Hujan Meteor Perseids, Bola-bola Api dari Langit Utara
Minggu dan Senin (14/8/2023) dini hari akan jadi puncak hujan meteor Perseids di Indonesia. Ini adalah salah satu hujan meteor terbaik di 2023. Jika punya kesempatan, buktikan sekali seumur hidup, indahnya hujan meteor.
Sejak pertengahan Juli hingga akhir Agustus 2023, bola-bola api dari langit akan kembali menghujani Bumi dalam hujan meteor Perseids. Sepanjang rentang waktu itu, jumlah ”bintang jatuh” akan terus meningkat dan mencapai puncaknya pada Minggu hingga Senin (13-14/8/2023) dini hari waktu Indonesia.
Masyarakat Meteor Amerika (AMS) memperkirakan puncak hujan meteor Perseids akan terjadi Minggu (13/8/2023) pukul 07.58 waktu universal (UT) atau 14.58 WIB. Saat puncak itu terjadi, semua wilayah Indonesia masih siang hari. Karena itu, seperti dikutip dari Time and Date, puncak hujan meteor Perseids di Indonesia akan berlangsung pada Minggu dan Senin dini hari.
Meteor-meteor itu seolah memancar dari wilayah langit atau disebut radian yang ada di dekat rasi Perseus sehingga disebut hujan meteor Perseids. Perseus terletak di arah utara, berdekatan dengan rasi Aries dan Taurus.
Sementara radian Perseids ada di dekat kepala Perseus, pahlawan dalam mitologi Yunani yang diutus Raja Polydectes membunuh dan membawa kepala Medusa, perempuan berambut ular yang mampu mengubah siapa pun yang menatapnya menjadi batu.
Hujan meteor Perseids sejatinya berlangsung sejak 14 Juli 2023 sampai 1 September 2023. Perhitungan Organisasi Meteor Internasional (IMO) dan ahli meteor Jepang, Masahiro Koseki, menyebut dalam rentang waktu itu, jumlah meteor Perseids akan meningkat dan jumlah terbanyak saat puncak diprediksi mencapai 100 meteor per jam.
Baca juga: Bumi dalam Bombardir Meteoroid
Jumlah meteor sebanyak itu hanya terjadi saat puncak hujan meteor dan dalam kondisi langit yang benar-benar ideal, yaitu langit gelap, jauh dari polusi cahaya, termasuk gangguan cahaya Bulan, tidak banyak polutan udara, dan pastinya tidak berawan apalagi mendung.
Radian yang menjadi sumber pancaran meteor-meteor tersebut juga harus berada di zenith atau di atas kepala.
Meteor dalam hujan meteor Perseids melesat di atas langit Washington DC yang diambil dari Arlington, Virginia, Amerika Serikat, pada 13 Agustus 2015.
”Lokasi terbaik mengamati hujan meteor Perseids adalah di hemisfer atau belahan langit utara. Karena itu, jumlah meteor yang bisa dideteksi di sekitar khatulistiwa, apalagi hemisfer selatan, akan lebih sedikit,” kata peneliti meteor dan asteroid dari Program Studi Astronomi Institut Teknologi Bandung Budi Dermawan, Jumat (11/8/2023).
Karena itu, IMO juga memperkirakan jumlah meteor yang bisa diamati di daerah perdesaan saat puncak hujan meteor Perseids 50-75 buah per jamnya.
Semakin kondisi lingkungan dan posisi radian hujan meteor Perseids jauh dari kondisi ideal, maka potensi melihat hujan meteor pun akan turun. Masyarakat di perkotaan yang penuh dengan cahaya lampu, apalagi sampai langitnya memerah, hampir dipastikan tidak bisa melihat ”bintang jatuh”.
Bahkan, Bill Cooke yang memimpin bagian studi meteoroid di Badan Penerbangan dan Antariksa Nasional Amerika Serikat (NASA) dalam situs NASA, 7 Agustus 2023, menyebut masyarakat perdesaan AS bisa melihat sekitar 40 meteor Perseids per jamnya pada malam puncak hujan meteor hingga sebelum fajar terbit.
”Jumlah itu berarti sekitar satu meteor setiap beberapa menit. Itu tidaklah buruk,” katanya. Makin terang lokasi pengamatan hujan meteor, makin kecil pula jumlah meteor yang bisa teramati.
