Pengelola Fasilitas Publik Tetap Perlu Mewaspadai Penularan Covid-19
Kendati status pandemi Covid-19 telah dicabut, pencegahan penularan tetap perlu dilakukan, termasuk di fasilitas publik.
Oleh
NINA SUSILO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pencabutan status pandemi Covid-19 menuju endemi tidak berarti penyakit yang disebabkan virus SARS-Cov-2 ini sudah hilang dari Indonesia. Upaya pencegahan tetap perlu dilakukan, termasuk oleh pengelola fasilitas publik.
”(Status) Endemi bukan berarti Covid-19 hilang sepenuhnya di Indonesia, tetapi sudah menurun risikonya untuk menular. Jadi tetap penting untuk menjaga diri agar terhindar dari Covid-19,” kata Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Profesor Wiku Adisasmito dalam keterangan secara daring, Kamis (22/6/2023).
Masyarakat diminta tetap menerapkan pola hidup bersih dan sehat (PHBS) dalam kehidupan sehari-hari. ”Dengan penerapan PHBS, kesehatan masyarakat akan lebih terjamin dalam masa endemi ini,” kata Wiku.
Protokol kesehatan, seperti mengenakan masker, mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir, serta menjaga jarak, dinilai sudah menjadi kebiasaan. Karena itu, penerapan protokol kesehatan bisa dilanjutkan. Masker bisa dikenakan jika masyarakat sedang tidak sehat, seperti batuk, pilek, bersin, atau merasa berisiko tertular Covid-19. Hal ini juga berlaku saat berada transportasi publik. Selain itu, rajin mencuci tangan juga perlu tetap dilakukan. Memantau kesehatan pribadi serta segera ke dokter jika sakit juga disarankan.
Endemi bukan berarti Covid-19 hilang sepenuhnya di Indonesia, tetapi sudah menurun risikonya untuk menular. Jadi tetap penting untuk menjaga diri agar terhindar dari virus Covid-19.
Di sisi lain, pengelola fasilitas publik diminta tetap melakukan tindakan pencegahan untuk mengendalikan penularan Covid-19. Masyarakat juga diharap segera mendapatkan vaksinasi dosis penguat kedua (booster kedua). Hal ini sangat diperlukan terutama masyarakat rentan, seperti orang lanjut usia (lansia) dan warga yang memiliki komorbid.
Saat ini, kata Wiku, vaksinasi dan penanganan pasien Covid-19 masih dijamin pemerintah. Namun, kebijakan selanjutnya akan diatur pemerintah. ”Saya mohon masyarakat bisa vaksinasi di gerai terdekat sampai booster kedua dan jaga imunitas tubuh serta menjaga herd imunity (kekebalan komunitas),” ujar Wiku.
Dalam keterangan sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy seusai rapat tertutup terkait kebijakan pandemi menuju endemi Covid-19 di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (13/6/2023), menjelaskan bahwa perubahan status ini akan berimbas pada penanganan pasien Covid-19 dan vaksinasi. Penanganan pasien Covid-19 dan vaksin akan dimasukkan ke dalam layanan BPJS Kesehatan.
Namun, dia memastikan masyarakat yang tidak mampu secara ekonomi tidak perlu khawatir. Sebab, warga penerima bantuan iuran (PBI) dari pemerintah tetap ditanggung BPJS Kesehatan.
Dengan perubahan status itu, masa tugas Satuan Tugas Penanganan Covid-19 juga akan segera berakhir. Wiku menjelaskan, Satgas ini adalah lembaga ad hoc untuk menangani kedaruratan Covid-19 di Indonesia. ”Dengan kondisi yang semakin terkendali dan membaik, peran satgas akan disesuaikan,” katanya.
Sehari sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengumumkan keputusan Indonesia memasuki masa endemi Covid-19. Perubahan status ini diputuskan dengan mempertimbangkan angka konfirmasi kasus positif harian dan tingkat kekebalan masyarakat.
Angka kasus harian di Indonesia mendekati nihil. Adapun tingkat kekebalan masyarakat dinilai cukup tinggi. ”Hasil survei menunjukkan 99 persen masyarakat Indonesia memiliki antibodi Covid-19. WHO (Organisasi Kesehatan Dunia) juga mencabut status public health emergency of international concern,” tutur Presiden.
Menurut Wiku, kasus aktif harian saat ini sudah berkisar 0,14 persen, sedangkan di puncak gelombang pertama saat varian delta merebak 17,61 persen dan di puncak gelombang kedua saat varian omicron menghantam 8,96 persen.
Keterisian tempat tidur di rumah sakit rujukan juga membaik. Jika saat gelombang pertama dan kedua mencapai 78 persen dan 60 persen, saat ini tak lebih dari 1,7 persen.
Namun, kendati status sudah berubah menjadi endemi, diingatkan pula bahwa keadaan kedaruratan kesehatan bisa terjadi kapan pun mengingat perubahan kondisi kesehatan, sosial, serta lingkungan di tingkat nasional dan global. Karena itu, soliditas dan gotong-royong dalam penanganan Covid-19 di tingkat pusat dan daerah dalam satu komando menjadi aset bangsa untuk menangani kedaruratan di masa mendatang. Pemerintah pun tetap perlu bersiaga dalam menghadapi potensi kedaruratan dengan selalu meningkatkan kemampuan untuk mendeteksi, mencegah, dan menanggulangi bencana.