Intervensi pengelolaan diperlukan untuk mendampingi masyarakat yang masih mengelola lahan gambut dan mangrove.
Oleh
NASRUN KATINGKA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Intervensi pengelolaan ekosistem gambut dan mangrove perlu melibatkan masyarakat agar berkelanjutan. Intervensi tersebut dalam bentuk pengembangan mata pencarian masyarakat berbasis mitigasi serta adaptasi konservasi dan restorasi pada dua ekosistem tersebut.
Konservasi Indonesia, Yayasan Lahan Basah (Ylba), dan Center for International Forestry Research (CIFOR) berkolaborasi memberikan intervensi pengelolaan ekosistem gambut dan mangrove. Sejak tahun 2019, kolaborasi tiga organisasi nirlaba mulai mengelola lahan gambut di Sumatera Utara serta mangrove di Papua Barat dan Papua Barat Daya.
”Pelestarian fungsi gambut dan mangrove memerlukan penanganan partisipatif masyarakat di tingkat tapak atau bawah,” kata Ketua Dewan Pengurus Yayasan Konservasi Indonesia Meizani Irmadhiany di Jakarta, Selasa (27/6/2023).
Meizani mengungkapkan, upaya konservasi dan restorasi ekosistem gambut dan mangrove berperan penting dalam pengendalian perubahan iklim ini. Di sisi lain, perlu pendampingan masyarakat yang mengelola lahan gambut dan mangrove yang memiliki fungsi ekologis, ekonomis, dan sosial amat strategis.
Di Sumatera Utara, Konservasi Indonesia dan YLBA telah melaksanakan kegiatan percontohan restorasi gambut di Muara Manompas, Kabupaten Tapanuli Selatan. Pendekatan kepada masyarakat dengan memberikan edukasi mengenai fungsi ekologis, ekonomi, dan sosial gambut.
”Sebelum kami masuk, ada sejumlah praktik masyarakat yang membahayakan kawasan, misalnya pembakaran lahan gambut untuk perkebunan. Berbagai pendekatan kami terus lakukan dengan berbagai edukasi,” ujar Koordinator Program YLBA Eko Budi Priyanto.
Eko menambahkan, intervensi awal yang dilakukan seusai pendekatan awal, yakni dengan pembasahan kembali lahan gambut melalui pembuatan sekat kanal. Saat ini total 12 sekat kanal telah dibangun untuk membasahi kembali 216 hektar lahan gambut di Muara Manompas.
Pelestarian fungsi gambut dan mangrove memerlukan penanganan partisipatif masyarakat di tingkat tapak atau bawah.
Masyarakat akan terlibat merawat sekat kanal tersebut dan memanfaatkannya sebagai mata pencarian. Dengan sumber daya air melimpah, kawasan sekitar sekat kanal bisa dimanfaatkan untuk kegiatan mata pencarian masyarakat. Saat ini, warga sekitar memanfaatkannya untuk budidaya ikan lele dan ikan keramba.
Selain budidaya hewan, masyarakat diberikan pelatihan budidaya tanaman di sekitar lahan gambut seperti jelutung, sagu, pakat, dan nanas. Ada pula pelatihan untuk diversifikasi produk, kompos blok, minyak sereh wangi, sedotan berbahan dasar tapioka, dan eco-printing berbagai jenis kerajinan.
Di Papua Barat dan Papua Barat Daya, pendekatan yang digunakan berupa intervensi pendekatan pelatihan. Sebanyak 98 pelatihan diberikan dalam meningkatkan keterampilan untuk perbaikan dan perawatan mesin ketinting, perbaikan jaring ikan (gill net), serta kemampuan dalam identifikasi dan pemantauan potensi Sumber Daya Alam (SDA).
”Paling dominan pelatihan dan pendampingan yang diberikan berbasis ekowisata bagi masyarakat di kawasan mangrove di sana,” kata Meizana.
Meizani menyebut perlu ada langkah berkelanjutan, apalagi dengan berbagai hasil yang ditunjukkan melalui proyek yang dinamai International Climate Initiative-Peat and Mangrove Ecosystem (IKI-PME) tersebut.
Sejak Februari 2023, IKI-PME menjalin kerja sama dengan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dengan membentuk Tim Koordinasi Strategis Lahan Basah yang tercantum dalam dokumen Strategi Nasional Lahan Basah Ekosistem Gambut dan Mangrove. Dokumen itu diluncurkan pada awal Februari 2023.
Direktur Kehutanan dan Sumber Daya Air Bappenas Nur Hygiawati Rahayu mengutarakan, pemerintah mengapresiasi bentuk pembangunan berlandaskan pada perlindungan ekosistem.
Strategi nasional (stranas) tersebut memuat seluruh aspek pengelolaan mangrove dan gambut. Strategi itu mencakup, antara lain, penguatan kerangka regulasi, manajemen data dan informasi, teknologi, partisipasi publik, skema pendanaan berkelanjutan, hingga penegakan hukum pengelolaan ekosistem gambut dan mangrove.
”Langkah strategis yang ada di stranas perlu dimasukkan dalam dokumen perencanaan pembangunan nasional sehingga bisa berkekuatan hukum,” ucap Hygiawati.
Strategi nasional lahan basah akan diintegrasikan dalam dokumen perencanaan di tingkat nasional, seperti Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2025-2045, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029, hingga dokumen perencanaan tingkat daerah dari berbagai pemangku kepentingan.