Sebanyak 13 juta sukarelawan akan dikumpulkan untuk ikut bersih-bersih lingkungan di World Cleanup Day, September 2023. Hingga kini, sampah masih jadi salah satu ancaman kelestarian lingkungan.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·4 menit baca
BOGOR, KOMPAS — Ajang bersih-bersih sedunia yang dilakukan setiap minggu ketiga bulan September, World Cleanup Day, akan diselenggarakan lagi di Indonesia. Sebanyak 13 juta sukarelawan dari semua provinsi bakal diajak berpartisipasi. Pelibatan publik diharapkan meningkatkan kesadaran bersama akan pentingnya mengolah sampah dan menjaga lingkungan.
Berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, World Cleanup Day (WCD) di Indonesia bakal dilakukan sepanjang September 2023. Lokasi yang disasar beragam, mulai dari pantai, sungai, hingga area perkotaan.
Leader Nasional WCD Indonesia Andy Bahari mengatakan, untuk menghimpun 13 juta sukarelawan, pihaknya akan bekerja sama dengan pemerintah, perusahaan, penyelenggara pendidikan, hingga lembaga swadaya masyarakat. Menurut dia, masalah sampah mesti diatasi dengan gotong royong.
”Kegiatan ini melibatkan orang sebanyak mungkin. Dengan dilibatkan, mereka (bisa) sadar dan berempati,” katanya di Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Jumat (2/6/2023). ”Kami tahu kegiatan ini bukan solusi (masalah sampah). Namun, ini aksi untuk menjembatani aksi yang lebih besar. Bagaimana kita minta orang memilah sampah jika dia masih buang sampah sembarangan?” tambahnya.
WCD di Indonesia diselenggarakan sejak 2018. Pada 2018-2022, ada 24,6 juta sukarelawan di semua provinsi yang terlibat. Mereka juga mengangkut lebih dari 47.000 ton sampah di periode itu. Sampah dikumpulkan, antara lain, dari hutan, pantai, sungai, dan gorong-gorong kota.
Sebagian sampah bisa dipilah dan diolah. Sebagian lainnya tidak bisa diolah dan terpaksa dibuang ke tempat pembuangan akhir.
”Ada sampah-sampah yang sudah terkontaminasi, apalagi kalau ketemu di air. Sampahnya terbawa arus, tercincang, terpelintir sehingga jadi seperti benang kusut. Berbagai bahan jadi satu: kain, plastik, sampah fashion. Itu sangat susah dipilah. Biaya prosesnya juga sangat mahal,” ucap Andy.
Adapun sampah yang terbuang ke perairan akan menurunkan kualitas air. Hal ini bakal berdampak ke kualitas hidup biota laut, mengancam keanekaragaman hayati, dan memperparah krisis iklim.
Sampah di sungai atau laut juga bisa berakhir di meja makan. Sampah plastik, misalnya, akan terpecah-pecah menjadi plastik mikro yang rawan dimakan biota laut. Sejumlah penelitian telah menunjukkan adanya kandungan plastik mikro di tubuh ikan. Hal ini bisa berpengaruh ke kesehatan manusia yang mengonsumsi ikan.
Menurut data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), timbulan sampah nasional pada 2022 mencapai 68,5 juta ton dengan komposisi terbesar dari sektor rumah tangga, yakni sisa makanan. Dari angka itu, sampah yang terkelola adalah 64,52 persen. Ini berarti masih ada 35,48 persen sampah yang belum terkelola atau bahkan terbuang ke lingkungan.
Dengan WDC, masyarakat diharapkan paham dampak polusi sampah terhadap lingkungan. Mereka juga diharapkan tergugah untuk mengolah sampah sendiri. Hal ini bisa dimulai dengan tidak membuang sampah sembarangan serta memilah sampah berdasarkan jenisnya.
Sampah yang dipilah dan tidak terkontaminasi dapat menjadi bahan baku industri daur ulang berharga tinggi.
Kepala Pusat Pengembangan Generasi Lingkungan Hidup dan Kehutanan KLHK Sinta Saptarina Soemiarno mengatakan, sampah punya potensi ekonomi. Sampah yang dipilah dan tidak terkontaminasi dapat menjadi bahan baku industri daur ulang berharga tinggi.
”Indonesia masih impor bahan baku (industri daur ulang). Bukannya Indonesia tidak ada (bahan baku). Ada, tetapi (sampahnya) menumpuk dan tercampur,” kata Sinta.
Ubah pola pikir
Salah satu tantangan mengatasi masalah sampah adalah menyadarkan masyarakat untuk tidak membuang sampah sembarangan. Tantangan lainnya, mengajak masyarakat memilah sampah dan hidup minim sampah.
Menurut analis kebijakan dalam bidang sampah dan limbahKementerian Koordinasi Bidang Kemaritiman dan Investasi, M Rizal Panrelly, karakter masyarakat yang peduli sampah mesti ditumbuhkan. Hal itu bisa dicapai dengan kerja sama berbagai pihak.
Sinta menambahkan, generasi muda adalah pihak yang bisa membuat gerakan peduli lingkungan. Mereka dipercaya bisa menjadi agen perubahan di masyarakat.
Adapun puluhan generasi muda (hingga orang paruh baya) dari semua provinsi di Indonesia dikumpulkan di Bogor untuk mengikuti peningkatan kapasitas terkait lingkungan. Ada sejumlah lokakarya dan diskusi di kegiatan bernama Leaders Academy ini. Para peserta disebut leaders atau pemimpin WDC di setiap provinsi. Mereka diharapkan membawa bekal ilmu dan pengalaman untuk dibagikan saat kembali ke daerah asal.
”Dalam revolusi mental, yang paling penting adalah aksi nyata,” kata Sekretaris Deputi Bidang Koordinasi Revolusi Mental, Pemajuan Kebudayaan, dan Prestasi Olahraga Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Maman Wijaya. ”Kami mendukung penuh WCD,” tambahnya.