Perasa pada Produk Rokok Dorong Orang Mulai Merokok
Larangan penggunaan tambahan perasa pada produk rokok perlu diterapkan di Indonesia. Larangan penggunaan perasa ini efektif untuk mencegah perokok pemula serta mendorong upaya berhenti rokok di masyarakat.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
KOMPAS/LUCKY PRANSISKA
Rokok elektrik bertenaga baterai mengeluarkan uap dari hasil pemanasan tembakau cair atau cairan perasa.
JAKARTA, KOMPAS — Tambahan perasa pada produk rokok menjadi daya tarik seseorang untuk mulai merokok. Selain itu, perasa juga dapat mendorong perokok untuk meningkatkan konsumsi rokok. Itu sebabnya, pelarangan adanya perasa pada produk rokok perlu diterapkan secara komprehensif, baik perasa pada rokok konvensional maupun rokok elektronik.
Direktur Institute for Global Tobacco Control (IGTC) Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health Joanna Cohen mengatakan, sejumlah penelitian telah membuktikan bahwa penambahan rasa dapat meningkatkan daya tarik rokok. Hal tersebut yang akhirnya mendorong seseorang untuk memulai merokok.
”Rasa pada rokok dapat berkontribusi untuk menarik konsumen, terutama kaum muda. Rasa juga menjadi bagian dari teknik pemasaran industri rokok. Lewat perasa ini dapat mengarahkan orang untuk mulai menggunakan produk tembakau,” katanya dalam jawaban tertulis yang diterima Kompas di Jakarta, Kamis (13/7/2023).
Rasa pada rokok dapat berkontribusi untuk menarik konsumen, terutama kaum muda. Rasa juga menjadi bagian dari teknik pemasaran industri rokok.
Hasil studi IGTC Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health pada 2023 menunjukkan, sejumlah produk rokok yang beredar di pasaran Indonesia memiliki kadar perasa kimia yang tinggi, antara lain eugenol dan mentol. Dari 24 jenis merek rokok keretek dan 9 jenis merek rokok putih yang diteliti, kandungan eugenol (senyawa perasa cengkeh) signifikan terdeteksi di semua jenis merek rokok keretek. Sementara itu, kandungan eugenol tidak ditemukan di semua merek rokok putih yang diteliti.
IGTC
Hasil studi Institute for Global Tobacco Control (IGTC) Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health 2023
Dalam studi tersebut ditemukan pula adanya kandungan mentol pada 14 jenis merek rokok keretek yang diteliti dengan tingkat kandungan bervariasi antara 2,8 miligram (mg) dan 12,9 mg per batang. Kandungan mentol juga ditemukan pada lima dari sembilan jenis merek rokok putih dengan tingkat kandungan 3,6 mg sampai 10,8 mg per batang. Perasa kimia lainnya seperti rasa buah-buahan juga ditemukan pada jenis merek rokok keretek ataupun rokok putih.
Joanna menuturkan, selain rasa, teknik pemasaran lewat visual rasa, seperti gambar, warna, dan deskripsi pada bungkus rokok, dapat menarik konsumen muda untuk mencoba produk rokok. Adanya perasa ini juga dapat mendorong seorang perokok untuk menambah jumlah rokok yang dikonsumsi. Akibatnya, upaya berhenti merokok menjadi lebih sulit dilakukan.
Peneliti post-doctoral IGTC Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health, Beladenta Amalia, menyampaikan, perasa telah terbukti meningkatkan daya tarik produk tembakau dan tingkat konsumsinya. Namun, sayangnya, tidak ada larangan terhadap produk tembakau dengan perasa di Indonesia. Sebagian besar perokok dewasa di Indonesia mengonsumsi rokok keretek dengan campuran cengkeh.
”Dari sudut pandang kesehatan publik, tidak ada pembenaran atas pemberian izin penggunaan bahan tambahan, seperti perasa yang bertujuan untuk meningkatkan daya tarik produk tembakau. Indonesia harus menerapkan pelarangan perasa secara komprehensif pada produk tembakau,” tuturnya.
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN
Puluhan merek rokok, termasuk rokok keretek, dijual bebas di sebuah kios di kawasan Ciracas, Jakarta, Kamis (3/9/2015).
Ia menuturkan, pelarangan produk tembakau dengan perasa seperti mentol terbukti dapat mengurangi konsumsi tembakau sekaligus meningkatkan upaya berhenti merokok. Dalam pelarangan perasa pada produk tembakau perlu diperkuat dengan pengetatan aturan penggunaan gambar, deskripsi, dan warna terkait produk rokok yang dapat menarik perhatian konsumen.
Regulasi lain juga perlu diperketat untuk menekan angka perokok di Indonesia. Adapun kebijakan yang terbukti dapat mengurangi konsumsi produk tembakau, antara lain, larangan merokok di tempat umum, memberlakukan larangan menyeluruh pada iklan tembakau, pemberian label peringatan kesehatan bergambar pada kemasan rokok, kampanye bahaya merokok, serta meningkatkan pajak produk tembakau.
Joanna menambahkan, langkah-langkah pengendalian tembakau yang efektif mendesak dilakukan mengingat jumlah perokok di Indonesia sangat besar. Setidaknya ada 68 juta orang dewasa di Indonesia yang merokok dan sekitar 225.000 kematian terjadi per tahun akibat produk tembakau.
Menurut dia, upaya pengendalian tembakau yang efektif dapat membantu Indonesia mencegah kematian dan penyakit akibat produk tembakau. Namun, sebaliknya, dampak kerugian bisa terjadi jika tidak ada upaya efektif yang dilakukan.
”Kerugian yang terjadi tidak hanya bagi generasi saat ini, tetapi juga generasi yang akan datang. Itu juga bisa membawa dampak buruk bagi kesejahteraan dan beban ekonomi negara,” kata Joanna.