Menumbuhkan Otak Mini Manusia di Luar Angkasa
Organoid otak berukuran mini dan bulat tengah dikembangkan. Organoid dari sel punca di kulit itu ditumbuhkan di luar angkasa. Organoid ini bisa untuk terapi penyakit neurologis, uji obat, dan pengembangan biokomputer.
Sel punca yang dirancang untuk dikembangkan menjadi organoid otak dikirim ke Stasiun Ruang Angkasa Internasional, Selasa (1/8/2023). Jika sukses, organoid otak yang terbentuk bisa digunakan untuk uji obat-obatan hingga pengembangan biokomputer. Namun, terlalu majunya pengembangan organoid otak membuat banyak orang khawatir soal etikanya.
Sel punca tersebut akan dikirimkan menggunakan roket Antares dan wahana Cygnus milik Northrop Grumman dari Fasilitas Peluncuran Wallops milik Badan Penerbangan dan Antariksa Nasional Amerika Serikat (NASA) di Virginia, AS, Selasa (1/8/2023) pukul 20.31 waktu setempat atau Rabu (2/8/2023) pukul 07.31 WIB. Hal ini merupakan misi kargo Northrop Grumman ke-19 untuk NASA.
Salah satu muatan misi kargo untuk memasok kebutuhan antariksawan yang bertugas di Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS) itu adalah sel punca yang dirancang untuk tumbuh menjadi otak manusia versi mini berbentuk bola atau sferoid. Otak mini ini bisa menjadi model miniatur otak manusia sebenarnya, walau memiliki fungsi yang lebih sederhana dibandingkan otak manusia ukuran penuh.
Sebelum dikirimkan ke ISS, sel pembentuk otak mini itu dikembangkan peneliti dari perusahaan rintisan bioteknologi Axonis Therapeutics yang memanfaatkan Laboratorium Nasional ISS. Sel punca yang digunakan dalam uji ini berasal dari sel punca pluripoten terinduksi (iPSC) dari sel kulit manusia dewasa.
Sel punca ini akan dikirimkan ke ISS yang mengorbit Bumi pada ketinggian 400-an kilometer dari Bumi. Setelah sampai di ISS, seperti dikutip dari Livescience, 28 Juli 2023, sel punca itu akan dirangsang dengan senyawa kimia tertentu untuk membentuk tiga jenis sel otak, yaitu neuron, mikroglia, dan astrosit.
Neuron adalah sel otak yang bertugas mengirimkan sinyal listrik dan kimia di otak. Sementara mikroglia dan astrosit adalah dua jenis sel tambahan yang memiliki sejumlah tugas di otak, termasuk menjaga otak dari infeksi dan memberikan dukungan struktural.
Baca juga: Tes Sel Punca untuk Deteksi Dini Parkinson
”Ketiga jenis sel otak itu akan berkumpul bersama membentuk sferoid,” kata kepala program ilmiah Axonis Therapeutics Shane Hegarty seperti dikutip dari situs Laboratorium Nasional ISS, 24 Juli 2023. Penumbuhan ketiga jenis sel otak secara bersama dalam lingkungan dengan gaya berat atau gravitasi mikro itu merupakan strategi baru dalam membangun tiruan otak manusia.
Proses pematangan sel otak juga akan dilihat. Selama ini, pertumbuhan organoid di Bumi membutuhkan waktu lama. Selain itu, sebagian sel-sel otak itu lebih cepat mati sehingga tingkat kematangan organoid yang terbentuk secara mandiri dalam bentuk tiga dimensi lebih sulit diharapkan.
Meski ditumbuhkan di stasiun luar angkasa, bukan berarti antariksawan yang bertugas di ISS akan mengurusi organoid tersebut. Antariksawan di ISS hanya bertugas menerima kiriman kotak khusus seukuran kotak sepatu yang berisi sel punca. Berikutnya, antariksawan akan menyambungkan kotak ke sistem daya dan melepaskan dayanya saat misi selesai. Setelah itu, kotak yang telah berisi organoid otak yang terbentuk itu akan dikirimkan kembali ke Bumi.
Penumbuhan organoid otak di luar angkasa itu bukan yang pertama kali. Sebelumnya, seperti dikutip dari The Scientist, 1 Juni 2023, tim Alysson Muotri yang merupakan direktur program sel punca di Universitas California San Diego (UCSD) AS telah melakukannya sebanyak dua kali.
