Film Jadi Sarana Belajar Mengenal dan Memahami Keberagaman
Film merupakan sarana yang menyenangkan, banyak diterima masyarakat dan menggambarkan realitas. Dengan melihat berbagai film, banyak masyarakat dapat belajar mengenai perbedaan di seluruh dunia.
Oleh
Atiek Ishlahiyah Al Hamasy
·3 menit baca
ATIEK ISHLAHIYAH AL HAMASY
Diskusi road to Madani International Film Festival 2023 di Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Al-Aqidah Al Hasyimiyyah, Jakarta Timur, Sabtu (27/5/2023).
JAKARTA, KOMPAS — Keberagaman di Indonesia, jika dibiarkan atau tak dikelola dengan baik, dapat berpotensi mengancam persatuan dan kesatuan bangsa. Untuk itu, moderasi beragama dapat menjadi kunci untuk menciptakan kehidupan yang rukun, damai, serta seimbang. Film bisa menjadi media untuk mengenal dan memahami keberagaman tersebut.
Anggota Dewan Madani International Film Festival, Inayah Wulandari Wahid, mengatakan, moderasi beragama sangat diperlukan sebagai solusi banyaknya perbedaan dan sudut pandang. Moderasi beragama merupakan cara pandang, sikap, dan perilaku seseorang yang selalu mengambil posisi di tengah-tengah dan selalu bertindak adil.
”Kalau masyarakat tidak bisa menerima perbedaan, akan kehilangan kekuatan. Apalagi, dunia menuju krisis, tidak ada jalan lain selain kerja sama dan kolaborasi. Salah satu syarat kesuksesan dalam kolaborasi adalah menghargai dan menghormati perbedaan. Jadikan keberagaman sebagai suatu yang biasa saja,” tutur Inayah dalam diskusi road to Madani International Film Festival 2023 di Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Al-Aqidah Al Hasyimiyyah, Jakarta Timur, Sabtu (27/5/2023).
Inayah melanjutkan, seseorang tidak boleh memaksakan dan menyalahkan yang lain jika mereka berbeda. Sebab, setiap orang memiliki gagasan dan pemikiran yang berbeda.
Inayah pun tertarik menyuarakan keberagaman melalui film. Menurut dia, film merupakan sarana yang menyenangkan, banyak diterima masyarakat dan menggambarkan realitas. Dengan melihat berbagai film, banyak masyarakat dapat belajar mengenai perbedaan di seluruh dunia.
ATIEK ISHLAHIYAH AL HAMASY
Suasana diskusi road to Madani International Film Festival 2023 di Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Al-Aqidah Al Hasyimiyyah, Jakarta Timur, Sabtu (27/5/2023).
Ketua Komite Film Dewan Kesenian Jakarta Ekky Imanjaya menyampaikan, festival film madani diadakan untuk menghadirkan narasi berbeda terkait pengalaman hidup Muslim di berbagai belahan dunia. Menurut dia, festival film madani bukan acara keagamaan, melainkan festival perayaan keberagaman umat Islam.
Madani International Film Festival ke-6 akan mengangkat tema ”Buhul” yang dapat diartikan sebagai ikatan, seperti simpul pada sebuah tali. Menurut Ekky, tema ”Buhul” merupakan analogi dari solidaritas yang ingin disampaikan kepada sesama Muslim yang sedang mengalami guncangan.
Literasi sejarah penting bagi anak-anak zaman sekarang.
Ekky pun berharap International Film Festival 2023 dapat menjadi wadah bagi masyarakat untuk memahami kehidupan sehari-hari Muslim di seluruh penjuru dunia. Hal ini menjadi penting untuk menjernihkan pembicaraan di tengah topik intoleransi yang sering terjadi.
Dalam road to Madani International Film Festival, turut diputar serial dokumenter The Quest yang menampilkan Aceh: Bumi Serambi Mekah dan Bali: Becik-becik Menyama Braya. The Quest menelusuri peradaban Islam dan kehidupan masyarakat Muslim Nusantara, yaitu Aceh dan Bali. Film dokumenter tersebut mengeksplorasi sejarah Islam dari awal kemunculannya hingga interpretasi budaya lokal dalam struktur sosial masyarakat sehari-hari.
Wakil Ketua STAI Al-Aqidah Al Hasyimiyyah Ilyas Ichsani mengatakan, literasi sejarah penting bagi anak-anak zaman sekarang. Faktor penting dalam literasi sejarah ialah menjadikan seseorang menjadi bijaksana, mengetahui perjalanan tentang kemanusiaan dalam segala aspek, dan mempelajari hikmah terhadap apa yang telah terjadi di masa lalu.
RIVALDO ARNOLD BELEKUBUN UNTUK KOMPAS
Pemutaran cuplikan film The Perfect Candidate (2019) dalam acara konferensi pers Madani International Film Festival 2022 di Teater Wahyu Sihombing, Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat, Rabu (5/10/2022).
Namun, sejarah sering dianggap sebagai hal yang membosankan dan tidak menarik. Oleh sebab itu, film dapat menjadi sebuah alat pendongkrak dengan memasukkan unsur visualisasi yang bagus.
”Saat ini, masyarakat memerlukan sifat toleran dan tenggang rasa terhadap perbedaan serta kemajemukan di masyarakat. Sifat toleransi harus ditanamkan sejak dini agar seseorang dapat menerima dan memahami perbedaan yang ada,” kata Ilyas.