Wayang Orang Bharata mementaskan pergelaran kolaborasi sejumlah sanggar dan komunitas dengan mengambil lakon ”Wirata Parwa”.
Oleh
NINOK LEKSONO
·2 menit baca
Dengan gedung berpenampilan baru di sana-sini hasil renovasi, dengan pimpinan pengelola baru, Wayang Orang (WO) Bharata di Jakarta tak lupa bersyukur. Memperingati HUT ke-51, Minggu (2/7/2023), Bharata mementaskan satu pergelaran kolaborasi sejumlah sanggar dan komunitas mengambil lakon ”Wirata Parwa” (Akhir di Kerajaan Wirata).
Pandawa yang kalah dalam permainan dadu yang diculasi Patih Hastina Sengkuni seusai menjalani hukuman mengembara di hutan 12 tahun dan selama satu tahun menyamar. Kalau sampai identitas mereka ketahuan, mereka harus mengulang lagi hukuman 13 tahun yang penuh derita. (Sebenarnya hukuman inilah yang membuat Pandawa lebih kuat lahir batin, berbeda dengan Kurawa yang setelah menguasai Hastina, juga Indraprasta, hidup bergelimang kesenangan duniawi).
Di pengujung penyamaran, Pandawa berhasil membantu Wirata menghalau serangan Hastina. Adipati Karna yang menangkap senjata yang digunakan pihak Wirata segera mengetahui itu senjata Arjuna. Tetapi Pandawa tak bisa dihukum lagi karena rahasia mereka terbongkar setelah masa hukuman selesai.
Pandawa tak bisa dihukum lagi karena rahasia mereka terbongkar setelah masa hukuman selesai.
Teguh ”Kenthus” Ampiranto yang kini memimpin WO Bharata berhasil menggalang sanggar Budaya Monas, Gending Enem, Sekar Tanjung, KSBN, Kamaratih, Kridha Hambeksa, Seni Kusuma, dan Nur Sekar Kinanti, ditambah sejumlah pencinta seni, dalam sebuah tim yang bak profesional memerankan tokoh-tokoh yang diembankan. Nanang Hp sebagai Prabu Kresna, dan Bram Kushardjanto sebagai Prabu Jorosando memenuhi harapan dalam perannya.
Satu catatan kecil bukan berasal dari tarian atau ontowacono (kemampuan bicara), tetapi dari losnya waktu, sehingga pergelaran berlangsung hingga mendekati tengah malam. Dalam hal ini, Bharata sebenarnya bisa mencontoh pergelaran di Teater Pewayangan yang diselenggarakan sekitar pukul 15.30 dan selesai menjelang pukul 18.00. Ini ideal, apalagi jika pementasan berlangsung hari Minggu, di mana sebagian pemain (dan juga penonton) masih harus bekerja esok harinya.
Boleh jadi pergelaran panjang ini juga hasil dari penggabungan setidaknya tiga cerita jadi satu. Di ”Wirata Parwa” Bharata ada lakon ”Sesaji Raja Suya”, ada ”Pendawa Dadu”, selain ”Wirata Parwa” sendiri.
Selebihnya, prakarsa Bharata untuk mementaskan wayang kolaborasi patut dipuji karena semangat untuk guyub rukun ini amat dibutuhkan memajukan kesenian. ”Wirata Parwa” Bharata sedikit banyak berkontribusi untuk menepis anggapan bahwa seniman sulit diajak guyub.