Megawati Ingatkan Peran Penting Perempuan dalam Penanganan ”Stunting”
Kaum perempuan perlu disiapkan untuk memasuki kehidupan rumah tangga. Sebab, perempuan berperan penting dalam menangani masalah tengkes.
Oleh
NASRUN KATINGKA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perempuan berperan penting dalam penanganan tengkes atau stunting. Karena itu, kesiapan dan kematangan diri seorang perempuan dalam berumah tangga perlu diperhatikan untuk menghasilkan keluarga yang berkualitas. Hal ini bertujuan untuk menghasilkan generasi terbaik ketika Indonesia memasuki masa bonus demografi.
Presiden kelima Republik Indonesia Megawati Soekarnoputri mengutarakan hal itu saat menerima penghargaan Inspirator dan Penggerak Cegah Stunting dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) bersama Tribun Network. Penghargaan ini tidak terlepas dari perhatian dan masukan Megawati agar menggerakkan kepala daerah serta para kader perempuan untuk bergotong royong mencegah stunting.
”Bonus demografi akan terjadi dalam 13 tahun (ke depan). Semua lini harus dibangkitkan dan diangkat. Bukan ekonomi saja, melainkan juga sosial kesehatan,” kata Megawati seusai menerima penghargaan Inspirator dan Penggerak Cegah Stunting di Studio 1 Kompas TV, Jakarta, Senin (17/7/2023).
Sejauh ini pemerintah mengupayakan penurunan prevalensi tengkes dari 21,6 persen pada 2022menjadi 14 persen. Target ini telah ditetapkan dalam Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting. Penurunan prevalensi tengkes dengan memberikan perhatian kepada perempuan menjadi ikhtiar bersama karena berperan vital dalam mewujudkan ketahanan keluarga.
Megawati mengingatkan kepada kaum perempuan agar meningkatkan kesadaran akan pentingnya kesiapan diri dalam kehidupan berumah tangga. Hal ini perlu diperhatikan agar stunting yang merupakan gagal tumbuh pada anak berusia di bawah lima tahun atau anak balita akibat kurang gizi kronis bisa dicegah. Dalam jangka panjang, tengkes bisa memengaruhi kecerdasan dan tumbuh kembang anak serta memengaruhi kualitas generasi suatu bangsa.
Bonus demografi akan terjadi dalam 13 tahun (ke depan). Semua lini harus dibangkitkan dan diangkat. Bukan ekonomi saja, melainkan juga sosial kesehatan.
Dia mengaku resah lantaran sebagian kaum hawa masih abai dengan pengetahuan kecukupan gizi bagi anak. Megawati mencontohkan, ibunya, yakni Fatmawati, yang rutin memasak untuk anak-anaknya meski berstatus sebagai seorang ibu negara. Hingga berusia lanjut, ibu negara pertama RI tersebut tetap memasak demi memastikan kecukupan gizi untuk anak dan cucunya.
Selain itu, dia mendorong keterlibatan semua pihak bergotong royong menaruh perhatian dalam penanganan stunting. Megawati berpandangan, semua pihak harus bergerak dalam penanganan tengkes untuk menjamin generasi terbaik ketika memasuki bonus demografi dan usia emas tahun 2045.
”Semua boleh terlibat (penanganan stunting) karena ini untuk memastikan regenerasi yang akan datang,” ucap Megawati.
Kepala BKKBN Hasto Wardoyo menambahkan, peranan perempuan sangat penting dalam penanganan stunting. Di dalam keluarga, perempuan menjadi sosok yang akan memastikan kecukupan gizi bagi anaknya. Dengan demikian, pengetahuan perempuan dalam kehidupan berkeluarga terus menjadi perhatian BKKBN sebagai Ketua Pelaksana Program Percepatan Penurunan Stunting.
Hasto menyebut, BKKBN menghadirkan 200.000 tim pendamping keluarga di fasilitas pelayanan kesehatan dasar untuk memberikan pendampingan dan edukasi tentang stunting. Tim yang terdiri dari sukarelawan berbagai kalangan tersebut diharapkan bisa memberikan edukasi menyeluruh kepada semua pihak.
”Keluarga harus direncanakan dengan baik. Semuanya harus terencana secara simultan dan menyeluruh,” kata Hasto.
Imbauan serupa disampaikan Ketua Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Emi Nurjasmi. Emi bersama Istri Panglima TNI ke-21, Diah Erwiany Trisnamurti Hendrati atau akrab disapa Hetty Andika Perkasa, serta Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu dianugerahi sebagai tokoh penggerak cegah stunting.
Menurut Emi, perhatian dalam pencegahan stunting perlu gerakan holistik, bukan fase kelahiran saja. Dia mengingatkan, penanganan dan edukasi stunting bahkan harus dilakukan sebelum perempuan memasuki usia pernikahan. Adapun kehadiran tim pendamping keluarga akan memastikan edukasi ini bisa berjalan dengan baik.
”Tim pendamping akan mendampingi keluarga, khususnya perempuan. Edukasi di keluarga soal pernikahan, edukasi saat usia kehamilan, hingga setelah melahirkan dan anak memasuki usia di bawah dua tahun dan balita,” ucapnya.