Jumlah Virus Rendah, Risiko Penularan HIV Hampir Nol
Organisasi Kesehatan Dunia menerbitkan panduan baru penanganan HIV. Hal ini menyertai kajian terbaru bahwa risiko penularan hampir tak ada jika seseorang memiliki jumlah virus HIV yang rendah.
Studi terbaru menunjukkan, orang dengan HIV yang menggunakan antiretroviral untuk menekan virus tidak bisa menularkan virus itu ke pasangan setelah kadarnya tak terdeteksi dalam darah. Hal ini memunculkan harapan untuk memutus rantai penularan virus tersebut serta mengakhiri epidemi HIV.
Peninjauan data ribuan orang di 25 negara ini juga menemukan bahwa orang dengan HIV (human immunodeficiency virus) yang memakai antiretroviral memiliki risiko hampir nol atau berpeluang amat kecil menyebarkan virus melalui hubungan seksual jika jumlah virus dalam darahnya amat rendah.
”Jadi, orang dengan tingkat HIV rendah berpeluang amat kecil menularkannya ke pasangan,” ujar penulis utama studi tersebut, Laura Broyles, dokter spesialis penyakit menular di Rumah Sakit Grady Memorial di Atlanta dan Kepala Program untuk Global Health Impact Group, sebagaimana dikutip Livescience.
Jadi orang dengan tingkat HIV rendah berpeluang amat kecil menularkannya ke pasangan.
Hasil studi ini diterbitkan pada Sabtu (22/7/2023) di jurnal The Lancet dan dipaparkan dalam The International AIDS Society (IAS) Conference ke-12 tentang HIV di Brisbane, Australia, Minggu (23/7/2023). Kajian ini menyertai peluncuran pedoman baru tentang HIV yang diterbitkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Baca juga: Saat HIV Bukan Lagi Menjadi Vonis Mati
Pedoman baru WHO dan kajian ini menggambarkan peran penekanan virus HIV dan tingkat virus yang tidak terdeteksi dalam meningkatkan kesehatan individu dan menghentikan penularan HIV. Pedoman itu menjelaskan pendekatan untuk mengukur tingkat virus pada ambang batas.
Sebagai contoh, orang dengan HIV yang mencapai level virus tidak terdeteksi dengan mengonsumsi antiretroviral atau ARV secara konsisten, tidak menularkan HIV ke pasangan seksual mereka dan berisiko rendah menularkan HIV secara vertikal ke pada anak-anak mereka.
Risiko hampir nol
Orang dengan HIV memiliki peluang hampir nol dalam menularkan HIV jika viral load atau jumlah virusHIV-nya kurang dari atau sama dengan 1.000 copy per mL. Viral load merupakan tolok ukur seberapa jauh dan cepat penyakit berkembang yang diketahui lewat jumlah virus HIV dalam darah. Semakin banyak partikel virus, kian tinggi risiko menularkan dan mengalami komplikasi.
Tinjauan data dari riset yang diterbitkan antara Januari 2010 dan November 2022 ini melacak penularan HIV pada orang dengan HIV dan pasangannya tidak terinfeksi HIV. Peninjau menilai delapan studi, termasuk tiga uji klinis dengan kelompok kontrol di 25 negara.
Studi ini menggabungkan data 7.762 pasangan serodiskordan (salah satu pasangan positif HIV dan satunya negatif). Semua responden dengan HIV memakai ARV. Tak ada pasangan tertular HIV kalau viral load kurang dari 200 copy per mL (tak terdeteksi) dan transmisi hampir nol jika level virusnya 200-1.000 copy per mL.
Baca juga: HIV/AIDS: Definisi, Penularan, Pencegahan, Pengobatan, dan Situasinya di Indonesia
Selama 15 tahun terakhir, semakin banyak bukti yang menunjukkan bahwa setelah terapi antiretroviral menurunkan jumlah HIV dalam sampel darah seseorang di bawah ambang batas tertentu, maka mereka tidak dapat lagi menyebarkan virus melalui hubungan seks.
Saat jumlah virus di bawah ambang batas, mereka juga lebih kecil kemungkinan menyebarkan virus dengan berbagi alat suntik maupun menularkannya kepada anak selama kehamilan ataupun persalinan. Ambang batas itu yakni 200 copy virus per milimeter (mL) darah dan lebih rendah dari itu dianggap tidak terdeteksi.
Namun, kadang orang dengan HIV menggunakan ARV tetapi jumlah virus yang ada dalam sampel darah masih lebih dari 1.000 copy virus per mL darah. Hal ini menimbulkan risiko penularan. Hal itu terjadi kemungkinan karena mereka mengalami resistensi terhadap ARV atau tidak mematuhi rekomendasi pengobatan.
Menurut Ketua I Perhimpunan Dokter Peduli AIDS Indonesia Prof Evy Yunihastuti, yang saat dihubungi sedang menghadiri IAS Conference, Selasa (25/7/2023), ARV yang ada berhasil menurunkan kematian dan kesakitan orang dengan HIV (ODHIV), mengembalikan kekebalan tubuh hingga membuat ODHIV sehat.
