Status Pandemi Covid-19 Dicabut, Indonesia Memasuki Masa Endemi
Setelah melalui perjuangan bersama menghadapi pandemi Covid-19, pemerintah mengumumkan secara resmi Indonesia memasuki masa endemi. Masyarakat diimbau tetap berperilaku hidup sehat dan bersih.
Oleh
CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO, MAWAR KUSUMA WULAN
·6 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah memutuskan Indonesia mulai memasuki masa endemi Covid-19 setelah mempertimbangkan angka konfirmasi harian kasus Covid-19 dan tingkat kepemilikan antibodi di masyarakat. Namun, masyarakat diminta tetap berperilaku hidup sehat dan bersih. Dampak positif bagi perekonomian pun diharapkan seiring beralihnya Indonesia dari masa pandemi ke endemi.
”Setelah tiga tahun lebih kita berjuang bersama menghadapi pandemi Covid-19, sejak hari ini, Rabu, 21 Juni 2023, pemerintah memutuskan untuk mencabut status pandemi dan kita mulai memasuki masa endemi,” kata Presiden Joko Widodo dalam keterangannya yang disiarkan langsung melalui kanal YouTube Sekretariat Presiden, Rabu (21/6/2023).
Setelah tiga tahun lebih kita berjuang bersama menghadapi pandemi Covid-19, sejak hari ini, Rabu, 21 Juni 2023, pemerintah memutuskan untuk mencabut status pandemi dan kita mulai memasuki masa endemi.
Kepala Negara mengatakan, keputusan tersebut diambil setelah mempertimbangkan angka konfirmasi harian kasus Covid-19 di Indonesia yang mendekati nihil. ”Hasil sero survei menunjukkan 99 persen masyarakat Indonesia sudah memiliki antibodi Covid-19. WHO juga telah mencabut status public health emergency of international concern,” ujarnya.
Meski demikian, Presiden Jokowi meminta masyarakat tetap berhati-hati serta terus menjalankan perilaku hidup sehat dan bersih. “Tentunya dengan keputusan ini pemerintah berharap perekonomian nasional akan bergerak semakin baik dan meningkatkan kualitas kehidupan sosial ekonomi masyarakat,“ kata mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut.
Secara terpisah, Peneliti Keamanan dan Ketahanan Kesehatan Global Griffith University Australia, Dicky Budiman, menegaskan, status pandemi merupakan situasi global. Hingga kini, belum ada rujukan terkait pencabutan status pandemi, baik di level internasional maupun nasional. Presiden Jokowi tidak bisa mencabut status pandemi yang bersifat global, tetapi bisa mencabut kedaruratan di Indonesia.
Apalagi, beberapa negara di dunia sedang mengalami perburukan, contohnya China yang mengalami gelombang berikutnya dari pandemi Covid-19. Negara seperti Korea dan Australia juga sedang meningkat kasusnya meski tingkat kematian rendah. Di Rusia, angka kematian bahkan naik. “Pandemi bicara status global, kita enggak bisa ikut cawe-cawedi situ. Kita cawe-cawenya di Indonesia saja,” kata Dicky ketika dihubungi Rabu (21/6/2023).
Pandemi bicara status global, kita enggak bisa ikut cawe-cawe di situ. Kita cawe-cawenya di Indonesia saja.
Sebelumnya, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mencabut status kedaruratan Covid-19 atau public health emergency of international concern (PHEIC) ini pada awal Mei lalu. Namun, PHEIC ini tidak sama dengan pandemi. Saat ini, masih ada dua penyakit menular yang berstatus PHEIC yang tidak berstatus pandemi, yaitu polio dan cacar monyet.
“Bahkan, WHO tidak punya rujukan khusus tentang itu. Jadi, pandemi ini belum terlalu khusus diatur, kalau bicara status. (Hal) yang sudah diatur itu namanya public health emergency of international concern, serupa tapi tidak sama dengan pandemi,“ ujar Dicky.
Menurut Dicky, pandemi lebih bersifat narasi yang bersifat politis. “Ditambah lagi kalau bicara pandemi, kan, status global, masak Indonesia menyatakan status negara lain, kan, tidak tepat. Jadi, lebih tepat kita nyatakan saja di Indonesia kedaruratannya sudah berakhir. Itu lebih tepat,“ tuturnya.
Dicky menambahkan, pandemi berakhir jika setidaknya dari 5 benua, sebanyak 3 benua tidak mengalami masalah dan relatif stabil. Saat ini sudah terjadi penurunan kasus Covid-19, tetapi masih terjadi lonjakan. Meskipun situasi terkait Covid-19 sudah membaik, perlu dicatat bahwa kuantitas serta kualitas pengetesan dan pemeriksaan sekuensing genom atau whole genome sequencing juga sangat menurun.
