Banyak Jemaah Wafat, Persyaratan Ibadah Haji Akan Diubah
Calon jemaah haji harus lolos tes kesehatan dan dinyatakan sehat serta layak terlebih dahulu sebelum melakukan pelunasan pembayaran biaya ibadah haji. Hal ini untuk menekan angka kematian jemaah haji Indonesia.
Oleh
Stephanus Aranditio
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah akan mengubah sejumlah persyaratan bagi masyarakat yang ingin beribadah haji pada tahun-tahun mendatang. Hal ini dilakukan menyusul jumlah jemaah haji Indonesia yang wafat pada penyelenggaraan ibadah haji 1444 Hijriah atau tahun ini mencapai 773 jiwa. Jumlah ini merupakan angka tertinggi sejak 2015.
Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menjelaskan, persyaratan peserta haji terkait kesehatan, khususnya bagi calon peserta haji lansia, akan diperketat. Mereka harus lolos tes kesehatan terlebih dahulu sebelum melunasi pembayaran ke travel haji. Rencana ini akan dibahas bersama DPR untuk disetujui menjadi panduan penyelenggaran haji.
“Mudah-mudahan bisa disepakati menjadi cek kesehatan dan layak terlebih dahulu baru melunasi pembayaran sehingga jumlah jemaah haji yang wafat bisa ditekan,“ kata Yaqut saat menutup rangkaian penyelenggaraan ibadah Haji 1444 Hijriah di Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, Banten, Sabtu (5/8/2023).
Soal skrining lebih awal ini saya kira bisa dilakukan lebih cepat lebih baik.
Ada beberapa faktor penyebab tingginya angka kematian jemaah haji tahun ini. Di antaranya jumlah jemaah lansia yang berusia 65-94 tahun sangat banyak. Jumlahnya mencapai 67.000 orang atau hampir sepertiga dari total jemaah haji yang mencapai 203.320 orang.
Selain itu, cuaca di Arab Saudi sangat panas dengan suhu mencapai 41-43 derajat celsius sepanjang Juli kemarin. Dua faktor ini dinilai kurang diantisipasi oleh pemerintah sebelum memberangkatkan jemaah haji.
Jumlah jemaah haji wafat tahun ini mencatatkan angka tertinggi dalam tujuh musim haji terakhir. Pada 2016, jemaah yang meninggal 342 orang dari total 168.800 orang. Pada penyelenggaraan ibadah haji 2017, dari 221.000 anggota jemaah haji, tercatat 645 orang meninggal.
Tahun berikutnya, dari 203.350 anggota jemaah haji Indonesia, 359 orang meninggal. Tahun 2019, jumlah jemaah yang meninggal mencapai 447 orang dari 212.730 anggota jemaah. Adapun tahun 2022, dari 100.051 anggota jemaah yang diberangkatkan, 89 orang meninggal.
Gangguan kenyamanan diinvestigasi
Selain masalah kesehatan, pemerintah juga bekerja sama dengan Lembaga Pengawasan dan Antikorupsi Arab Saudi (Nazaha) untuk menginvestigasi masalah tidak tersedianya tenda dan toilet yang mengganggu kenyamanan ibadah jemaah haji Indonesia. Temuan sementara, pihak ketiga di Saudi tidak memenuhi kesepakatan awal terkait penyediaan akomodasi.
“Pihak Nazaha ini menemukan kekurangan pelayanan yang semestinya disediakan oleh pihak ketiga. Ini saya kira sejalan dengan penegasan PPIH (Panitia Penyelenggaraan Ibadah Haji) yang sejak awal menyatakan bahwa persoalan layanan di Arafah, Muzdalifah, dan Mina ini menjadi tanggung jawab sepenuhnya pihak ketiga,“ ucap Menteri Agama.
Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas memberikan keterangan pers saat menutup rangkaian penyelenggaraan ibadah Haji 1444 Hijriah di Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, Banten, Sabtu (5/8/2023).
Kepulangan jemaah haji Indonesia tahun ini dibagi dalam dua gelombang. Gelombang pertama terdiri atas 264 kloter dengan jumlah 101.232 anggota jemaah haji. Adapun gelombang kedua terdiri atas 265 kloter dengan jumlah anggota jemaah haji 110.441 orang.
Secara keseluruhan, 211.673 jemaah haji sudah kembali ke Tanah Air. Namun, saat ini masih ada 77 orang jemaah yang dirawat di beberapa rumah sakit di Arab Saudi. Sebanyak 38 orang di Madinah, 31 orang di Mekkah, dan 8 orang di Jeddah.
Satu anggota jemaah haji asal Palembang, Sumatera Selatan, Idus Rohim (87), yang hilang di Arafah sejak 28 Juni 2023 juga masih dalam proses pencarian. Pemerintah akan terus memantau melalui KJRI di Jeddah sampai Idus ditemukan dan semua yang sakit dinyatakan sembuh dan diperbolehkan pulang.
“Pencariaan jemaah yang hilang, kita sudah minta tim berkoordinasi dengan pihak kepolisian dan SAR Saudi untuk terus mencari. Ini harus didiskusikan batas waktunya sampai kapan,“ tutur Yaqut.
Wakil Ketua Komisi VIII DPR Ace Hasan Syadzily menambahkan, pembahasan mengenai pengubahan syarat dan tata laksana penyelenggaraan ibadah haji itu akan dilakukan DPR setelah masa reses atau mulai 16 Agustus 2023. Dia berharap penyelenggaraan haji tahun depan lebih matang, mengingat kuotanya sama dengan tahun ini.
“Soal skrining lebih awal ini saya kira bisa dilakukan lebih cepat lebih baik. Kami Komisi VIII berharap tahun depan lebih baik, hasil investigasi dari Arab Saudi harus ditindaklanjuti, tidak hanya oleh mereka, tetapi kita juga harus memperbaiki pola kerja untuk mengantisipasi berbagai potensi rendahnya layanan,“ ucap Ace.