Di Indonesia jumlahnya bisa lebih kecil lagi. Radian hujan meteor Perseids baru terbit sekitar pukul 00.15 WIB. Makin mendekati fajar, ketinggian radian akan terus naik hingga meningkatkan potensi melihat meteor. Namun, posisi tertinggi radian ini pada Minggu dini hari hanya sekitar 25 derajat yang terjadi bersamaan dengan mulai terbitnya fajar.
Baca juga: Selasa Dini Hari Ini Puncak Hujan Meteor Leonid
Pada Minggu dini hari, Bulan ada dalam fase sabit tua atau dua hari menjelang fase Bulan mati. Saat itu, Bulan di Jakarta baru terbit pukul 03.31 WIB. Sesudah Bulan terbit, dikutip dari EarthSky, 8 Agustus 2023, akan ada 10 persen piringan Bulan bercahaya sehingga mengurangi kemungkinan melihat meteor hingga fajar tiba.
Meski demikian, ketampakan hujan meteor Perseids tahun ini jauh lebih baik dibandingkan hujan meteor Perseids 2022 yang terjadi saat fase Bulan purnama.
Seperti disebut Space, 21 Juli 2023, puncak hujan meteor Perseids tanpa cahaya Bulan pada 2016 adalah hujan meteor Perseids terbaik. Saat itu, 150-200 meteor masuk dan terbakar di atmosfer Bumi setiap jam.
Setelah masa puncak terlewati, jumlah meteoroid atau bahan baku meteor yang masuk dan terbakar di atmosfer Bumi hingga menjadi hujan meteor Perseids akan menurun drastis.
Asal-usul
Saat kita menyaksikan hujan meteor, sebenarnya kita sedang melihat puing-puing komet yang memanas dan terbakar saat memasuki atmosfer Bumi.
Hujan meteor Perseids terjadi saat Bumi dalam perjalanannya memutari Matahari akan melintasi daerah yang pernah dilewati oleh komet 109P/Swift-Tuttle. Komet tersebut ditemukan secara terpisah oleh Lewis Swift pada 16 Juli 1862 dan Horace Tuttle pada 19 Juli 1962.
Makin terang lokasi pengamatan hujan meteor, makin kecil pula jumlah meteor yang bisa teramati.
Komet Swift-Tuttle merupakan salah satu obyek yang diketahui mengelilingi Matahari secara berulang. Inti komet ini memiliki lebar 26 kilometer dan komet butuh 133 tahun untuk satu kali memutari Matahari.
Terakhir kali Swift-Tuttle melintas di dekat Matahari pada Desember 1992 dengan cahaya yang redup dan akan mendekati Matahari lagi pada Juli 2126 yang diprediksi akan menjadi komet terang.
Ketika mendekati Matahari, panas Matahari akan membakar inti komet hingga meninggalkan gas dan debu di lintasan yang dilalui. Tatkala Bumi dalam perjalanan mengelilingi Matahari dan melewati bekas lintasan komet tersebut, maka bulir-bulir debu sisa pembakaran komet itu akan tertarik gravitasi Bumi.
Saat memasuki atmosfer Bumi itu, debu akan bergesekan dengan atmosfer Bumi hingga membuat debu-debu itu terbakar dan menciptakan hujan meteor. Meteoroid atau bahan pembentuk meteor Perseids itu memasuki atmosfer Bumi dengan kecepatan 214.365 km per jam atau 59 km per detik.
Baca juga: Puncak Hujan Meteor Lyrid 21-22 April 2020
Setelah memasuki atmosfer Bumi dan terbakar itulah meteoroid disebut sebagai meteor. Proses gesekan itu membuat suhu meteor Perseids bisa mencapai 1.650 derajat celsius.
Kecepatan dan suhu meteor yang tinggi juga akan memampatkan serta memanaskan udara di depannya. Hal ini mengakibatkan bulir sisa komet tersebut akan terbakar dan menjadi bola api pada ketinggian sekitar 100 kilometer.
Ukuran yang kecil membuat bulir-bulir debu sisa komet itu umumnya akan habis terbakar di udara. Hampir tidak ada meteor Perseids yang pernah tercatat masih tersisa saat sampai di permukaan tanah. Meski demikian, hujan meteor Perseids jadi satu-satunya hujan meteor yang pernah menunda peluncuran wahana antariksa.
Kala itu, 12 Agustus 1993, seperti dikutip dari situs NASA, rencana peluncuran pesawat ulang-alik Discovery dalam misi STS-51 ditunda lagi.
Namun, penundaan untuk kesekian kalinya itu bukan dipicu masalah teknis pada roket peluncur atau pesawat, tetapi adanya kekhawatiran hujan meteor Perseids yang deras akan meningkatkan risiko kerusakan pesawat tersebut saat mengorbit Bumi.
