Lulusan luar negeri dianggap sebagai sumber daya manusia yang potensial untuk pengembangan kualitas SDM Indonesia. Namun, tidak semuanya mendapat kesempatan berkontribusi.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·4 menit baca
KOMPAS/ANTONY LEE
Dua mahasiswa asal Indonesia membuka situs jejaring sosial yang mencantumkan lambang partai peserta pemilihan umum yang akan bertarung pada 9 April 2014 di depan Pantheon, Roma, Italia, Kamis (9/1/2014). Partisipasi pemilih di luar negeri dalam pemilihan legislatif tahun 2009 lalu hanya sekitar 22 persen, jauh di bawah total partisipasi nasional sekitar 70,9 persen.
JAKARTA, KOMPAS — Pelajar Indonesia lulusan luar negeri membawa pulang ilmu dan pengalaman yang bisa memperkaya upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia. Namun, sebagian lulusan terkendala untuk berkontribusi ke Indonesia. Wadah untuk menghimpun potensi dan identifikasi masalah mereka pun dibutuhkan.
Hal tersebut mengemuka pada Konferensi Alumni Luar Negeri di Jakarta, Kamis (25/5/2023). Konferensi ini merupakan salah satu rangkaian acara Alumni Connect yang diinisiasi Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Dunia 2023. Konferensi menghimpun sekitar seratus alumnus yang pernah belajar di kawasan Amerika-Eropa, Asia-Oseania, dan Timur Tengah-Afrika.
Salah satu isu yang dibicarakan selama konferensi adalah kualitas sumber daya manusia (SDM). Menurut Koordinator PPI Dunia Achyar Alrasyid, lulusan luar negeri dapat mengungkit kualitas SDM Indonesia agar berdaya saing global.
”Pelajar-pelajar Indonesia di luar negeri punya pengalaman hidup di negara selain Indonesia. Kedua, (mereka mampu) berbahasa asing. Ketiga, (para alumnus memahami) budaya kerja, budaya berpikir, serta budaya berkemajuan. Itu yang dibutuhkan bangsa kita. Alumni luar negeri harus bergotong royong untuk mengungkit SDM di seluruh sektor,” tutur Achyar.
KOMPAS/SEKAR GANDHAWANGI
Sekretaris Jenderal Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Dunia Zafran Akhmadery Arif (kiri), Koordinator PPI Dunia Achyar Alrasyid (tengah), dan Ketua Panitia Alumni Connect PPI Dunia 2023 sekaligus Wakil Koordinator PPI Dunia Hamzah Assuudy Lubis di Jakarta, Kamis (25/5/2023).
Menurut Ketua Jaringan Alumni Luar Negeri Achmad Adhitya, lulusan luar negeri tidak hanya membawa pulang ilmu pengetahuan. Mereka juga belajar budaya negara lain yang dapat diadaptasi di Indonesia, misalnya budaya mengantre dan disiplin dalam bekerja.
Saat kuliah di Jerman dan Belanda, Achmad juga menjadi terbiasa mendiskusikan isu-isu sensitif dengan kepala dingin. Keterampilan ini penting agar kedua pihak dapat saling memahami, bahkan belajar dari satu sama lain. Mengingat kemajemukan bangsa Indonesia, keterampilan ini dapat jadi modal penting untuk menjaga keutuhan bangsa.
”Kita terbiasa mendiskusikan hal-hal paling sensitif secara terbuka, saling mengkritik, saling memberi pendapat yang berbeda tanpa terasa emosional dan tanpa saling membenci,” ucap Achmad.
Walau dipandang sebagai SDM potensial, tidak semua lulusan luar negeri dapat langsung mengaplikasikan ilmunya ketika kembali ke Tanah Air. Sebagian dari mereka kesulitan mendapat pekerjaan.
Menurut Dian Monalisa dari Ikatan Alumni Prancis Indonesia (IAPI), banyak lulusan luar negeri yang tersebar di pelosok Indonesia yang belum mendapat pekerjaan. Walau demikian, mereka tetap memiliki semangat untuk membangun negeri. Sebagian dari mereka akhirnya berkontribusi ke masyarakat dengan menjadi sukarelawan atau mendirikan yayasan.
Ia menambahkan, secara garis besar, sulitnya menyetarakan ijazah luar negeri dengan Indonesia menghambat para lulusan luar negeri untuk mendapat pekerjaan. Salah satu alasannya karena sistem pendidikan luar negeri dengan Indonesia berbeda. ”Banyak yang tidak diakui. Misalnya, S-1 di sana (luar negeri), tapi di sini terakui sebagai D-3,” ucapnya.
KOMPAS/IWAN SETIYAWAN (SET)
Mahasiswa yang tergabung dalam Unit Kegiatan Mahasiswa MPF I-Fotografi Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka belajar tentang foto jurnalistik di Redaksi Harian Kompas di Jakarta, Kamis (2/3/2023). Dalam kunjungan tersebut mereka belajar tentang proses pembuatan foto jurnalistik hingga publikasinya di media.
Proses penyetaraan ijazah pun memakan waktu yang tak sebentar. Menurut pengalaman pribadi Dian, ia perlu 8-9 bulan untuk menyetarakan ijazah di Indonesia setelah lulus di bidang inovasi, kreasi, dan kewirausahaan di Perancis. Ia pun ditanyai banyak hal dan mesti berkirim surat elektronik dengan pihak kampus setelah lulus.
”Kebetulan ijazah di sana beda banget dengan di Indonesia. Ijazah saya seperti fotokopi, tidak ada warna sama sekali. Saya diminta untuk scan ijazah asli (saat penyetaraan ijazah di Indonesia),” kata Dian.
Proses penyetaraan ijazah pun memakan waktu yang tak sebentar.
Di bidang kesehatan, pemerintah berupaya memfasilitasi lulusan luar negeri agar dapat praktik di Indonesia. Dokter lulusan luar negeri akan ditempatkan di daerah dan diharapkan dapat mengisi penyebaran tenaga kesehatan yang tidak merata di Indonesia.
Sebelum ditempatkan di daerah, dokter lulusan luar negeri mesti mengikuti program adaptasi yang diselenggarakan pemerintah. Setelah mengurus dokumen administrasi, dokter akan diwawancara dan diminta ikut tes kompetensi. Jika dinyatakan lulus, dokter akan ditempatkan di fasilitas pelayanan kesehatan di daerah selama dua tahun (Kompas.id, 23/5/2023).
Isu lain yang dibahas pada Konferensi Alumni Luar Negeri adalah pentingnya mengumpulkan para lulusan luar negeri di dalam satu wadah. Menurut Sekretaris Jenderal PPI Dunia Zafran Akhmadery Arif, ada terlalu banyak ikatan alumni luar negeri saat ini. Wadah terpadu dibutuhkan agar koordinasi dan kolaborasi dengan semua alumni mudah dilakukan. Wadah yang belum terbentuk ini juga diharapkan dapat menyusun gagasan hingga rekomendasi kebijakan untuk pemerintah ke depan.
”Indonesia butuh banyak sekali SDM, knowledge, dan pengalaman yang sudah banyak dijalankan negara-negara yang lebih maju dari Indonesia. Para diaspora yang tersebar di negara luar Indonesia, negara yang lebih maju dari kita, itulah yang bisa membantu kita membangun negara ke depan,” kata Menteri Pemuda dan Olahraga Ario Bimo Nandito Ariotedjo.
KOMPAS/SEKAR GANDHAWANGI
Menteri Pemuda dan Olahraga Ario Bimo Nandito Ariotedjo di Jakarta, Kamis (25/5/2023).