PPDB Diwarnai Pemalsuan Data Kependudukan hingga Siswa ”Titipan”
Penerimaan peserta didik baru terus menuai sorotan. Kemendikbudristek didesak mengevaluasi dan menindaklanjuti berbagai dugaan kecurangan dalam PPDB.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penyelenggaran penerimaan peserta didik baru atau PPDB yang dinilai rawan penyelewengan terus disorot. Selain soal kecurangan data kependudukan untuk diterima lewat jalur zonasi, sorotan juga mencuat terkait pungutan liar, jual-beli kursi, dan titipan oknum pejabat.
Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji, di Jakarta, Selasa (18/7/2023), mengatakan, meskipun sudah selesai, PPDB tahun ajaran 2023/2024 mewariskan masalah yang tidak pernah usai. Pada Senin lalu, JPPI mendapatkan 11 pengaduan dari masyarakat soal banyaknya kasus jual beli kursi dan jatah titipan pejabat yang sengaja dibiarkan.
”Para pelapor geram dengan langkah cepat dan sigap pihak sekolah dan pemerintah yang mencoret calon siswa yang melakukan kecurangan administrasi saat PPDB. Tapi pada sisi lain, masyarakat menyayangkan pemerintah lamban (bahkan diam) menindaklanjuti laporan warga tentang oknum sekolah atau pemerintah yang melakukan praktik terselubung jual beli kursi dan jatah titipan pejabat,” kata Ubaid.
Pengaduan terbaru yang diterima JPPI berasal dari Provinsi Banten (Kota Tangerang Selatan, Kota Tangerang, dan Kabupaten Tangerang) dan Jawa Barat (Bogor, Bekasi, dan Depok). ”Kasus seperti ini sebenarnya juga terjadi di daerah lain. Namun, kasus ini terkesan sumir, gelap, dan susah dibuktikan. Karena itu, selalu terjadi tiap tahun, tapi menguap begitu saja,” ujar Ubaid.
Secara terpisah, Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) juga menyoroti hal yang sama. Masalah dalam PPDB yang juga sering muncul adalah praktik jual beli kursi, pungli, dan siswa ”titipan” dari pejabat atau tokoh di wilayah tersebut.
Laporan yang dihimpun P2G berasal dari Bali, Bengkulu, Tangerang, Bandung, dan Depok. ”Modusnya adalah menitipkan siswa atas nama pejabat tertentu ke sekolah. Panitia PPDB sekolah, yaitu kepala sekolah dan guru, tidak punya kuasa menolak sehingga praktik ini diam-diam terus terjadi,” kata Kepala Bidang Penelitian dan Pengembangan Pendidikan P2G Feriyansyah.
Feriyansyah menambahkan, ada juga yang ”sama-sama main mata dan saling kunci”. Oknum organisasi masyarakat memaksa akan membocorkan ke media (publik) nama-nama siswa dan pejabat yang melakukan titipan. Sementara oknum organisasi masyarakat tersebut ternyata juga punya calon siswa yang ingin dimasukkan ke sekolah yang sama. Usut punya usut, oknum ormas menjual jasa dengan tarif tertentu kepada calon orangtua siswa.
”Jadi, selama PPDB tak hanya jalur zonasi, prestasi, afirmasi yang ada, tetapi juga ada jalur intervensi, intimidasi, dan surat sakti,” kata Feriyansyah.
Ungkap penyelewengan
Koordinator Nasional P2G Satriwan Salim mengatakan, P2G mendesak agar pelaksanaan PPDB berkeadilan, akuntabel, transparan, dan bertanggung jawab. Orangtua dan guru jangan takut menyampaikan dugaan pungli atau siswa titipan pada dinas pendidikan, satuan tugas Saber Pungli, Ombudsman, atau Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) bahkan ke media massa.
Sementara itu, Ubaid mendesak Kemendikbudristek serta dinas pendidikan harus berkoordinasi dengan berbagai pemangku kepentingan mengungkap kasus penyelewengan PPDB karena melibatkan banyak pihak dan butuh niat baik yang serius. ”Kami meminta laporan masyarakat yang diadukan kepada berbagai pihak juga ditindaklanjuti secara serius,” ujar Ubaid.
