Berhentilah dari gemuruh duniamu di kala wukuf. Semata merenung, memohon, dan berdoa....
Oleh
ADI PRINANTYO dari Mekkah, Arab Saudi
·4 menit baca
Demi berhenti sesaat dari segala hal duniawi, jutaan Muslim rela meninggalkan kehidupan sehari-hari untuk berhaji, dengan puncak wukuf di Arafah, 9 Zulhijah 1444 H, bertepatan dengan Selasa (27/6/2023). Bertahun-tahun menunggu, mayoritas 10 tahun lebih, bagi mereka itu bukan perkara.
Demi memanjatkan doa saat wukuf di Arafah, sebagai saat dan lokasi terbaik memohon kepada Allah, jutaan Muslim memenuhi maktab-maktab di Arafah. Berdesak-desakan mereka tak mengeluh. Cuaca panas tak dirasakan meski bermandi peluh.
Demi memohon ampun kepada Sang Khalik saat wukuf, jutaan Muslimin dan Muslimah rela berbaju ihram. Bagi yang pria, baju ihram berupa dua lembar kain tanpa jahitan, dengan sejumlah larangan menyertai. Sebut saja, tidak boleh membunuh hewan, mencabut tanaman, dan mencabut rambut, tak terkecuali rambut hidung. Masih ada lagi: dilarang memakai wewangian.
Bagi jemaah Indonesia, wukuf berlangsung di tenda masjid yang dihadiri sekitar 800 anggota jemaah, dari kapasitas per tenda yang hanya 300-an orang. Duduk bersila lama dengan posisi berimpitan tentu tak mudah. Toh, semua ditunaikan dengan saksama. Khidmat, demi mustajabnya sebuah doa.
Perjumpaan dengan sejumlah anggota jemaah lanjut usia (lansia) selama ibadah haji 2023 menjadi bukti sahih betapa usia, kerentaan, dan keterbatasan, seperti kendala bahasa, bukan penghalang menuju Tanah Suci. Soenadji dari Tuban, Salim Engeng asal Bener Meriah, Mustafa Nasir Baco asal Ternate, dan Gusram Numan dari Binjai, untuk menyebut beberapa nama saja, semuanya berusia di atas 65 tahun. Mereka berwukuf lewat berbagai upaya.
Tenda masjid menjadi tenda yang tak pernah sepi dari kegiatan jemaah haji, yang mayoritas bertafakur dan berdoa. Tak sedikit di antaranya menitikkan air mata. Habib Ali Hasan Al-Bahar, penceramah wukuf jemaah Indonesia, mengisahkan, bahkan Nabi Muhammad SAW pun berdoa hingga meneteskan air mata. ”Sebaik-baik doa adalah doa di hari Arafah. Sampai-sampai, di kala berdoa, wajah Nabi Muhammad SAW penuh air mata. Sajadah tempat Nabi SAW bersujud juga basah oleh air mata,” kata Habib Ali.
Di mimbar, Habib Ali menyampaikan khotbah wukuf sarat makna dengan penuh ekspresi bertema ”Padang Arafah, Padang Ma’rifat, Sajadah Berhampar Berkah”. Ia mengisahkan petualangan tokoh sufi kenamaan Ibrahim bin Adham asal Irak yang berangkat haji dengan berjalan kaki. ”Beliau menjumpai seorang yang kedua kakinya terputus dan berjalan, maaf, dengan cara mengesot. Ibrahim bin Adham melihat orang tersebut dengan penuh iba,” kata dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tersebut.
Habib Ali melanjutkan, ”Lalu orang tersebut bertanya kepada Ibrahim bin Adham, ’Dari manakah kamu?’ ’Dari Irak,’ jawab Ibrahim bin Adham. ’Berapa lama kamu menempuh perjalanan ke Tanah Suci?’ Dijawab lagi, ’Tiga bulan’. Kemudian Ibrahim bin Adham balik bertanya, ’Kamu berapa lama menempuh perjalanan ke Tanah Suci?’ Dijawabnya, ’Aku berpisah dengan keluargaku lima tahun yang lalu’.”
Luar biasa, tutur Habib Ali. Dalam keadaan berkebutuhan khusus, seorang Muslim berjalan dengan kaki terputus selama lima tahun untuk menunaikan ibadah haji. ”Haji juga bermakna hujjah yang berarti bukti. Perjalanan haji adalah bukti pencarian rida dari hakikat cinta kita. Cinta dan penghambaan kepada Allah SWT, siap meninggalkan Tanah Air, meninggalkan keluarga, meninggalkan semua yang selalu melekat dan membuat kita berbeda,” tutur Habib Ali.
Padang Arafah, yang kala wukuf pada Selasa lalu suhu udaranya 44 derajat celsius, juga menjadi saksi dihapusnya segala diskriminasi, yang berarti ratusan tahun mendahului Piagam PBB. Menurut Habib Ali, Nabi Muhammad SAW dalam khotbah emasnya di hadapan tak kurang dari 100.000 sahabat menyampaikan nilai-nilai kesetaraan yang abadi.
”Dari Arafah, Nabi Muhammad SAW mengumumkan bahwa riba atau rente termasuk praktik ekonomi zalim dan karena itu telah dihapus. Secara lantang juga beliau nyatakan yang telah dihapus adalah riba yang dilakukan paman beliau, Sayyidina Abbas RA. Ini menandakan bahwa Nabi Muhammad SAW menjadikan keluarga beliau sebagai teladan,” tutur Habib Ali.
Nabi Muhammad SAW dalam khotbah tersebut juga mengingatkan bahwa perempuan harus diposisikan sebagaimana mestinya sebagai ciptaan Allah SWT yang mulia dan saudara kandung bagi laki-laki. ”Kental sekali pemihakan Nabi SAW terhadap perempuan dan antiperbudakan yang menjamur ketika itu,” ujarnya.
Oleh karena itu, tambah Habib Ali, peranan Pemerintah RI tahun ini menjadi relevan dengan mengambil tema ”Haji Ramah Lansia” dan ”Haji Berkeadilan”. Tema ”Haji Berkeadilan” diwujudkan dengan memberikan perhatian lebih besar terhadap perempuan, lebih banyak daripada sebelumnya.
Wukuf menjadi momen ”berhentinya” seseorang dari bermacam hasrat duniawi. Jutaan sujud oleh jutaan Muslim dunia saat wukuf menjadi potret refleksi jutaan manusia yang ingin menjadi lebih baik dari sebelumnya.