Hingga Mei, Hutan dan Lahan yang Terbakar Mencapai 28.020 Hektar
Hingga Mei 2023, luas kebakaran hutan dan lahan di Indonesia mencapai 28.020 hektar. Karena itu, pemerintah menyiagakan lebih dari 1.900 personel manggala agni.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
KOMPAS/RHAMA PURNA JATI
Seorang petugas pemadam dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan, berupaya memadamkan api di lahan yang menghanguskan sekitar 4 hektar lahan semi-gambut di sekitar Jalan Tol Trans-Sumatera Palembang-Indralaya, tepatnya di Km 17.
JAKARTA, KOMPAS — Hingga Mei 2023, luas kebakaran hutan dan lahan di seluruh wilayah di Indonesia mencapai 28.020 hektar. Fenomena El Nino membuat pemerintah mengantisipasi dan mencegah kebakaran lahan dengan menetapkan desa pengendalian karhutla serta menyiapsiagakan 1.997 personel manggala agni.
Berdasarkan sistem pelaporan karhutla (Sipongi), luas hutan dan lahan yang terbakar hingga Mei 2023 mencapai 28.020 hektar (ha). Wilayah dengan luas karhutla terbesar yakni Nusa Tenggara Timur (5.211 ha), disusul Kalimantan Barat (4.172 ha), Lampung (2.272 ha), Sulawesi Tenggara (1.961 ha), Maluku (1.953 ha), dan Riau (1.860 ha).
Sementara itu, hingga April 2023, kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang terjadi di seluruh wilayah di Indonesia telah melepaskan emisi hingga mencapai 2,8 juta ton setara karbon dioksida (CO2e). Kalimantan Barat menjadi wilayah penyumbang emisi terbesar hingga 1,05 juta ton CO2e.
Direktur Pengendalian Karhutla Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Thomas Nifinluri menyampaikan, luasan lahan yang terbakar itu telah disampaikan langsung kepada Presiden melalui Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
”Melalui upaya bersama diharapkan ancaman luas karhutla di Indonesia akan terus menurun meski nantinya kita memasuki masa El Nino di semester kedua. Saat ini, kita memasuki masa El Nino, tetapi pada level rendah,” ujarnya dalam webinar terkait antisipasi karhutla menghadapi El Nino, Sabtu (24/6/2023).
KOMPAS/PRADIPTA PANDU MUSTIKA
Salah seorang anggota Masyarakat Peduli Api (MPA) Desa Dayun, Kabupaten Siak, Riau, Rabu (!5/3/2023), tengah memeriksa kanal yang digunakan untuk membasahi lahan gambut di wilayah tersebut.
Menurut Thomas, pengendalian karhutla dilakukan dengan tiga aspek, yakni pencegahan, pemadaman, dan penanganan pasca-karhutla. Upaya pencegahan meliputi patroli terpadu dan mandiri, penyadartahuan, kampanye, koordinasi antarpemangku kepentingan, operasi teknologi modifikasi cuaca, dan peningkatan peran warga melalui masyarakat peduli api (MPA).
Melalui upaya bersama diharapkan ancaman luas karhutla di Indonesia akan terus menurun meski nantinya kita memasuki masa El Nino di semester kedua.
Sementara pada aspek pemadaman, dilakukan kegiatan seperti pemantauan dan deteksi dini, peninjauan langsung ke lapangan, serta pemadaman baik melalui darat maupun udara. Pada aspek penanganan pasca-kejadian, penghitungan luas areal terbakar dan emisi yang dikeluarkan serta penegakan hukum oleh KLHK dan Polri dilakukan.
Surat Keputusan Direktur Pengendalian Karhutla Nomor 4 Tahun 2023 juga menetapkan desa sasaran pengendalian karhutla tahun 2023 sebanyak 963 desa. Sebaran desa itu meliputi Sumatera (422 desa), Kalimantan (384 desa), Sulawesi (90 desa), Maluku dan Papua (26 desa), serta Jawa-Bali-Nusa Tenggara (41 desa).
Selain itu, KLHK menyiapsiagakan hingga 11.119 MPA dan 1.997 personel manggala agni tersebar di 34 daerah operasional dan 37 pondok kerja. Thomas mengakui jumlah personel ini belum cukup untuk mengatasi karhutla sehingga perlu kerja sama semua pihak di sejumlah daerah hingga ke tingkat tapak.
”Patroli terpadu dari Babinsa, Bhabinkamtibmas, dan masyarakat senantiasa dilakukan dengan mendatangi rumah-rumah warga untuk mengingatkan agar jangan membuka lahan dengan cara membakar,” ungkap Thomas.
Dampak di Kalimantan Barat
Pengajar Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota di Universitas Tanjungpura Pontianak, Gusti Zulkifli Mulki mengatakan, data menunjukkan rata-rata musim kemarau di Kalbar terjadi pada Juli dan Agustus. Fenomena El Nino membuat musim kemarau di Kalbar lebih panjang, yakni sejak Juni hingga September 2023.
KOMPAS/HERU SRI KUMORO
Warga secara manual membasahi lahan gambut yang masih mengeluarkan asap di Desa Merbau, Kecamatan Bunut, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau, Selasa (17/9/2019). Proses pemadaman dan pembasahan di lahan gambut membutuhkan waktu yang lama untuk memastikan api benar-benar padam.
Musim kemarau berkepanjangan di Kalbar ini berdampak terhadap intrusi air asin di Sungai Kapuas, Kota Pontianak. Kemarau juga meningkatkan potensi karhutla dan asap yang berakibat terhadap berkembangnya penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA).
Gusti menekankan, pencegahan karhutla di Kalbar sangat penting dilakukan. Sebab, kebakaran di Kalbar akan sangat sulit dipadamkan karena terjadi di lahan gambut dengan muka air tanah kering pada musim kemarau. Adapun luas total kesatuan hidrologis gambut di Kalbar mencapai 2,8 juta hektar.
”Desa-desa dibuat MPA terus dilatih untuk memantau titik-titik karhutla dan dibekali peralatan untuk memadamkan api. Selain itu, para petani di lahan gambut dikenalkan bagaimana bercocok tanam dengan cara tidak dibakar,” ucapnya.