Bakteri dalam Usus, Kunci Seseorang Hidup hingga 100 Tahun
Peneliti menemukan jawaban rahasia umur panjang seseorang kemungkinan berkaitan dengan kombinasi unik dari bakteri di usus. Hal ini terungkap setelah peneliti mempelajari 176 warga lansia berusia 100 tahun di Jepang.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Rahasia seseorang berumur panjang hingga 100 tahun telah menarik perhatian banyak pihak. Para peneliti dari Pusat Penelitian Protein Yayasan Novo Nordisk di Copenhagen University, Denmark, menemukan jawaban bahwa rahasia umur panjang tersebut kemungkinan besar berkaitan dengan kombinasi unik dari bakteri di usus.
Hasil studi para peneliti dari Copenhagen University yang mempelajari metabolisme centenarian atau orang berusia 100 tahun ini telah terbit di jurnal Nature Microbiology, 15 Mei 2023. Dalam studi ini, para peneliti mempelajari 176 centenarian Jepang yang sehat.
Joachim Johansen, penulis pertama studi ini, menyampaikan, para peneliti selalu bersemangat untuk mencari tahu penyebab seseorang bisa hidup sangat lama. Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa bakteri usus warga Jepang kuno menghasilkan molekul baru yang membuat mereka kebal terhadap mikroorganisme patogen sebagai penyebab penyakit.
”Jika usus centenarian Jepang lebih terlindungi dari infeksi, maka kemungkinan hal ini merupakan salah satu yang menyebabkan mereka bisa hidup lebih lama daripada yang lain,” ujar Johansen dikutip dari situs resmi Copenhagen University, Jumat (2/6/2023).
Para peneliti menyimpulkan bahwa centenarian memiliki virom usus yang lebih beragam dibandingkan orang dewasa muda berusia lebih dari 18 tahun dan orang lansia berusia 60 tahun. Virom ini termasuk genera virus yang sebelumnya tidak terdeskripsikan, seperti virus yang terkait dengan Clostridia atau genus dari bakteri gram-positif.
Menurut Johansen, selain virus bakteri pelindung baru yang penting terhadap metabolisme, para peneliti juga menemukan bahwa flora usus para centenarian Jepang sangat menarik. Jadi, centenarian memiliki keragaman biologis yang besar pada bakteri dan virus.
Melalui informasi terkait flora usus para centenarian, para peneliti bisa lebih dekat untuk memahami upaya apa saja yang bisa dilakukan dalam meningkatkan harapan hidup orang lain. Dengan menggunakan algoritma yang dirancang khusus, para penelitijuga bisa memetakan bakteri usus dan virus bakteri dari para centenarian.
Selain itu, memahami hubungan antara virus dan bakteri pada centenarian Jepangjuga memungkinkan peneliti untuk mengetahui seperti apa keseimbangan optimal antara virus dan bakteri.Pada akhirnya, pengetahuan tentang mengoptimalkan bakteri dalam tubuh manusia dapat melindungi seseorang dari berbagai macam penyakit.
Keanekaragaman mikroba yang tinggi biasanya dikaitkan dengan mikrobioma usus yang sehat. Kami berharap orang dengan mikrobioma usus yang sehat lebih terlindungi dari penyakit, termasukterkait penuaan.
”Keanekaragaman mikroba yang tinggi biasanya dikaitkan dengan mikrobioma usus yang sehat. Kami berharap orang dengan mikrobioma usus yang sehat lebih terlindungi dari penyakit, termasuk terkait penuaan,”kata Johansen.
Associate Professor Copenhagen University Simon Rasmussen menjelaskan, usus manusia mengandung miliaran virus yang hidup dari dan di dalam bakteri. Virus tersebut tidak peduli dengan sel manusia.
Sebaliknya, mereka menginfeksi sel bakteri. Dengan kata lain, terdapat banyak virus bakteri seiring dengan adanya ratusan jenis bakteri berbeda di usus seseorang.
”Bakteri usus adalah bagian alami dari tubuh manusia dan lingkungan alami kita. Hal yang gila adalah kita benar-benar dapat mengubah komposisi bakteri usus. Jika kita tahu mengapa virus dan bakteri usus cocok, akan jauh lebih mudah bagi kita untuk mengubah sesuatu yang benar-benar memengaruhi kesehatan seseorang,”ungkapnya.
Kesehatan otak
Penelitian terpisah lain dari Washington University School of Medicine, Amerika Serikat, juga menemukan bahwa mikrobioma usus memainkan peran kunci dalam kesehatan otak. Temuan yang telah diterbitkan di jurnal Science, Januari 2023, ini membuka kemungkinan pembentukan kembali mikrobioma usus sebagai cara untuk mencegah degenerasi saraf.
Salah satu penulis studi ini, David M Holtzman, mengatakan, dalam studi ini, para peneliti memberi tikus muda antibiotik hanya selama seminggu.Setelah itu, peneliti melihat perubahan permanen pada mikrobioma usus tikus, respons kekebalan, dan jumlah neurodegenerasi terkait dengan protein yang dialami seiring bertambahnya usia.
”Hal yang menarik adalah memanipulasi mikrobioma usus bisa menjadi cara untuk memberi efek pada otak tanpa memasukkan apa pun langsung ke otak tersebut,” katanya.