Teknologi Digital demi Pembelajaran Lebih Menarik dan Bermakna
Para guru perlu memanfaatkan teknologi untuk menarik pembelajaran. Hal ini untuk memudahkan para siswa memahami materi pelajaran dan menjadi inovator di masa depan.
Oleh
Atiek Ishlahiyah Al Hamasy
·4 menit baca
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO
Pelajar mencoba alat peraga sains buatan siswa yang dipamerkan dalam kegiatan Ekspose STEM di Gedung Technopark SMK Negeri 2 Salatiga, Kota Salatiga, Jawa Tengah, Rabu (13/11/2019).
JAKARTA, KOMPAS — Di era digitalisasi, guru harus mampu memanfaatkan teknologi agar menghadirkan pembelajaran yang jauh lebih menarik dan bermakna. Untuk itu, pemerintah meluncurkan program pembelajaran berbasis teknologi Informasi dan komunikasi maupun sains, teknologi, rekayasa, dan matematika atau STEM terus diupayakan untuk meningkatkan penguasaan teknologi.
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim mengatakan, program PembaTIK atau pembelajaran berbasis teknologi informasi dan komunikasi serta Kihajar STEM (Science, Technology, Engineering, Mathematic) menjadi program unggulan untuk mendukung transformasi digital dari gerakan merdeka belajar. Transformasi digital dinilai sebagai kunci dari upaya memajukan pendidikan
”Tanpa transformasi digital, pendidikan dapat tertinggal jauh. Guru harus mampu memanfaatkan teknologi digital untuk menghadirkan pembelajaran yang jauh lebih menarik dan bermakna,” ujarnya.
Nadiem menyampaikan hal itu dalam peluncuran program PembaTIK dan Kihajar STEM 2023 secara daring bertema ”Menguatkan Ekosistem Digital Pendidikan dengan Berkarya dan Berbagi untuk Wujudkan Merdeka Belajar”, di Jakarta, Kamis (8/6/2023).
Tidak hanya guru, para pelajar juga harus siap mulai dari sekarang dalam menghadapi perkembangan zaman dan menjadi inovator di masa depan. Oleh karena itu, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) terus berkomitmen untuk membuat terobosan teknologi yang sesuai dengan kebutuhan.
Nadiem melanjutkan, Kemendikbudristek meningkatkan program PembaTIK dan Kihajar STEM sebagai wadah bagi guru dan siswa untuk meningkatkan kemampuan TIK dalam memanfaatkan teknologi yang dikembangkan. Program PembaTIK juga akan melahirkan guru-guru sebagai duta teknologi yang akan menjadi inspirator di dunia pendidikan.
ATIEK ISHLAHIYAH AL HAMASY
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia Nadiem Anwar Makarim dalam peluncuran program PembaTIK dan Kihajar STEM 2023 secara daring dengan tema “Menguatkan Ekosistem Digital Pendidikan dengan Berkarya dan Berbagi untuk Wujudkan Merdeka Belajar”, Kamis (8/6/2023).
”Para pelajar yang mengikuti Kihajar STEM juga diharapkan membagi ilmu yang diperoleh kepada teman-teman lain sehingga kian banyak anak di Indonesia yang mahir memakai teknologi,” kata Nadiem. Pada tahun 2022, lebih dari 29.000 guru mengikuti PembaTIK dan 28.000 pelajar mengikuti Kihajar STEM. Harapannya, jumlah peserta tahun ini bisa meningkat.
Tanpa transformasi digital, pendidikan dapat tertinggal jauh. Guru harus mampu memanfaatkan teknologi digital untuk menghadirkan pembelajaran yang jauh lebih menarik dan bermakna.
Kepala Pusat Data dan Teknologi Informasi Kemendikbudristek Muhammad Hasan Chabibie menyampaikan, dengan semangat merdeka belajar, pihaknya berupaya untuk menciptakan pendidikan yang berkualitas dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan, seperti guru, orangtua, dan dunia industri.
Sejauh ini Kemendikbudristek telah meluncurkan program digitalisasi di sekolah hingga di pelosok Indonesia. Hal ini dinilai penting dilakukan mengingat pemanfaatan teknologi komunikasi dan informasi merupakan media yang tepat untuk melahirkan generasi cakap digital.
Jumlah peningkatan guru yang mendaftar program PembaTIK pada 2022 juga menunjukkan bahwa para guru terus berupaya untuk meningkatkan kompetensi dirinya di bidang TIK.
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO
Pelajar mencoba alat pengukur tinggi badan buatan siswa yang dipamerkan dalam kegiatan Ekspose STEM di Gedung Technopark SMK Negeri 2 Salatiga, Kota Salatiga, Jawa Tengah, Rabu (13/11/2019).
”Sementara pendaftar Kihajar STEM 2022 sebanyak 9.585 tim dari 2.386 sekolah dan 60 persennya telah mengimplementasikan Kurikulum Merdeka. Penyelenggaraan Kihajar STEM sebagai upaya meningkatkan keterampilan 4C, yaitu critical thinking, creativity, collaboration, dan communication,” tutur Hasan.
Membangun komunitas
Pada kesempatan sama, Sekretaris Jenderal Kemendikbudristek Suharti menyampaikan, program PembaTIK dan Kihajar STEM merupakan upaya pemerintah membentuk wadah bagi para pendidik dan peserta didik untuk bertemu, belajar, saling kenal, sekaligus membangun komunitas.
Menurut Suharti, banyaknya sekolah di Indonesia yang sudah mengimplementasikan Merdeka Belajar memberikan peluang lebih besar bagi Kemendikbudristek untuk mengeksplorasi hal baru.
Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbudristek Nunuk Suryani menambahkan, kemajuan teknologi di Indonesia memiliki dampak positif dan berpeluang besar dalam mengoptimalkan peningkatan mutu pendidikan, termasuk guru dan tenaga pendidik.
Sementara Kemendikbudristek telah mengeluarkan paket kebijakan dalam rangka memaksimalkan pemanfaatan teknologi digital di sekolah Indonesia. Seluruh sekolah danpihak terkait juga perlu melakukan transisi dan menggunakan kekuatan teknologi dalam menjalankan kebijakan dan program.
”Bagi para guru, ada empat level yang harus dikuasai yakni literasi, implementasi, level kreasi, serta berbagi dan berkolaborasi. Saat ini hal yang dibutuhkan ialah tekad dari murid dan guru untuk memanfaatkan kesempatan dengan sebaik-baiknya,” kata Nunuk.
Sementara Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Direktorat Jenderal Kemendikbudristek Iwan Syahril menambahkan, perkembangan teknologi yang begitu cepat mengharuskan masyarakat memiliki keterampilan.
Secara terpisah, pemerhati pendidikan Indra Charismiadji menyebut, program digitalisasi pendidikan Indonesia belum memiliki perencanaan. Karena itu Kemendikbudristek mematangkan rencana digitalisasi pendidikan. ”Pemerintah belum memiliki konsep dan hanya fokus untuk membuat aplikasi,” kata Indra.
Menurut Indra, Pemerintah Indonesia perlu mencontoh Singapura. Meski merupakan negara kecil, Singapura dari tahun 1997 telah memiliki perencanaan digitalisasi pendidikan dan sekarang telah memasuki fase kelima.