Kotak tempat organoid itu telah direkayasa secara biologis hingga mampu menopang pertumbuhan dan kelangsungan hidup sel punca menjadi organoid otak selama berada di luar angkasa. Kotak itu juga memiliki sistem otonom yang meliputi baterai, inkubator, mekanisme pengganti media tumbuh, kamera hingga mikroskop sehingga kotak tersebut bisa dikendalikan langsung dari Bumi.
”Pengiriman ke luar angkasa harus dilakukan karena meniru keadaan tanpa bobot di Bumi dengan teknologi apa pun sulit memperoleh hasil seperti kondisi nyata di luar angkasa. Pembuatan gaya berat mikro di Bumi juga tidak bisa dilakukan selama 30 hari terus menerus,” tambahnya.
Selain itu, pengembangan otak mini sferoid di Bumi berlangsung lama karena meniru pola pertumbuhan otak asli manusia. Kondisi ini menjadi masalah mengingat munculnya sejumlah gangguan neurologis, seperti alzheimer dan demensia, baru terjadi saat otak manusia berumur lanjut.
Karena itu, menumbuhkan organoid otak di luar angkasa akan mempercepat proses penuaan sel-sel otak tanpa harus memanipulasinya secara genetik atau farmakologis. ”Aktivitas telomer (bagian ujung kromosom yang berisi susunan asam deoksiribonukleat berulang) manusia berubah setelah terpapar gaya berat mikro," tambahnya.
Manfaat
Pembentukan otak mini ini menjadi salah satu upaya menangani lonjakan penderita penyakit neurologis yang terus meningkat seiring menuanya populasi dunia. Diperkirakan hampir satu dari enam penduduk Bumi atau hampir satu miliar orang menderita berbagai gangguan neurologis, mulai dari alzheimer, dimensia, parkinson, epilepsi, hingga migrain.
Dari studi yang dilakukan Moutri dan timnya, saat organoid otak itu dibawa kembali ke Bumi, bentuk organoid menjadi berbeda jika dibandingkan dengan saat dia ditumbuhkan di Bumi. Gaya gravitasi mikro memengaruhi pola pergerakan sel organoid selama pembentukan kortikal (bagian luar otak).
Ide penggunaan stasiun luar angkasa sebagai inkubator untuk proses penuaan bersifat transformatif.
Ekspresi gen pun setelah kembali ke Bumi menunjukkan tanda-tanda penuaan sel, seperti meningkatnya peradangan dan perubahan telomer seperti yang diduga sebelumnya. ”Kami perkirakan, satu bulan di luar angkasa setara dengan 10 tahun-30 tahun di Bumi (terhadap penuaan sel otak),” katanya.
Baca juga: Penyakit Neurodegeneratif, Ancaman di Depan Mata
Karena itu, jika organoid otak bisa ditumbuhkan selama enam bulan saja di luar angkasa, kerentanan otak mini itu terhadap alzheimer bisa segera diketahui saat organoid itu sudah dikembalikan ke Bumi. Munculnya plak sebagai tanda awal penyakit bisa dideteksi lebih cepat sehingga upaya pencegahan dan pengobatan alzheimer bisa diantisipasi lebih dini.
Selain itu, dengan mengambil sel punca dari kulit penderita langsung, bisa dibuat model otak mini sferoid yang sesuai untuk menentukan model terapi individual yang paling cocok untuk kondisi pasien. Obat-obatan yang akan digunakan pun bisa diseleksi lebih tepat berdasarkan kondisi organoid. Dengan demikian, pilihan pengobatan yang akan dilakukan akan bergantung pada kebutuhan pasien.
”Ide penggunaan stasiun luar angkasa sebagai inkubator untuk proses penuaan bersifat transformatif,” tambah Moutri. Pembuatan organoid otak ini akan mengubah pemodelan penyakit neurodegeneratif yang onsetnya lambat menjadi lebih cepat dan singkat dilakukan.
Selain untuk terapi penyakit neurologis, organoid otak juga bisa digunakan untuk uji obat-obatan. Selama ini, uji obat masih banyak mengandalkan pada data hewan pengerat, tikus atau mencit, sebagai hewan uji coba. Kini dan di masa depan, data uji obat langsung pada manusia jauh lebih disukai daripada dari hewan.