Di tengah turunnya angka kematian dan tingkat keparahan di rumah sakit, kasus reinfeksi Covid-19 juga cenderung semakin meningkat. Pemerintah diharapkan menyiapkan strategi menghadapi ancaman long Covid atau gejala berkelanjutan jangka panjang dan jangka menengah setelah sembuh dari Covid. “Ini tidak bisa dinihilkan, kalau itu dianggap tidak ada yang rugi kita semua, negara ini. Sebagian dari penduduknya sakit-sakitan dan akan menurunkan kualitas kesehatan akibat penyangkalan,“ ucapnya.
Pencabutan status kedaruratan ini hendaknya juga diikuti dengan penyiapan langkah-langkah pascapandemi seperti masalah pertanggungan biaya kesehatan. “Apakah semua daerah yang punya kewajiban tertunggak, belum dibayarkan pada fasilitas kesehatan, masalah beban, waktu kemarin pandemi apa sudah selesai,“ ucapnya.
Pemerintah diharapkan juga menyiapkan mekanisme jika nantinya suatu daerah kembali mengalami kejadian luar biasa Covid-19. Pemerintah pusat harus memberikan penjelasan kepada publik dan aparat pemerintahan di daerah, di antaranya terkait mekanisme pertanggungan orang sakit akibat long Covid.
Dicky mengingatkan agar masyarakat tidak sekadar mengandalkan imunitas dari vaksin. Masyarakat diminta tetap berperilaku hidup bersih dan sehat, serta memakai masker apabila diperlukan. Kualitas udara di dalam dan luar ruangan juga perlu ditingkatkan karena Covid-19 merupakan penyakit infeksi yang ditularkan melalui udara.
“Adanya pencabutan tentu kita apresiasi, kita sambut baik. Tapi, di sisi lain mengingatkan kewaspadaan karena potensi Covid memburuk masih ada, selalu ada. Misalnya terjadi varian baru yang bisa kebal semua imunitas,“ kata Dicky.
Dampak ekonomi
Sehubungan dampak ekonomi, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira berpendapat, pergerakan ekonomi masyarakat akan lebih meningkat sejalan dengan perubahan status ke endemi. “Kalau dilihat per kategori kelompok pengeluaran, masyarakat menengah ke atas akan lebih cepat merespons status endemi dengan meningkatkan belanja perjalanan wisata,“ ujarnya.
Artinya, menurut Bhima, sektor pariwisata seperti hotel, restoran, dan jasa pendukung pariwisata akan mengalami peningkatan pendapatan. Hal ini kemudian disusul sektor usaha jasa transportasi mulai penerbangan, kereta, hingga sewa mobil yang juga akan naik permintaannya sepanjang triwulan III dan IV tahun 2023.
Bhima menuturkan, hal terpenting dalam rangka perubahan status ke endemi adalah pengendalian terhadap inflasi, khususnya pangan, yang mesti menjadi perhatian utama pemerintah. “(Hal ini) karena penghambat utama belanja leisure atau rekreasi adalah inflasi sehingga masyarakat cenderung mengutamakan kebutuhan pokok dulu dibanding belanja tersier,“ kata Bhima.
Sementara itu, dalam jangka pendek, menurut Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal, pengumuman resmi mulai masuknya Indonesia ke masa endemi tidak akan terlalu banyak berdampak secara ekonomi. Hal tersebut karena secara riil kondisi sebelum dan sesudah pandemi dinyatakan dicabut di Indonesia tidak banyak beda.
“Artinya, restriksi-restriksi yang menghalangi mobilitas sehingga memengaruhi perekonomian itu sebetulnya sekarang secara riil sudah relatif minimal. Masyarakat sebenarnya juga sudah relatif bebas saat sekarang untuk menjalankan aktivitas ekonomi masing-masing. Dampaknya mungkin ada, tapi sangat sedikit,“ ujar Faisal.
Menurut Faisal, perekonomian Indonesia sekarang terlihat ada gejala perlambatan, tidak hanya karena pengaruh global, tetapi juga dari dalam negeri. Hal ini terlihat dari indikasi-indikasi perlambatan di konsumsi rumah tangga, inflasi, impor, dan indeks penjualan ritel. “Jadi, artinya, apakah pencabutan status pandemi akan membuat perekonomian dalam negeri yang ada kecenderungan melambat jadi lebih cepat, ya, enggak juga,“ katanya.
Secara lebih riil, Faisal memperkirakan perekonomian Indonesia di triwulan II-2023 tidak akan lebih tinggi dibandingkan triwulan I-2023. “Dan ada kecenderungan bisa ada kemungkinan malah di bawah 5 persen. Tetapi, tidak jauh, paling 4,9 (persen) berapa, gitu,“ ujarnya.