Bercak pada kulit seperti tahi lalat yang semakin membesar perlu diwaspadai sebagai tanda kanker kulit. Untuk memastikannya, pemeriksaan lebih lanjut di fasilitas kesehatan perlu dilakukan.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Munculnya bercak pada kulit seperti tahi lalat perlu diwaspadai sebagai salah satu tanda kanker kulit. Itu terutama jika bercak pada kulit terus membesar serta berbentuk asimetris atau tidak memiliki batas yang jelas.
Sekretaris Jenderal Perhimpunan Ahli Bedah Onkologi Indonesia (Peraboi) M Yadi Permana mengatakan, tahi lalat sebagai tanda kanker kulit memiliki ciri yang khas. Biasanya, tahi lalat yang menjadi tanda keganasan akan bertambah besar secara perlahan. Selain itu, tahi lalat juga tidak memiliki batas yang jelas dan bentuknya tidak teratur. Seseorang perlu waspada jika tahi lalat mudah berdarah yang terkadang juga terasa gatal.
”Jika tanda-tanda itu muncul, harus hati-hati kemungkinan mengarah pada kanker. Segera datang ke dokter untuk diperiksa lebih lanjut,” ujarnya dalam diskusi media terkait kanker kulit di Indonesia yang diadakan Ikatan Dokter Indonesia di Jakarta, Selasa (1/8/2023).
Pemeriksaan lebih lanjut untuk mendiagnosis kanker kulit bisa dilakukan dengan dermoskopi. Pemeriksaan ini untuk mengetahui apakah kelainan yang dialami akan berkembang menjadi kanker kulit atau tidak. ”Sayangnya, banyak pasien yang datang tidak pada kondisi awal. Biasanya, kelainan kulit yang ada di wajah baru diperiksa ketika sudah besar,” ucap Yadi.
Yadi mengatakan, masyarakat perlu lebih waspada terhadap kanker kulit. Sebagai negara tropis, wilayah Indonesia lebih banyak terpapar sinar ultraviolet. Risiko kanker kulit lebih tinggi pada seseorang yang terpapar sinar ultraviolet, terutama sinar ultraviolet (UV) B.
Risiko kanker kulit akibat paparan sinar UV B bisa dicegah dengan menghindari paparan langsung sinar matahari. Jika terpaksa, penggunaan baju dengan lengan panjang, topi, serta tabir surya bisa dilakukan. Tabir surya yang dipakai pun disarankan yang mengandung minimal SPF 30. Tabir surya perlu digunakan setiap 2-4 jam sekali atau setelah berkeringat atau terpapar air.
Penelitian Wilma F Bergfeld dari Departemen Dermatologi Cleveland Clinic Foundation Ohio AS yang dipublikasi di Sage Journal pada 2009 menunjukkan, atlet yang lebih banyak melakukan aktivitas di luar ruangan lebih berisiko mengalami kanker kulit karena paparan sinar UV. Risiko ini lebih tinggi pada atlet yang memiliki kulit berwarna terang. Selain atlet, risiko kanker juga bisa terjadi pada pelatih yang juga lebih banyak terpapar sinar matahari.
”Atlet dan pelatih harus mendapatkan edukasi yang baik tentang perlindungan dari sinar matahari, termasuk penggunaan tabir surya, penggunaan pakaian pelindung, serta perilaku untuk menghindari sinar matahari,” tulisnya.
Anggota staf pengajar Departemen Dermatologi dan Venereologi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya/RSUD Dr Saiful Anwar, Malang, Dhelya Widasmara, dalam acara diskusi media IDI sebelumnya di Jakarta, Jumat (28/7/2023), mengatakan, untuk mencegah dampak buruk sinar UV pada kulit, sebaiknya pilih tabir surya yang memiliki spektrum luas yang biasanya ditunjukkan dengan keterangan PA+++ pada kemasan produk. Pemilihan SPF pada tabir surya pun cukup dengan tingkat SPF 30. Tingkat perlindungan sinar UV dari tabir surya SPF 50 tidak jauh berbeda dari SPF 30. Penggunaan tabir surya juga tidak hanya pada area wajah, tetapi juga area tubuh lain yang terpapar sinar matahari.
Melanoma
Yadi mengatakan, terdapat dua tipe utama kanker kulit, yaitu kanker kulit melanoma dan kanker kulit nonmelanoma. Kanker kulit melanoma lebih berbahaya dibandingkan dengan kanker kulit nonmelanoma. Namun, kasusnya jauh lebih kecil, yaitu sekitar 4 persen dari semua kasus kanker kulit.
Di dunia, setiap tahun terdapat 2-3 juta kasus kanker kulit nonmelanoma dan 132.000 kasus kanker kulit melanoma. Berdasarkan data Globocan pada tahun 2020, angka kasus baru kanker kulit nonmelanoma di Indonesia sekitar 1,9 persen, sementara angka kematian yang disebabkan oleh kanker kulit nonmelanoma 1,48 persen.
”Kasus kanker kulit ini lebih banyak ditemukan pada laki-laki dibandingkan perempuan. Itu bisa terjadi karena laki-laki lebih banyak beraktivitas di luar ruangan dibandingkan dengan perempuan,” ujar Yadi.