Refleksi Diri Ketika Dunia Semakin Cepat Bertransformasi
Pameran seni rupa NFT bertajuk ”Re-Identify” di Galeri Astra berlangsung mulai 26 Juli hingga 30 Juli 2023.
Oleh
NASRUN KATINGKA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dinamika dan transformasi teknologi mendorong berbagai kebiasaan baru, termasuk yang kontraproduktif. Teknologi informasi berkembang pesat, misalnya, berpotensi menghasilkan sampah informasi yang besar pula. Di sisi lain, sumber informasi konvensional mulai ditinggalkan.
Hal ini merupakan wujud refleksi diri yang dituangkan Robertus Rony Setiawan, kreator dan seniman dalam pameran bertajuk ”Re-identify”. Karya dalam instalasi tiga dimensi tersebut menunjukkan kumpulan limbah botol bekas dan ponsel yang menggantung bersanding dengan buku serta koran yang tergantung terbalik.
”Ini sebagai representasi dan refleksi diri saat ini. Sekarang semakin gampang polusi informasi atau hoaks tersebar dan menjadi sampah digital. Di saat bersamaan buku dan koran semakin ditinggalkan,” kata Robertus saat pembukaan pameran ”Re-identify” di Galeri Astra, Jakarta, Rabu (26/7/2023).
Karya tersebut merupakan keresahan Robertus, tentang dampak perkembangan zaman saat ini. Dia ingin mengingatkan agar masyarakat sedikit merefleksikan kebiasaan yang kontraproduktif seperti itu. Orang-orang perlu kembali mengoreksi kembali penggunaan teknologi saat lebih banyak dampak negatif yang dihasilkan.
Robertus menjadi satu dari total 34 kreator yang menampilkan karya pameran yang berlangsung di Galeri Astra, 26 Juli-30 Juli 2023. Karya-karya berupa lukisan, drawing, patung, foto, instalasi, atau video juga menyediakan bentuk digital non-fungible token (NFT). Kegiatan ini menjadi kelanjutan dari pameran pertama yang telah berlangsung di Bentara Budaya Jakarta, 13-22 Juli 2023.
Adapun hasil kreasi dari Robertus sejalan dengan tema pameran sebagai identifikasi ulang ”Mencari jati Diri di Era Revolusi Industri 4.0". GM Bentara Budaya, Ilham Khoiri mengungkapkan, ”Re-Identify” menjadi refleksi jati diri setiap orang di tengah perubahan zaman. Refleksi ini menjadi momen para kreator mengeksplorasi aneka inovasi dengan memanfaatkan teknologi terkini sekaligus memanggungkan karyanya secara multiplatform.
Ini sebagai representasi dan refleksi diri saat ini. Sekarang semakin gampang polusi informasi atau hoaks tersebar dan menjadi sampah digital. Di saat bersamaan buku dan koran semakin ditinggalkan.
Dia mencontohkan, salah satu karya milik Kana Fuddy Prakoso sebagai salah satu perwujudan re-identify tersebut. Karya dalam wujud tampilan instalasi tiga dimensi sepeda tua tersebut dibalut dengan sketsa kertas. Sepeda tua yang rendah karbon dan ramah lingkungan menjadi refleksi tentang seharusnya sifat manusia itu.
Selain itu, prinsip lainnya yang menjadi refleksi dari sepeda, yakni keteguhan pada kekuatan dan kemampuan diri sendiri. ”Mba Kana ingin mengingatkan kehidupan yang cepat ini perlu dibuat lebih lambat. Dengan begitu kita lebih menyadari apa yang sebelumnya dinikmati saat bernapas dan melihat, sehingga kehidupan kita lebih bermakna,” ujarnya.
Ilham mengungkapkan, pameran dalam dalam bentuk NFT ini merupakan wadah etalase baru bagi seniman dalam berkarya. Jaringan blockchain jejaring global yang luas memungkinkan transaksi lebih banyak bisa terjadi. Seniman bisa mendapatkan royalti dan perlindungan hak cipta yang lebih baik pula.
Saat pameran pertama berlangsung di Bentara Budaya Jakarta, Ilham menyebut terdapat 422 transaksi karya NFT. Salah satu karya dengan transaksi tinggi, karya milik Ariful Amir yang berupa foto wajah manusia yang ditambahkan tato motif batik. Spesialnya, kata Ilham, motif batik yang digunakan tersebut merupakan koleksi peninggalan nenek dari kreator.
Head of Corporate Communications PT Astra Internasional Tbk Boy Kelana Soebroto menyebut, pengembangan potensi pasar NFT merupakan wujud dukungan untuk mengangkat seni Indonesia. ”Oleh karena itu, kolaborasi antara Astra dan Kompas Gramedia diharapkan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi kreatif dan pengembangan literasi digital tentang NFT bagi masyarakat di Indonesia,” ujar Boy.
Sementara Direktur Corporate Communication Kompas Gramedia Glory Oyong berpandangan, karya seniman dalam bentuk NFT ini merupakan bentuk peningkatan pengetahuan dan praktik mendesain karya seni. Seniman bisa mengeksplorasi lebih jauh batas-batas seni dan teknologi.