Suhu Global Awal Juni 2023 Lewati Ambang Batas 1,5 Derajat Celsius
El Nino baru saja dimulai, tetapi suhu rata-rata di seluruh dunia telah melampaui ambang batas 1,5 derajat celsius.
Oleh
AHMAD ARIF
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — El Nino baru saja dimulai, tetapi suhu rata-rata di seluruh dunia telah mencapai level tertinggi yang pernah dicatat. Suhu rata-rata global pada awal Juni 2023 telah mencapai 1,5 derajat celsius lebih panas dibandingkan suhu pra-industri, yang merupakan batas kritis untuk pemanasan global sesuai Perjanjian Paris 2015.
”Dunia baru saja mengalami rekor terpanas di awal Juni, menyusul bulan Mei yang suhunya kurang dari 0,1 derajat celsius lebih dingin dari rekor terpanas Mei sepanjang sejarah,” kata Samantha Burgess, Wakil Direktur Copernicus Climate Change Service (C3S), dalam keterangan pers, Kamis (15/6/2023).
Menurut Burgess, suhu udara permukaan rata-rata global untuk hari-hari pertama Juni 2023 adalah yang tertinggi dalam catatan data ERA5 yang dioperasikan European Centre for Medium-Range Weather Forecasts untuk awal Juni. Pada awal Juni 2023, suhu global telah melebihi tingkat pra-industri, lebih dari 1,5 derajat celsius, yang merupakan batas paling ambisius untuk pemanasan global dalam Perjanjian Paris 2015.
Menurut data ERA5, suhu rata-rata global harian berada pada atau di atas ambang 1,5 derajat celsius antara 7-11 Juni, mencapai maksimum 1,69 derajat celsius di atasnya pada 9 Juni. Meskipun ini adalah pertama kalinya batas tersebut terlampaui pada bulan Juni, batas ini telah dilampaui beberapa kali pada musim dingin dan musim semi dalam beberapa tahun terakhir.
Ambang batas kenaikan
Ambang batas suhu 1,5 derajat celsius merupakan indikator utama yang digunakan untuk melacak pemanasan global. Para ilmuwan dan semua pemerintah telah sepakat dalam Perjanjian Paris untuk mencoba membatasi pemanasan permanen hingga tidak lebih dari 1,5 derajat celsius di atas tingkat pra-industri untuk mencegah gangguan iklim yang lebih buruk seperti kekeringan, banjir, dan kenaikan permukaan laut.
Hanya karena kita telah melampaui 1,5 derajat celsius untuk sementara, tidak berarti kita telah melanggar batas Perjanjian Paris.
”Hanya karena kita telah melampaui 1,5 derajat celsius untuk sementara, tidak berarti kita telah melanggar batas Perjanjian Paris,” kata Burgess.
Namun, 11 hari yang dihabiskan di ambang 1,5 derajat celsius menunjukkan betapa pentingnya bagi para ilmuwan untuk terus mencermati kesehatan planet. Hal ini mengingat lonjakan sebelumnya di atas 1,5 derajat celsius semuanya terjadi selama musim dingin atau musim semi di belahan bumi utara.
”Sangat penting untuk memantau situasi, untuk memahami apa implikasinya untuk musim panas yang akan datang,” katanya.
Penghangatan 1,5 derajat celsius ini masih bersifat temporal karena suhu bumi masih fluktuatif. Sementara itu, ambang batas 1,5 derajat celsius dimaksudkan jika suhu bumi dalam rata-rata jangka panjang di atas ambang kritis itu.
Sebelumnya ambang batas kenaikan 1,5 derajat celsius tersebut pertama kali dilampaui pada Desember 2015 dan berulang kali dilampaui pada musim dingin dan musim semi 2016 dan 2020. Semakin sering terlampauinya ambang suhu ini merupakan indikasi seberapa cepat kita mendekati titik itu secara permanen. Apalagi, penghangatan kali ini terjadi saat kita baru memasuki awal El Nino sehingga menimbulkan kekhawatiran rekor suhu yang lebih tinggi.
Dengan menghitung faktor El Nino, Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) dalam laporannya bulan lalu memperkirakan, ambang batas 1,5 derajat celsius bakal semakin sering terlampaui dalam lima tahun ini.
Laporan Administrasi Kelautan dan Atmosfer Nasional Amerika Serikat (NOAA) pekan lalu menunjukkan, kondisi El Nino yang lemah telah muncul ditandai dengan kenaikan suhu permukaan laut di atas rata-rata yang menguat di sepanjang zona khatulistiwa Samudra Pasifik. Berdasarkan data NOAA, semua indeks Nino mingguan terbaru lebih dari +0,5 derajat celsius.
Zona Nino-3,4 memiliki suhu +0,8 derajat celsius, Nino-3 adalah +1,1 derajat celsius, dan Nino1+2 adalah +2,3 derajat celsius. Sementara itu, anomali suhu bawah permukaan rata-rata area tetap positif, mencerminkan kelanjutan dari kehangatan anomali yang meluas di bawah permukaan zona khatulistiwa Samudra Pasifik.