Badan Obat dan Makanan AS (FDA) pun telah menyatakan bahwa untuk mendapatkan persetujuan peredaran obat baru tidak diperlukan lagi uji obat pada hewan. Hal itu disebabkan karena teknologi pengujian menggunakan jaringan manusia yang direkayasa maupun pemodelan kompleks menggunakan organoid otak sudah bisa menjadi pilihan alternatif untuk pengujian obat.
”FDA lebih menyukai data dari manusia dibanding data hewan. Dengan demikian, di masa depan akan lebih banyak persetujuan penggunaan obat berdasarkan pemodelan penyakit pada nonhewan,” tambah Hegarty.
Otak mini berbentuk sferoid itu juga bisa digunakan untuk mempelajari evolusi otak manusia. Saat ini, sejumlah ilmuwan menggunakan organoid untuk mempelajari gen mana yang memungkinkan otak manusia modern tumbuh menjadi lebih besar dibanding otak primata atau otak manusia purba. Organoid juga bisa dipakai untuk melihat bagaimana otak manusia akhirnya berbeda dengan otak spesies pendahulunya.
Baca juga: Alzheimer dan Demensia: Pengertian, Faktor Risiko, Pengobatan, dan Pencegahan
Ilmuwan juga menggunakan organoid otak untuk menggerakkan sistem komputer. Dalam uji awal teknologi ini, satu kelompok ilmuwan berhasil membuat otak mini dari sel otak manusia dan tikus yang berhasil memainkan permainan Pong. Untuk melakukan permainan itu, otak mini dihubungkan ke rangkaian elektroda yang dikendalikan oleh komputer.
Lebih dari itu, ilmuwan lain sudah mengumumkan rencana menumbuhkan organoid otak lebih besar berisi puluhan ribu hingga jutaan sel. Namun, ini masih lebih kecil dibanding ukuran otak sebenarnya yang memiliki 86 miliar-100 miliar sel. Dengan menghubungkannya dengan jaringan kompleks, organoid otak itu bisa berfungsi sebagai dasar biokomputer masa depan.
Masalah etik
Meski demikian, seperti dikutip dari Livescience, 28 Februari 2023, model otak mini yang dikembangkan itu nyatanya lebih canggih dari perkiraan sebelumnya. Organoid itu tumbuh kompleks, mirip dengan pertumbuhan embrio dalam rahim manusia. Seiring waktu, organoid yang dibangun juga mengandung banyak sel yang ditemukan pada otak asli manusia, meniru fungsi spesifik otak, hingga menunjukkan organisasi spasial yang mirip otak manusia.
Situasi itulah yang menimbulkan kekhawatiran dari sejumlah pihak. Mereka cemas bahwa otak tiruan itu akan berlaku seperti otak manusia sesungguhnya, yang bisa berpikir, memiliki kesadaran, mempunyai emosi, hingga bisa merasakan sakit.
Sejatinya, meski sebutannya adalah otak mini, organoid otak tidaklah berarti otak manusia yang berukuran mini. Otak mini hanyalah bola jaringan otak yang meniru beberapa fitur pada otak manusia ukuran penuh. Meski mampu meniru fungsi spesifik jaringan otak manusia, termasuk menghasilkan pesan kimiawi dan gelombang otak, hal itu bukan berarti otak mini bisa ”berpikir”. Bagaimanapun, struktur dan fungsi otak mini itu lebih sederhana dari otak manusia sebenarnya.
Untuk mengatasi hal itu, Akademi Sains, Teknik, dan Kedokteran Nasional (NASEM), sebuah lembaga ilmiah kolektif di AS, telah membentuk komite untuk mengatasi sejumlah masalah etik dalam pengembangan organoid otak. Laporan komite tersebut pada 2021 menyebut, organoid otak tidak mungkin memiliki kemampuan untuk ”berpikir” di masa depan seperti yang selama ini dikhawatirkan.
Organoid otak sejatinya tidak berbeda dengan jaringan kultur atau organoid organ tubuh lain yang juga sudah banyak dikembangkan. Namun karena ada potensi pengembangan organoid otak ini akan semakin kompleks dan maju di masa depan, masalah etika dan upaya untuk membuat perbedaan yang jelas antara organoid otak dan otak asli pada manusia perlu ditinjau secara berkala.