Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) didorong membangun fondasi pendidikan siswa secara holistik. Kemampuan yang dikembangkan bukan hanya calistung, tetapi kematangan emosional, kemampuan berkomunikasi, dan budi pekerti.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·4 menit baca
KOMPAS/TATANG MULYANA SINAGA
Penampilan operet anak oleh Sanggar Semesta Tari dan Sasikirana Dance Camp dalam penyampaian komitmen bersama Bunda PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) untuk mendukung gerakan transisi PAUD ke SD yang menyenangkan, di Jakarta, Rabu (7/6/2023). Transisi PAUD ke SD yang menyenangkan merupakan Episode ke-24 Merdeka Belajar yang telah diluncurkan pada Maret lalu.
JAKARTA, KOMPAS – Miskonsepsi pembelajaran pendidikan anak usia dini atau PAUD masih jamak terjadi. Salah satunya kesalahpahaman dalam menganggap kemampuan baca, tulis, hitung atau calistung sebagai satu-satunya bukti keberhasilan belajar. Miskonsepsi ini harus disingkirkan demi mewujudkan transisi PAUD ke sekolah dasar yang menyenangkan.
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim mengatakan, PAUD merupakan periode emas yang tidak bisa disubstitusi. Oleh sebab itu, masa ini semestinya dioptimalkan untuk membangun fondasi pendidikan anak secara holistik, seperti pengetahuan, keterampilan, dan karakter.
Akan tetapi, masih banyak pihak menganggap kemampuan calistung wajib dikuasai di tingkat PAUD. Padahal, konsepsi ini keliru dan rentan membuat pembelajaran anak menjadi tidak menyenangkan.
Nadiem menuturkan, paradigma itu perlu segera diubah. Sebab, berbagai pendekatan penting di tingkat PAUD dan Sekolah Dasar (SD) kelas awal justru kurang diperhatikan, seperti pengembangan kematangan sosial dan emosional anak.
“Miskonsepsi-miskonsepsi zaman dulu harus segera disingkirkan dan pemikiran cara baru harus kita sebarkan bersama,” ujarnya saat menghadiri pembacaan pernyataan Komitmen Bersama Bunda PAUD untuk Mendukung Gerakan Transisi PAUD ke SD yang Menyenangkan, di Jakarta, Rabu (7/6/2023).
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim menyampaikan sambutannya saat menghadiri pernyataan komitmen bersama Bunda PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) untuk mendukung gerakan transisi PAUD ke SD yang menyenangkan, di Jakarta, Rabu (7/6/2023). Nadiem mendorong satuan pendidikan menerapkan pembelajaran yang membangun kemampuan fondasi peserta didik secara holistik.
Menurut Nadiem, periode usia dini tidak hanya berhenti di PAUD, tetapi juga memasuki SD kelas awal (1 dan 2). Jadi, satuan pendidikan perlu memastikan kesinambungan pembelajaran antarjenjang pendidikan tersebut.
“Suasana belajar di kelas awal (SD) harus sama menyenangkannya dengan di PAUD. Jangan sampai anak menjadi shock. Di PAUD bermain dan senang-senang, tiba-tiba stres saat di SD karena terbebani pembelajaran,” jelasnya.
Kesinambungan dan keselarasan kurikulum membantu peserta didik beradaptasi dengan proses serta lingkungan belajar. Dengan begitu, diharapkan menumbuhkan ketertarikan siswa.
Nadiem mendorong satuan pendidikan membangun kemampuan fondasi siswa secara holistik. Kemampuan yang dikembangkan bukan hanya calistung, tetapi kematangan emosional, kemampuan berkomunikasi, dan budi pekerti.
Masih banyak pihak menganggap kemampuan calistung wajib dikuasai di tingkat PAUD. Padahal, konsepsi ini keliru dan rentan membuat pembelajaran anak menjadi tidak menyenangkan.
“Kita harus menghentikan miskonsepsi yang memaknai calistung sebagai satu-satunya bukti keberhasilan belajar di PAUD dan syarat penerimaan siswa SD. Hal itu sangat keterlaluan,” ucapnya.
Akan tetapi, bukan berarti calistung tidak boleh diajarkan di PAUD. Namun, perlu dibarengi dengan konteks pembelajaran literasi dan numerasi dengan metode menyenangkan.
“Komitmen bersama yang dibacakan dan disepakati hari ini mesti menjadi pengikat kolaborasi kita untuk mewujudkan visi dari transisi PAUD ke SD yang menyenangkan,” katanya.
Pembacaan komitmen bersama itu diikuti sekitar 650 peserta dari Organisasi Aksi Solidaritas Era Kabinet Indonesia Maju (OASE-KIM), Bunda PAUD tingkat provinsi dan kabupaten/kota, kepala dinas pendidikan provinsi dan kabupaten/ kota, perwakilan kementerian/lembaga, serta mitra strategis pemerintah bidang pendidikan dan kebudayaan.
KOMPAS/TATANG MULYANA SINAGA
Peserta memotret Ibu Negara Iriana Joko Widodo dalam tayangan video pada penyampaian komitmen bersama Bunda PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) untuk mendukung gerakan transisi PAUD ke SD yang menyenangkan, di Jakarta, Rabu (7/6/2023).
Melalui tayangan video, Ibu Negara Iriana Joko Widodo mengatakan, gerakan transisi itu sebagai upaya menjaga keselarasan pendidikan anak dari PAUD ke SD/ Madrasah Ibtidaiyah (MI) sehingga peralihannya berjalan lancar. “Mari bersama kita sukseskan gerakan transisi PAUD ke SD yang menyenangkan. Semoga gerakan ini dapat terus berlanjut dan menciptakan suasana belajar yang positif dan membekas sebagai kenangan indah bagi anak-anak kita,” ujarnya.
Target perubahan
Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Kemendikbudristek Iwan Syahril menyampaikan, gerakan transisi itu akan fokus pada tiga target perubahan. Pertama, meniadakan tes calistung pada proses penerimaan siswa baru di SD.
Kedua, menerapkan masa perkenalan bagi siswa baru selama dua minggu pertama di tingkat PAUD dan SD. Ketiga, mengimplementasikan pembelajaran yang fokus membangun kemampuan fondasi anak.
“Jadi, jangan fokus pada aspek yang sangat sempit, tapi keseluruhan supaya tumbuh kembang anak bisa seimbang,” ucapnya.
Sekitar 650 peserta menghadiri penyampaian komitmen bersama Bunda PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) untuk mendukung gerakan transisi PAUD ke SD yang menyenangkan, di Jakarta, Rabu (7/6/2023).
Bunda PAUD Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Christanti Handayani, tak memungkiri miskonsepsi pembelajaran terjadi di daerahnya. Standar PAUD berkualitas, misalnya, lebih menitikberatkan kemampuan mengajar calistung kepada peserta didiknya.
“Kami menyadari sepenuhnya miskonsepsi di masyarakat masih sangat banyak, terutama karena demografi wilayah yang beragam, dari perkotaan hingga pegunungan. Hal ini menjadi tantangan tersendiri untuk memberikan pemahaman yang benar pada masyarakat,” jelasnya.
Bunda PAUD Kabupaten Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur, Elvira Berta, menuturkan, miskonsepsi calistung menyebabkan guru PAUD dan SD saling menyalahkan. Hal ini juga turut memengaruhi persepsi orangtua.
“Di tempat kami masih ada sembilan desa belum ada PAUD. Namun, saat masuk SD disamakan sehingga juga terjadi miskonsepsi yang kurang berkenan,” ujarnya.