Upaya surveilans terkait penularan antraks di Gunung Kidul, DI Yogyakarta, terus diperkuat setelah adanya laporan kasus kematian yang terjadi di wilayah tersebut. Masyarakat pun diimbau untuk selalu waspada.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Upaya surveilans terus ditingkatkan terkait dengan temuan penularan antraks pada manusia di Kabupaten Gunung Kidul, DI Yogyakarta. Fasilitas pelayanan kesehatan pun disiapkan untuk memperkuat penanganan kasus antraks di wilayah tersebut.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan Imran Pambudi, saat dihubungi di Jakarta, Rabu (5/7/2023), mengatakan, setidaknya sudah ada tiga kasus meninggal yang dilaporkan terkait dengan penularan antraks di Gunung Kidul, DI Yogyakarta. Dari tiga kasus tersebut. Satu kasus sudah terkonfirmasi laboratorium positif antraks.
”Peningkatan surveilans antraks terus dilakukan di daerah endemis. Saat ini, Yogyakarta masuk dalam wilayah endemis antraks. Itu dilakukan bersamaan dengan penguatan edukasi ke masyarakat akan bahaya dan tanda antraks pada hewan dan manusia,” ujarnya.
Berdasarkan keterangan dari Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Gunung Kidul, penularan antraks diduga terjadi karena warga mengonsumsi sapi yang mati karena sakit. Sekalipun sapi yang mati tersebut sudah dikubur, warga nekat menggali dan mengonsumsi daging tersebut. Dari 143 warga yang diperiksa, sebanyak 87 orang dinyatakan positif antraks (Kompas.id, 5/7/2023).
Imran menuturkan, Kementerian Kesehatan telah berkoordinasi dengan pemerintah daerah setempat untuk memastikan fasilitas pelayanan kesehatan tersedia dengan baik. Dengan begitu, penanganan kasus antraks bisa diberikan secara adekuat.
Peningkatan surveilans antraks terus dilakukan di daerah endemis. Saat ini, Jogja masuk dalam wilayah endemis antraks.
Direktur Pascasarjana Universitas Yarsi yang juga Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Tjandra Yoga Aditama menuturkan, antraks merupakan zoonosis atau penyakit yang ditularkan dari hewan. Untuk itu, penyakit ini perlu ditangani dengan pendekatan ”One Health”. Artinya, penanganan perlu melibatkan sektor kesehatan manusia, kesehatan hewan, dan kesehatan lingkungan.
Sosialisasi
Kejadian penularan antraks yang terjadi di Gunung Kidul bukan yang pertama. Penyebab penularan pun juga sebelumnya pernah terjadi akibat warga yang mengonsumsi daging dari hewan yang mati akibat sakit.
”Sesuatu yang perlu terus diberi pemahaman ke masyarakat luas agar jangan terus berulang kejadian dan bahkan ada kematian pada manusia, seperti di Gunung Kidul sekarang ini,” ujar Tjandra.
Antraks merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Bacillus anthracis. Bakteri tersebut umumnya menyerang hewan herbivora, seperti kambing, sapi, dan domba. Penyakit antraks pada hewan bisa menular ke manusia. Penularannya bisa terjadi melalui udara. Bakteri ini juga bisa bertahan di dalam tanah dalam waktu yang lama. Karena itu, ketika ada hewan yang sakit dan mati perlu dikubur dengan standar tertentu untuk mencegah terjadinya penularan.
Dihubungi terpisah, dokter hewan yang juga Sekretaris Jenderal Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) Jawa Barat VIII Agus Kandarwarmana Sugama menyampaikan, pemberdayaan masyarakat perlu dilakukan untuk mengendalikan penularan penyakit hewan, terutama menjelang hari raya Idul Adha. Selain itu, peta distribusi penyebaran populasi ternak juga perlu dilakukan untuk mengendalikan penularan penyakit hewan, mulai dari pengumpul hewan, penampung, pasar hewan, tempat pemotongan hewan, hingga rumah potong hewan.
Surveilans dan deteksi dini di daerah berisiko tinggi penyebaran penyakit hewan, termasuk antraks, juga perlu dilakukan bekerja sama dengan laboratorium kesehatan hewan yang terakreditasi. Kapasitas pusat pelayanan kesehatan hewan juga harus dilakukan untuk mencegah terjadinya penularan.
”Pengawasan dan pengendalian lalu lintas hewan ternak dan produknya pun perlu dilakukan untuk mengendalikan penularan penyakit pada hewan, seperti antraks. Itu termasuk melakukan sidak (inspeksi mendadak), terutama menjelang hari raya besar, seperti Idul Fitri, Idul Adha, serta Natal dan Tahun Baru,” ujarnya.