Asupan Fruktosa Memicu Obesitas, Diabetes, Hati Berlemak, hingga Gangguan Perilaku
Fruktosa, sumber rasa manis dalam buah yang umumnya dikonsumsi sebagai gula meja dan sirup jagung, tidak hanya mendorong obesitas, tetapi juga diabetes dan penyakit hati berlemak hingga gangguan perilaku.
Oleh
AHMAD ARIF
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kajian baru secara komprehensif menjelaskan bagaimana fruktosa, sumber rasa manis dalam buah yang umumnya dikonsumsi sebagai gula meja dan sirup jagung, tidak hanya mendorong obesitas, tetapi juga diabetes dan penyakit hati berlemak. Fruktosa merangsang asupan makanan dan menurunkan metabolisme energi saat istirahat, seperti hewan yang bersiap untuk hibernasi.
Penelitian ini diterbitkan di Philosophical Transactions of the Royal Society B: Biological Sciences pada Rabu (2/8/2023). ”Ini merupakan tinjauan mendalam tentang hipotesis yang menempatkan fruktosa sebagai pusat kenaikan berat badan. Kami memeriksa bagaimana fruktosa bekerja secara berbeda dari nutrisi lain dengan menurunkan energi aktif,” kata Richard Johnson, profesor di Fakultas Kedokteran Universitas Colorado dan penulis utama studi ini.
Fruktosa adalah sumber rasa manis dalam buah, tetapi terutama dikonsumsi di masyarakat modern sebagai gula meja dan sirup jagung fruktosa tinggi. Johnson dan para peneliti mengemukakan bahwa fruktosa bekerja secara berbeda dari nutrisi lain dengan menurunkan energi aktif, merusak mitokondria.
Hasil studi menunjukkan, fruktosa merangsang asupan makanan dan menurunkan metabolisme energi saat istirahat, seperti hewan yang bersiap untuk hibernasi. Selanjutnya, hasil riset tersebut menunjukkan bahwa pemberian fruktosa dapat menyebabkan penambahan berat badan, resistensi insulin, tekanan darah tinggi, dan perlemakan hati di antara sejumlah masalah terkait metabolisme lainnya.
Peter Stenvinkel dari Department of Renal Medicine, Karolinska Institutet, yang menjadi penulis senior, mengatakan, penelitian terbaru ini menyatukan argumen lengkap tentang bagaimana karbohidrat tertentu, fruktosa, mungkin memiliki peran sentral dalam mendorong obesitas dan diabetes.
Perilaku agresif
Temuan ini menjadi tambahan informasi baru yang menyatukan hipotesis lain untuk menunjukkan peran spesifik yang dimainkan fruktosa dalam permulaan obesitas. Sejumlah penelitian sebelumnya juga menunjukkan, asupan fruktosa yang tinggi dapat mendorong perilaku agresif, deficit hyperactivity syndrome (ADHD), dan bipolar.
Kaitan asupan fruktosa dan gangguan perilaku ini dilakukan Johnson dan tim, yang telah diterbitkan dalam Evolution and Human Behavior pada Oktober 2020.
Kami tidak menyalahkan perilaku agresif pada gula, tetapi mencatat bahwa itu mungkin salah satu kontributor.
Dalam paper ini, Johnson menguraikan penelitian yang menunjukkan respons mencari makan merangsang pengambilan risiko, impulsif, pencarian kebaruan, pengambilan keputusan yang cepat, dan agresivitas untuk membantu mengamankan makanan sebagai respons bertahan hidup. Aktivasi berlebihan dari proses ini akibat asupan gula berlebih dapat menyebabkan perilaku impulsif yang dapat berkisar dari ADHD, gangguan bipolar, atau bahkan agresi.
”Sementara asupan fruktosa dimaksudkan untuk membantu bertahan hidup. Asupan fruktosa telah meroket selama abad terakhir dan mungkin berlebihan karena tingginya jumlah gula yang ada dalam diet Barat saat ini,” tambah Johnson.
Makalah ini melihat bagaimana asupan fruktosa yang berlebihan dalam bentuk gula rafinasi dan sirup jagung fruktosa tinggi berkontribusi dalam patogenesis gangguan perilaku yang berhubungan dengan obesitas dan pola makan Barat. ”Kami tidak menyalahkan perilaku agresif pada gula, tetapi mencatat bahwa itu mungkin salah satu kontributor,” tuturnya.
Johnson merekomendasikan studi lebih lanjut untuk menyelidiki peran gula dan asam urat, terutama dengan inhibitor baru metabolisme fruktosa di cakrawala. ”Identifikasi fruktosa sebagai faktor risiko tidak meniadakan pentingnya faktor genetik, keluarga, fisik, emosional, dan lingkungan yang membentuk kesehatan mental,” tambahnya.