Kemendikbudristek dan dinas pendidikan diminta membuat tim investigasi yang independen melibatkan semua pemangku kepentingan pendidikan, termasuk masyarakat sipil, untuk menindaklanjuti kasus ini sampai ke ranah hukum. Selain itu, Permendikbud No 1 Tahun 2021 juga perlu direvisi dan dievaluasi. Regulasi ini dinilai tidak berkeadilan dan menimbulkan banyak kasus diskriminasi di level implementasi.
”Pihak inspektorat daerah, dinas pendidikan, dan Ombudsman hendaknya agresif melakukan monitoring, pengawasan, dan evaluasi pelaksanaan PPDB serta indikasi kecurangannya. Terpenting adalah tindak lanjutnya,” kata Ubaid.
Inspektur Jenderal Kemendikbudristek Chatarina Muliana Girsang mengatakan, secara berkala, Kemendikbudristek memantau penyelenggaraan PPDB. Berdasarkan evaluasi, ditemukan fakta bahwa proses PPDB masih lemah sosialisasi dan pengawasan di tingkat daerah. Untuk itu, dinas pendidikan diminta melakukan sosialisasi dan pengawasan secara masif, khususnya untuk memastikan prinsip pelaksanaan PPDB berjalan dengan baik.
“Kami meminta sebelum penyelenggaraan PPDB tingkat SMP, SD harus memberikan sosialisasi kepada orangtua murid kelas 6. Lalu, sebelum penyelenggaraan PPDB SMA, ada sosialisasi yang diberikan SMP untuk orangtua murid dan peserta didik kelas 9 di sekolah sebelumnya (SMP) sehingga mereka dapat pencerahan. Kami meminta disdik menjalankan fungsi ini,” kata Chatarina.
Pihak inspektorat daerah, dinas pendidikan, dan Ombudsman hendaknya agresif melakukan monitoring, pengawasan, dan evaluasi pelaksanaan PPDB serta indikasi kecurangannya. Terpenting adalah tindak lanjutnya.
Sementara itu, anggota Ombudsman RI, Indraza Marzuki Rais, meminta para kepala daerah tak segan menindak tegas praktik kecurangan proses PPDB tahun ini. Dalam pengawasan penyelenggaraan PPDB oleh Ombudsman, ditemukan pengulangan pelanggaran di sejumlah daerah, misalnya, praktik manipulasi data pada dokumen kependudukan dan adanya siswa titipan di sekolah favorit.
”Kepala daerah harus berani bertindak tegas menindaklanjuti temuan-temuan kecurangan tersebut. Apabila perlu dapat memberikan sanksi kepada oknum pelaku kecurangan. Agar tercipta PPDB yang transparan, adil, dan setara bagi semua calon peserta didik baru,” kata Indraza Marzuki Rais.
Indraza menambahkan, penyelenggaraan PPDB tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat, tetapi juga pemerintah daerah karena pendidikan merupakan salah satu urusan pemerintahan yang bersifat wajib sehingga persoalan pendidikan yang terjadi di daerah harus segera diselesaikan pemerintah daerah setempat termasuk jika ada temuan kecurangan.
Berbagai temuan proses PPDB yang diperoleh dari Kantor Perwakilan Ombudsman saat ini tengah diolah dan dianalisis. Ombudsman juga masih memantau proses penerimaan peserta didik hingga PPDB berakhir. Indraza mengungkapkan, berdasarkan pengawasan sebelumnya biasanya temuan seperti siswa titipan akan dijumpai setelah PPDB selesai.
”Hasil temuan Ombudsman RI ini akan disampaikan kepada Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi; Menteri Agama; dan Menteri Dalam Negeri. Nantinya, saran perbaikan dari Ombudsman ini dapat dijadikan bahan rujukan dalam penyusunan kebijakan selanjutnya,” kata Indraza.