Obat ini bekerja terutama untuk menurunkan jumlah virus HIV atau yang kita sering sebut viral load. ”Dengan teratur menggunakan ARV dalam enam bulan saja, lebih dari 90 persen akan mencapai kadar tidak terdeteksi, yang diperiksa dengan tes PCR RNA HIV yang kita kenal dengan nama tes viral load,” tuturnya.
Setelah tidak terdeteksi, orang dengan HIV diharapkan tetap teratur menggunakan obat dan mempertahankan kadar virus tak terdeteksi. Jika jumlah virus 20-200 copy per mL darah, berarti obat ARV bekerja dengan baik. Jika jumlah virus lebih dari 1.000 copy per mL darah, berarti ARV belum berhasil. Hal ini berisiko menularkan HIV.
”Sudah lama ada kampanye U=U, undetectable means untransmittable (tak terdeteksi berarti tak menular),” ungkapnya. Jika viral load tak terdeteksi, transmisi nol, tetapi bukti hanya pada penularan seksual. Laporan di Lancet mengungkap jumlah virus 200-1.000 copy per mL termasuk nyaris tak menular.
Mengubah kehidupan
Terapi antiretroviral terus mengubah kehidupan orang yang hidup dengan HIV. Orang yang hidup dengan HIV yang didiagnosis dan diobati dini serta minum obat sesuai resep dapat berharap memiliki kesehatan dan harapan hidup yang sama dengan rekan mereka yang HIV-negatif.
”Lebih dari 20 tahun, negara-negara di dunia mengandalkan pedoman berbasis bukti WHO untuk mencegah dan mengobati HIV,” kata Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus di laman WHO. Panduan ini membantu mengubah kehidupan jutaan orang dengan HIV atau berisiko terpapar HIV.
Baca juga: HIV dan Beban Ganda Pandemi
Pada akhir tahun 2022 tercatat 29,8 juta dari 39 juta orang dengan HIV memakai pengobatan antiretroviral yang berarti 76 persen dari jumlah total orang dengan HIV. Hampir tiga perempat dari mereka atau sekitar 71 persen di antaranya hidup dengan virus HIV yang tersupresi.
Hal ini berarti bagi mereka dengan tingkat HIV rendah, kesehatan mereka terlindungi dengan baik dan mereka tidak berisiko menularkan HIV ke orang lain. Meski ini merupakan kemajuan amat positif bagi orang dewasa yang hidup dengan HIV, penekanan viral load pada anak yang hidup dengan HIV hanya 46 persen.
Kerangka kebijakan baru perawatan kesehatan primer dan HIV membantu para pembuat keputusan mengoptimalkan penanggulangan HIV. ”Mengakhiri AIDS tidak mungkin tanpa mengoptimalkan peluang dalam seluruh sistem kesehatan, termasuk masyarakat,” kata Asisten Direktur Jenderal WHO Bidang Cakupan Kesehatan Universal Penyakit Menular dan Tidak Menular Jérôme Salomon.
Penelitian dan panduan terbaru ini disajikan saat upaya mengakhiri epidemi AIDS global tertinggal setelah pandemi Covid-19. Kini, respons terhadap epidemi itu naik pesat dan sejumlah negara memetakan jalan mengakhiri AIDS, termasuk Australia, Botswana, Rwanda, dan 16 negara lain.
Beberapa negara tersebut hampir mencapai target global 95-95-95, yang berarti 95 persen orang yang hidup dengan HIV mengetahui status mereka, 95 persen orang dengan HIV menerima ARV, dan 95 persen dari mereka yang menjalani pengobatan telah menekan jumlah virus dalam darahnya.
Situasi Indonesia
Dengan adanya kajian dan pedoman baru WHO ini, menurut Evy yang juga Kepala Instalasi Pelayanan Terpadu HIV dan Penyakit Infeksi Rumah Sakit Umum Pusat Cipto Mangunkusumo, kini saatnya mengevaluasi keberhasilan ARV dengan viral load. Harapannya, hal ini bisa mengakhiri epidemi AIDS pada tahun 2030.
”Setiap tahun kita diminta melaporkan berapa banyak ODHIV dengan ARV yang memeriksakan viral load dan berapa banyak yang tak terdeteksi,” tuturnya. Namun, selama ini amat sedikit orang dengan HIV yang menjalani pemeriksaan viral load di Indonesia.
Seharusnya, orang dengan HIV yang minum ARV memeriksakan viral load minimal setahun sekali. Sebab, penting mengetahui keberhasilan terapi dan mencegah penularan pada pasangan. ”Tujuan utama yakni virus tak terdeteksi. Studi baru menunjukkan jika kurang dari 1.000 copy per mL, risiko penularan hampir tak ada,” ujarnya.
Tingkat penularan HIV dari ibu ke anak mencapai 30-40 persen kalau tak ada langkah pencegahan. Data yang ada menunjukkan, jika seorang ibu sudah menggunakan ARV sebelum hamil dan virusnya sudah tak terdeteksi, maka risiko penulran juga hampir nol persen (interval kepercayaan 0-0,1 persen).