualitas pendidikan diwujudkan dengan meningkatkan kualitas sarana dan prasarana penunjang kegiatan pendidikan di daerah tertinggal, terluar, dan terdepan atau 3T.
Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia (IGI) Danang Hidayatullah mengatakan, pernyataan Presiden tersebut merupakan sinyal pada sejumlah pihak untuk bergotong royong meningkatkan kompetensi guru. Oleh karenanya, sinyal ini seharusnya ditindaklanjuti oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) dan pemerintah daerah dalam menyusun program yang lebih spesifik guna meningkatkan kompetensi guru secara berkelanjutan.
”Kami mendorong ada alokasi anggaran khusus untuk peningkatan kompetensi guru. Sebab, anggaran (pendidikan) 20 persen (dari APBN) sudah dipakai ke mana-mana,” ujarnya, Kamis (17/8/2023).
Alokasi anggaran dan program khusus diperlukan agar upaya peningkatan kompetensi guru lebih tepat sasaran, baik kompetensi menyangkut aspek kepribadian, pedagogik, sosial, maupun profesional.
”Peningkatan kompetensi guru diharapkan tidak berhenti di tempat, tetapi berkesinambungan dan konsisten. Program Organisasi Penggerak, misalnya, selesai tiga tahun. Di tahun keempat, tidak semua dinas (pendidikan) mendukung,” ucapnya.
Menurut Danang, peningkatan kompetensi guru perlu melibatkan organisasi profesi guru. Sebab, organisasi profesi memiliki data guru-guru yang perlu dilatih dan kebutuhan materi pelatihannya.
Anggaran itu tercermin dari alokasi belanja pemerintah pusat sekitar Rp 237,3 triliun, transfer ke daerah Rp 346,6 triliun, dan pembiayaan investasi Rp 77 triliun. Menurut Presiden, upaya peningkatan kualitas SDM Indonesia ditekankan pada peningkatan kompetensi guru dan tenaga kependidikan.
”Disparitas pendidikan antardaerah masih terus terjadi. Untuk itu, kompetensi guru di daerah 3T harus ditingkatkan. Bukan untuk menyamaratakan, tetapi sesuai kebutuhan daerah masing-masing,” jelasnya.
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim mengatakan, pihaknya berkomitmen meningkatkan kualitas dan kesejahteraan guru. Program seleksi guru aparatur sipil negara berstatus pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (ASN PPPK) juga terus diselenggarakan dengan melibatkan kolaborasi lintas kementerian dan lembaga serta pemerintah daerah.
”Berkat gotong royong ini, kita berhasil mencetak rekor dengan merekrut 544.000 guru ASN PPPK, dan jumlah ini akan terus meningkat sampai tercapai target satu juta guru diangkat sebagai ASN PPPK,” ujarnya saat menyampaikan pidato sambutan pada perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) Ke-78 RI di Kemendikbudristek.
Nadiem menyebutkan, kolaborasi dalam menghadirkan transformasi telah melahirkan banyak perubahan dalam perjalanan dunia pendidikan di Tanah Air. Melalui Kurikulum Merdeka, para peserta didik dan guru merasakan keleluasaan dalam belajar dan mengajar.
”Kemerdekaan tersebut sudah dirasakan di lebih dari 250.000 satuan pendidikan di seluruh Indonesia. Hal tersebut didukung dengan gerakan transisi PAUD (pendidikan anak usia dini) ke SD (sekolah dasar) yang menyenangkan, di mana anak-anak kita mendapatkan kemerdekaan yang lebih besar untuk mengembangkan kemampuan fondasional,” jelasnya.
Dua pekerjaan rumah
Ketua Departemen Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) Sumardiansyah Perdana Kusuma menyebutkan, masih terdapat dua pekerjaan rumah besar di bidang pendidikan yang harus segera diselesaikan oleh pemerintah. Hal ini mengakibatkan nasib dua kelompok pendidikan terombang-ambing dalam ketidakpastian.
Kelompok pertama adalah yang menantikan penuntasan guru honorer, kontrak, pegawai tidak tetap (PTT), dan non-ASN untuk beralih menjadi ASN PPPK. Sebagai solusi jangka pendek, pihaknya meminta agar antrean pelamar prioritas 1 sampai prioritas 4 yang sudah lulus ambang batas langsung diangkat sebagai ASN PPPK paling lambat pada 2024.
”Solusi jangka panjangnya kami mendorong agar RUU ASN segera disahkan dengan mengakomodasi para guru dan tenaga kependidikan yang masih kategori honorer, kontrak, ataupun PTT non-ASN yang sudah bekerja minimal 10 tahun berturut-turut bisa langsung diangkat sebagai ASN PPPK,” ucapnya.
Kelompok kedua adalah penuntasan 1,6 juta guru untuk memperoleh sertifikat pendidik sebagai legal formal guru profesional. Sumardiansyah menyampaikan, berdasarkan UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, 10 tahun sejak berlakunya UU tersebut seluruh guru dalam jabatan seharusnya sudah tersertifikasi.
”Seharusnya pada 2015 program sertifikasi bagi guru dalam jabatan sudah selesai. Namun, faktanya sampai 2023 masih ada antrean 1,6 juta guru yang belum tersertifikasi,” ujarnya.