Pengamatan
Di antara hujan meteor-hujan meteor utama selama 2023, hujan meteor Perseids termasuk salah satu hujan meteor terbaik untuk diamati.
Jumlah meteor saat puncak hujan meteor Perseids berada di urutan ketiga, di bawah banyaknya meteor di puncak hujan meteor Quandrantids dan Geminids yang mencapai 120 meteor per jam dan masing-masing terjadi pada 4 Januari dan 14 Desember.
Selain jumlah meteor besar, hujan meteor Perseids indah karena meteor yang terlihat kerap meninggalkan jejak cahaya warna-warni. Tak hanya itu, puncak hujan meteor Perseids terjadi pada musim panas sehingga orang-orang yang mengamatinya berada dalam suhu nyaman dan betah berlama-lama di luar ruangan saat dini hari.
Semua itu membuat hujan meteor Perseids menjadi hujan meteor yang paling disukai di belahan Bumi utara.
Waktu pengamatan hujan meteor terbaik yakni selepas tengah malam hingga terbitnya fajar. Selain karena radian Perseids baru terbit setelah dini hari, rotasi Bumi akan membawa permukaan Bumi yang sedang dini hari menghadap langsung arah aliran puing-puing komet sehingga makin banyak meteoroid yang masuk ke atmosfer Bumi.
Selain waktu tepat, pengamatan hujan meteor Perseids memerlukan lokasi tepat. Meski lokasi terbaik mengamati hujan meteor Perseids ini di belahan Bumi utara, masyarakat Indonesia yang ada di khatulistiwa tetap bisa menyaksikannya meski jumlah meteor yang diamati akan berkurang dari jumlah ideal.
Pengamatan ini juga memerlukan tempat yang pas, yaitu daerah dengan medan pandang ke arah utara langit yang bebas dari gangguan apa pun, mulai dari bangunan, ranting pohon dan dedaunan, apalagi atap.
Tempat ini juga harus jauh dari polusi cahaya kota. Karena itu, daerah perdesaan, pegunungan, hutan atau persawahan yang jauh dari penerangan kota menjadi tempat pengamatan hujan meteor yang baik.
Namun, mereka yang di pinggir perkotaan juga tetap memiliki kesempatan selama polusi cahaya di daerah tersebut tidak parah dan langit bersih. Meski demikian, karena situasi di tepi kota itu jarang terjadi, mencari tempat yang benar-benar memiliki langit gelap jadi pilihan terbaik.
Terlebih, puncak hujan meteor Perseids kali ini terjadi pada akhir pekan dan malam Minggu sehingga tidak akan terlalu mengganggu mereka yang esoknya harus bekerja atau sekolah.
Karena berada di luar ruangan saat dini hari selama berjam-jam, mereka yang ingin mengamati meteor ini perlu membekali dengan baju hangat atau selimut, kursi malas atau tikar untuk rebahan, hingga makanan dan minuman hangat. Selain itu, perlu bersabar karena bisa jadi di awal dini hari hanya beberapa meteor yang bisa diamati.
Selama menunggu munculnya meteor Perseids, sejumlah benda langit juga bisa diamati. Di selatan rasi Perseus, ada rasi Taurus dengan bintang Aldebaran yang namanya sempat populer di kalangan kaum ibu pencinta sinetron.
Di utara Aldebaran, ada gugus bintang Pleiades atau disebut juga Lintang Kartika (Jawa), Tsuraya (Arab), atau Subaru (Jepang) serta menjadi gugus bintang yang namanya tersebut dalam Al Quran dan hadis sebagai An Najm.
Di sebelah selatan Taurus atau tepat di arah timur, ada rasi Orion yang terkenal dengan bintang Betelgeuse dan Rigel. Di Jawa, rasi Orion disebut sebagai Lintang Waluku.
Dulu, jika rasi ini muncul di timur selepas Matahari terbenam dan mencapai ketinggian tertentu, maka itu menandakan datangnya musim tanam padi di Jawa. Selain itu, untuk planet, ada Yupiter yang terlihat gagah di ketinggian 50-60 derajat.
Jadi mau bergadang demi menyaksikan ”bintang-bintang berjatuhan” dari langit dan membuktikan keindahannya? Meski munculnya meteor-meteor dari langit hampir bersamaan amat menarik, jangan membayangkannya seperti hujan meteor dalam drama remaja Meteor Garden (2001) dengan hujan meteor muncul teratur dan banyak terus-menerus.
Buktikan saja!