Inovasi Perempuan Pemimpin Dongkrak Perbaikan Pendidikan
Perempuan pemimpin mampu berinovasi untuk meningkatkan akses pendidikan. Sayangnya, kepemimpinan perempuan di Indonesia masih rendah.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·4 menit baca
Wakil Pemimpin Redaksi Harian Kompas P Tri Agung Kristanto (kiri), Ketua DPR Puan Maharani (tengah), serta Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak I Gusti Ayu Bintang Darmawati (kanan) menghadiri Inspirasi Perempuan Indonesia Fest 2022 di Jakarta, Sabtu (17/12/2022) malam.
JAKARTA, KOMPAS — Dari 556 daerah otonom di Indonesia, jumlah perempuan pemimpin daerah baru 24 orang atau setara 0,04 persen. Ini menunjukkan masih rendahnya kepemimpinan perempuan. Padahal, perempuan pemimpin tercatat mampu berinovasi untuk meningkatkan akses dan mutu pendidikan di daerahnya.
”Keberadaan perempuan pemimpin di jabatan publik, baik jabatan birokrasi maupun politik, perlu ditingkatkan untuk mendorong keterwakilan perempuan yang memiliki kompetensi mengisi jabatan strategis,” ucap Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) I Gusti Ayu Bintang Darmawati, Selasa (8/8/2023), pada webinar bertajuk ”Inovasi Kepemimpinan Perempuan di Sektor Pendidikan di Daerah”.
Walau jumlahnya masih sedikit, kepemimpinan perempuan menunjukkan perubahan positif pada sektor pendidikan di daerah yang dipimpin. Kabupaten Jombang, Jawa Timur, misalnya, mengembangkan muatan lokal keagamaan dan madrasah diniyah di sekolah dasar negeri serta sekolah menengah pertama negeri. Materi muatan lokal itu mencakup, antara lain, akidah, tauhid, fikih, dan pengajaran turats atau Kitab Kuning.
Bupati Jombang Mundjidah Wahab mengatakan, program itu dikembangkan karena sekolah negeri kurang peminat. Masyarakat lebih memilih mendaftarkan anaknya ke madrasah daripada SD atau SMP negeri. Adapun Jombang dijuluki ”Kota Santri” lantaran ada banyak pondok pesantren di sana.
”Walau bukan sekolah madrasah, SD (negeri) pun ada pendidikan agamanya. Sekarang sudah mulai meningkat anak-anak didik yang masuk madrasah diniyah (di sekolah negeri),” kata Mundjidah.
Adapun Pemkot Mojokerto, Jawa Timur, memberikan beasiswa untuk mahasiswa perguruan tinggi negeri berprestasi sebanyak Rp 3,6 juta per semester per orang. Ada 830 mahasiswa yang mengakses beasiswa ini dalam lima tahun terakhir.
Wali Kota Mojokerto Ika Puspitasari menambahkan, untuk memperluas akses pendidikan, pemerintah kota memberikan angkutan sekolah gratis. Anak-anak juga diberi seragam, sepatu, serta alat tulis gratis.
Hal ini sesuai penelitian Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), antara lain di Kabupaten Jombang, Kota Mojokerto, Kabupaten Banyuwangi, dan Kabupaten Tegal. Penelitian mencatat beberapa faktor yang menghambat akses pendidikan. Salah satunya ketidakmampuan orangtua siswa menyediakan kebutuhan dasar bagi siswa baru, seperti seragam.
Adapun Bupati Tegal Umi Azizah mengatakan, kabupatennya meningkatkan angka partisipasi sekolah lewat program Yuh Sekolah Maning. Program menyasar 6.765 anak berusia 7-15 tahun yang putus sekolah. Mereka diberi seragam, alat tulis, tas, dan uang Rp 150.000 per anak per tahun ajaran. Anak-anak juga diberi uang transportasi dan uang saku agar bisa sekolah.
”Kami juga memberikan beasiswa untuk anak-anak dari keluarga tak mampu di SD, MI (madrasah ibtidaiyah), SMP, dan MTs (madrasah tsanawiyah). Kami alokasikan anggaran Rp 10,8 miliar pada 2023 dan Rp 11,3 miliar pada 2024,” ucap Umi.
Capaian para pemimpin daerah tersebut menunjukkan perempuan punya kemampuan yang setara dengan lelaki. Namun, kesempatan menempati posisi sebagai pemimpin belum banyak tersedia.
Menurut Bintang Darmawati, perempuan mesti ditempatkan sebagai subyek pembangunan, bukan obyek. Perempuan juga agar diberi ruang untuk terlibat di pengambilan keputusan. Keterlibatan perempuan juga penting di perencanaan hingga pelaksanaan kebijakan, program, dan anggaran, serta pengawasan implementasinya.
”Saat punya kesempatan untuk sama-sama aktif secara politik dan membuat keputusan serta kebijakan, akan muncul kebijakan-kebijakan yang lebih representatif dan inklusif,” katanya. ”Saya tidak mengesampingkan peran laki-laki karena, bagaimanapun, kemajuan perempuan tak lepas dari partisipasi dan dukungan laki-laki,” tambahnya.
Kemajuan perempuan tak lepas dari partisipasi dan dukungan laki-laki.
Walau demikian, perempuan menghadapi stereotip jender yang kerap menghambat mereka bekerja secara optimal. Bintang mengatakan, perempuan tegas kerap disebut galak. Perempuan yang detail dalam bekerja juga dicap cerewet.
Di sisi lain, perempuan kerap mengemban beban ganda sebagai pencari nafkah dan pengurus rumah tangga. Padahal, pekerjaan rumah tangga tak seharusnya dibebankan sepenuhnya ke perempuan, melainkan dibagi ke seluruh anggota keluarga.
Adapun pekerjaan rumah tangga butuh waktu lama untuk diselesaikan dan itu termasuk jenis pekerjaan yang tidak dibayar. Jika pekerjaan rumah tangga hanya dibebankan kepada perempuan, produktivitas mereka akan terhambat.
Sementara itu, perempuan kerap terhambat stigma sosial dari masyarakat. Jika sibuk bekerja, perempuan rawan dianggap tak mampu mengurus keluarga dan rumah. Jika mengejar gelar pendidikan tinggi, mereka dianggap tak akan beruntung dalam percintaan.
”Dalam berkarier, pendidikan jadi amunisi utama untuk perempuan mengeksplorasi jenjang karier yang lebih baik,” tutur Bintang.