Penyebar Semangat Literasi Nirwan Ahmad Arsuka Berpulang
Raga Nirwan Ahmad Arsuka boleh menghadap Yang Kuasa, tetapi semangat menyebarkan literasi ke pelosok negeri tidak akan pernah berhenti.
Oleh
Stephanus Aranditio
·3 menit baca
Pegiat literasi sekaligus penggagas Pustaka Bergerak, Nirwan Ahmad Arsuka, meninggal dunia dalam usia 55 tahun di Jakarta. Jasanya meningkatkan minat baca bagi masyarakat Indonesia hingga ke pelosok negeri tidak ternilai materi. Jenazahnya, menurut rencana, akan disemayamkan di Makassar, Sulawesi Selatan.
Semangat Pustaka Bergerak berawal dari keresahan Nirwan melihat anak-anak di luar ibu kota Jakarta yang tidak mendapatkan kesempatan pada akses pengetahuan melalui buku dan bacaan yang bermutu. Padahal, mereka tidak kalah pintar dari anak-anak kota dan berpotensi mengembangkan daerahnya dengan kultur yang relevan.
”Kenapa begitu? Karena beruang kutub dan dinosaurus ada buku terjemahannya. Bagus dan visual pula. Sementara soal kuda dan kerbau, kalaupun ada bukunya, tidak menarik karena dikerjakan asal-asalan dan tanpa rasa cinta. Mungkin sekadar memenuhi target saja,” kata Nirwan dalam wawancara kepada Kompas, 19 Desember 2021.
Yang punah, merekalah yang salah membaca. Leluhur kita mempunyai kemampuan membaca dengan literasinya sendiri sehingga mereka mampu bertahan.
Dengan budaya membaca, Nirwan berharap nilai-nilai toleransi dan imajinasi kritis semakin tumbuh di masyarakat. Dengan begitu, kehidupan masyarakat yang damai dan merdeka semakin membawanya mencapai kesejahteraan.
”Yang punah, merekalah yang salah membaca. Leluhur kita mempunyai kemampuan membaca dengan literasinya sendiri sehingga mereka mampu bertahan,” tuturnya.
Sejak 17 Agustus 2014, setiap bulan pada tanggal 17, Nirwan bersama pegiat di Pustaka Bergerak mengirimkan buku-buku ke pelosok negeri, dari Sabang sampai Merauke. Buku didapatkan dari sejumlah donatur dan disebarkan dengan pesawat ke kota-kota.
Setelah mendarat, buku-buku itu disebarkan ke pelosok negeri dengan apa pun caranya. Ada yang dengan menggunakan sepeda motor, kuda, bendi, pedati, becak, bemo, gerobak, perahu, bahkan dipanggul oleh manusia. Pada periode Mei 2017 sampai Desember 2019 saja sekitar 313 ton buku telah disebarkan ke seluruh Indonesia. Biaya kargo yang mencapai Rp 14 miliar tidak dianggap masalah.
Nirwan menggandeng semua orang, mulai dari tukang tambal ban, pedagang keliling, mahasiswa, pelajar, ibu rumah tangga, polisi, seniman, hingga tukang rawat kuda. Kehadiran mereka dengan buku-bukunya selalu ditunggu oleh masyarakat di pelosok sehingga terciptalah interaksi sosial masyarakat yang intens.
Alumnus Teknik Nuklir Universitas Gadjah Mada ini memiliki kedekatan tersendiri dengan Kompas. Dia pernah menjadi editor tamu untuk Sisipan Bentara Budaya Kompas dan anggota Dewan Kurator Bentara Budaya Jakarta. Tercatat total ada 11 tulisannya tentang sosial, budaya, jender, sains, kebangsaan, dan literasi di kolom opini Kompas. Pemikiran-pemikirannya juga kerap dimuat dalam beberapa isu yang diangkat wartawan Kompas.
Kini, jenazah Nirwan tengah disemayamkan di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr Cipto Mangunkusumo (RSCM) setelah ditemukan tak bernyawa di apartemennya di Jakarta pada Minggu (6/8/2023) sekitar pukul 22.45. Para sukarelawan sangat kehilangan sosok Nirwan. Mereka berharap semangatnya selalu tertanam dalam 2.800 simpul Pustaka Bergerak bersama puluhan ribu sukarelawannya.
”Pantas saja. Angin sejuk pagi ini rasanya pengap. Kabar duka itu datang dari ibu kota. Membawa duka dunia literasi. Nirwan Ahmad Arsuka telah berpulang dengan tenang dan damai ke Nirwana,” tulis Pustaka Bergerak dalam keterangan resminya.