Menulis Puisi Dapat Melatih Kepekaan terhadap Sekitar
Menulis puisi dapat meningkatan daya kepekaan seseorang terhadap realitas kehidupan. Pembaca juga setidaknya harus mampu dan berusaha menangkap makna dalam sebuah puisi.
Oleh
Atiek Ishlahiyah Al Hamasy
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Menulis puisi dinilai dapat melatih kepekaan seseorang terhadap realitas kehidupan sekitar. Dengan menulis puisi berdasarkan peristiwa di lingkungan sekitar, daya tangkap seseorang untuk memaknai segala peristiwa akan menjadi lebih sensitif dan tajam.
Menurut penyair dan sutradara Putu Fajar Arcana, puisi dapat melatih pikiran untuk menginterpretasikan kata-kata sehingga membuat seseorang lebih peka. Melalui kata-kata sederhana yang penuh makna, puisi dapat menjadi media penyampaian gagasan, serta mengungkap ilusi dan imajinasi yang sarat makna.
”Puisi tidak harus selalu diindah-indahkan. Jika penulis mampu menangkap makna dan menyusunnya, puisi akan menjadi indah,” ujar laki-laki yang akrab disapa Bli Can tersebut dalam acara peluncuran buku The Voices and Echoes of Love karya Indah Prita di Jakarta Selatan yang diterbitkan oleh Penerbit Buku Kompas, Sabtu (10/6/2023). Bli Can juga merupakan penulis kata pengantar dalam buku tersebut.
Buku The Voices and Echoes of Love berisi kumpulan puisi dalam bahasa inggris yang melukiskan makna cinta, kekuatan harapan, dan indahnya mimpi. Sang penulis buku, Indah Prita mengatakan, sejak dulu dirinya ingin membuat suatu karya yang dapat menimbulkan kepekaan pembaca.
Menurut Indah, puisi tidak semata-mata langsung diciptakan begitu saja, tetapi juga perlu direnungkan agar memiliki makna yang teramat dalam. Pemilihan kata-kata yang konkret juga membuat puisi mampu menyajikan gambar peristiwa di benak pembaca.
Bli Can, melanjutkan, semua orang bisa melahirkan dan menulis buku jika memiliki keberanian, termasuk puisi. Selain itu, dengan puisi, seseorang juga dapat menemukan jalan tengah atau jalan keluar dari kepenatan jiwa.
Puisi tidak harus selalu diindah-indahkan. Jika penulis mampu menangkap makna dan menyusunnya, puisi akan menjadi indah.
I Gusti Agung Ayu Mas Triadnyani, sastrawan dan juga akademisi dari Universitas Udayana, Bali, menyatakan, penyair juga membutuhkan cinta dalam proses kreatif membuat puisi atau karya sastra. Sebab, cinta akan memunculkan gairah maupun pergolakan yang akhirnya menimbulkan keberanian.
”Menulis puisi itu kerja intelektual dan perlu modal keberanian,” kata Triadnyani. Keberanian menuntun penyair mengalirkan ide dan menuliskan puisinya tentang keindahan, kepahitan, ataupun berbagai hal menyangkut ekspresi cinta (Kompas.id, 16/2/2020).
Ranti Sukmana (36), warga Jakarta Barat yang turut menghadiri acara peluncuran buku tersebut, mengatakan, puisi yang bagus ialah saat penyair menggambarkan suatu keadaan yang dialami masyarakat. Baginya, membaca puisi merupakan cara menyenangkan untuk menambah wawasan dan mempelajari berbagai hal.
Bahasa yang tersirat dan penuh makna membuat Ranti tidak bisa berhenti mencintai puisi. Untuk memahami sebuah puisi, menurut Ranti, diperlukan kehalusan perasaan serta keluasan sudut pandang. ”Selain itu, dengan membaca puisi, kita juga bisa menambah banyak kosakata baru,” tutur Ranti.
Meski terkadang perlu membaca berkali-kali untuk menangkap makna dan pesan yang disampaikan oleh pengarang, Ranti tidak pernah kapok untuk membaca puisi. Apalagi, sejak kecil Ranti sudah gemar mendengar puisi, bahkan ia pernah beberapa kali menulis puisi.
Sependapat dengan Ranti, menurut warga Jakarta Selatan, Dhea (24), membaca puisi sama halnya seperti membaca novel. Puisi dapat membuat seorang ikut terhanyut di dalamnya dan memikirkan kata demi kata atau baris demi baris. ”Puisi memiliki irama yang menjadikannya terasa lebih indah,” kata Dhea.