Kecerdasan artifisial, mahadata, dan teknologi komputasi merupakan tiga teknologi kunci masa depan yang akan menjadi dasar kemajuan suatu negara. Tiga teknologi kunci masa depan ini menjadi fokus riset di Indonesia.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kecerdasan artifisial, mahadata, dan teknologi komputasi merupakan tiga teknologi kunci masa depan yang akan menjadi dasar kemajuan suatu negara. Tiga teknologi kunci masa depan ini menjadi fokus riset dan pengembangan di Indonesia.
Kepala Pusat Riset Sains Data dan Informasi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Esa Prakasa mengemukakan, transformasi digital dapat digunakan sebagai upaya untuk memanfaatkan sumber daya yang ada di Indonesia secara efisien. Melalui pemanfaatan ini diharapkan bisa mendukung percepatan tujuan pembangunan Indonesia emas 2045.
”Jadi, upaya ini juga didukung dengan peran tiga teknologi kunci, yaitu artificial intelligence (kecerdasan artifisial), big data (mahadata), dan teknologi komputasi untuk melakukan percepatan di bidang transformasi digital,” ujarnya dalam diskusi bertajuk ”Membangun Masa Depan dengan Technology Foresight” di Kantor BRIN, Jakarta, Rabu (9/8/2023).
Menurut Esa, saat ini BRIN turut berkontribusi, salah satunya dengan fokus melakukan riset untuk pengembangan tiga teknologi kunci masa depan tersebut. Lokasi riset teknologi informasi dan komunikasi difokuskan di Kawasan Sains Teknologi (KST) Samaun Samadikun, Bandung, di antaranya untuk berbagai teknologi kecerdasan artifisial dan big data.
Terdapat dua rumah program riset besar dari Organisasi Riset Elektronika dan Informatika BRIN. Pertama ialah terkait dengan pengembangan kendaraan otonom yang sudah dilakukan sejak beberapa tahun lalu. Kedua, rumah program kecerdasan artifisial, mahadata, dan teknologi komputasi, khususnya untuk biodiversitas serta citra satelit.
Esa mengatakan, dari dua rumah program tersebut juga masih terdapat subprogram, seperti keamanan data dan pengembangan monitoring baterai. Kegiatan ini melibatkan berbagai organisasi riset di BRIN dan pihak eksternal, seperti perguruan tinggi dan industri, baik skala atas maupun menengah, yang ada di dalam serta luar negeri.
”Rumah program pertama terkait pengembangan kendaraan listrik sudah dilakukan sejak tahun 2020. Diharapkan pada 2024 sudah bisa mengembangkan prototipe untuk level empat sehingga intervensi dari pengemudi ke kendaraan sudah tidak ada. Dengan menggabungkan berbagai jenis sensor, kendaraan bisa mencari jalan sendiri,” katanya.
Selain itu, Esa menyebut bahwa pengembangan kecerdasan artifisial, mahadata, dan teknologi komputasi untuk biodiversitas serta citra satelit sangat penting. Sebab, selama ini sumber data dari kekayaan biodiversitas Indonesia dan citra satelit, terutama di BRIN, belum sepenuhnya bisa dimanfaatkan dengan optimal untuk berbagai keperluan.
Sementara khusus untuk pemanfaatan citra satelit juga memiliki banyak sekali potensi penggunaan dari bidang meteorologi, oseanografi, perikanan, pertanian, konservasi, geologi, perencanaan wilayah, hingga intelijen. Beberapa di antaranya ialah untuk melakukan identifikasi kawasan kumuh, pemantauan perubahan penggunaan lahan, dan prediksi cuaca.
Esa mengakui, pengembangan teknologi kunci ini masih menemui sejumlah tantangan, khususnya aspek pengumpulan data dari berbagi bidang yang sangat melimpah di Indonesia. Oleh karena itu, target lainnya dari rumah program BRIN ialah bisa mengumpulkan dan mengintegrasikan berbagai macam data yang bisa diaplikasikan untuk pengembangan kecerdasan artifisial ataupun teknologi komputasi.
”Hampir di semua aplikasi, seperti untuk pengelolaan lingkungan atau biodiversitas, di Indonesia masih sangat kekurangan data dasar. Jadi, pengumpulan data dasar ini sangat penting untuk nantinya bisa digunakan untuk pengembangan sistem ke depan,” ujarnya.
Teknologi kuantum
Guru Besar Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung (ITB) Andriyan Bayu Suksmono mengatakan, teknologi kuantum merupakan salah satu perkembangan teknologi yang sangat penting saat ini. Berbagai persoalan kehidupan pun bisa dipecahkan apabila teknologi komputasi kuantum bisa dikuasai dan direalisasikan, seperti untuk mencari rute perjalanan hingga mendukung penemuan berbagai pengobatan.
”Sekarang beberapa perusahaan juga sudah membuat komputer kuantum meskipun belum sempurna. Perkembangan teknologi kuantum juga harus diikuti dan dikejar ketertinggalannya oleh Indonesia,” ucapnya.
Sebagai upaya mempercepat pengembangan teknologi ini, BRIN bersama dengan sejumlah perguruan tinggi, termasuk ITB, sejak tahun lalu telah membentuk Pusat Kolaborasi Riset Teknologi Kuantum 2.0. Kolaborasi ini dapat membuka peluang bagi periset dan akademisi untuk mengikuti perkembangan teknologi kuantum serta berbagai aktivitas risetnya.
Menurut Andriyan, pembuatan komputer kuantum sangat sulit dilakukan. Oleh karena itu, pengembangan teknologi kuantum ini juga memerlukan kolaborasi dari sejumlah pihak, khususnya negara lain yang sudah memiliki kapabilitas, seperti Amerika Serikat atau China.