Membangkitkan Kembali Kebajikan Sosok Guru
Guru dituntut untuk terus beradaptasi dengan perubahan dari kebijakan pemerintah hingga perubahan dunia. Pelatihan guru pun harus holistik yang mendukung profesionalisme dan semangat kepemimpinan.

Guru di SDN 4 Akar-Akar, Kecamatan Bayan, Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat, Rabu (17/5/2023), mendampingi para siswa membaca buku cerita bersama seusai pembelajaran.
Guncangan pada dunia pendidikan di Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat, yang beruntun membuat para guru berjibaku untuk memulihkan pendidikan. Banyak sekolah yang roboh dan peserta didik yang trauma karena gempa bumi tahun 2018. Dua tahun kemudian, sekolah tutup dan anak-anak belajar dari rumah bersamaan datangnya pandemi Covid-19.
Asa para guru sempat meredup. Bekal yang diberikan dari pemerintah lewat pendidikan dan pelatihan (diklat), jika pun ada, terbatas dan tak merata diberikan kepada semua guru. Namun, yang melelahkan, para guru selalu saja dipacu dengan diklat teknis rutinitas dan administratif yang hanya berubah nama atau program karena pergantian pemerintahan di pusat ataupun daerah.
Tidak heran, ketika pelatihan kepemimpinan transformasional bagi para pendidik ditawarkan secara gratis oleh Indonesia Overseas Alumni (IOA) dan Masyarakat Pendidikan Sejati (MPS) pada 2020 dengan nama program Lombok Bangkit, para guru merasa skeptis. Di benak mereka, pelatihan guru membosankan dan tak berkesan. Pelatihan tetap dijalani karena sudah dipanggil dinas pendidikan dan ada uang saku/transpor yang diberikan.
Mereka penasaran dan tak sabar mendapat giliran karena ingin juga merasakan perubahan yang terlihat dari guru-guru dan sekolah yang sudah mendapatkannya terlebih dahulu.
Namun, almarhum Gede Raka, Guru Besar Institut Teknologi Bandung selaku Ketua dan pendiri MPS, mampu mengubah sikap pesimistis para guru di Lombok Utara. Seperti halnya di Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur, dan Wonosobo, Jawa Tengah, pelatihan yang dilakukan jauh dari hal-hal teknis dan administratif. Pelatihan justru mendorong guru mau mengeluarkan kebajikan dan potensi dalam dirinya.
Menjadi pemimpin
Tak terasa, pelatihan kepemimpinan transformasional bagi para pendidik di Lombok utara memasuki batch ke-21. Sebanyak 30 guru SD mulai Senin (15/5/2023) hingga Rabu menjalani pelatihan kepemimpinan di Hotel Mina Tanjung.
Bisik-bisik soal pelatihan guru yang ”berbeda” sudah menyebar di banyak sekolah hampir tiga tahun terakhir. Hingga pesan tidak ada honor alias uang transpor dari penyelenggara pun diketahui para guru. Namun, mereka penasaran dan tak sabar mendapat giliran karena ingin juga merasakan perubahan yang terlihat dari guru-guru dan sekolah yang sudah mendapatkannya terlebih dahulu.
Sejak pukul 07.30, para guru sudah berdatangan, tanpa boleh terlambat. Di hari pertama, para guru diajak bermain-main di luar ruangan dengan kegiatan menantang yang butuh kemampuan memecahkan masalah, mau berubah, mampu memimpin dan dipimpin, serta berkolaborasi.

Sejumlah fasilitator dari pengawas, kepala sekolah, hingga guru dari Kabupaten Lombok Utara yang berjumlah 16 orang, yang dilatih langsung oleh almarhum Gede Raka, memfasilitasi para guru. Di sesi Rabu siang itu, seorang fasilitator melemparkan beberapa tali tambang putih membentuk beberapa lingkaran besar hingga kecil menyerupai pulau di atas rumput. Para guru harus berada di lingkaran dengan kedua kaki mereka.
Tantangan dibuat makin sulit saat hanya ada satu pulau berukuran kecil. Suasana pun menjadi kacau, masing-masing mencoba untuk berhasil. Banyak guru yang terjatuh di tanah dan saling tindih.
Beberapa guru kemudian berinisiatif untuk mengarahkan cara yang memungkinkan semua guru berada dalam lingkaran kecil. Akhirnya, para guru sepakat untuk bersama-sama berhasil, ada sebagian kecil guru yang berdiri di tengah dengan kedua kaki mereka, lalu guru lain duduk melingkar di atas rumput dengan kedua kaki masuk ke dalam lingkaran.
Baca juga: Intervensi Pendidikan Belum Berfokus pada Peningkatan Mutu Guru
Tantangan yang kian sulit kembali dihadapi para guru lewat permainan karpet ajaib. Sebuah karpet biru persegi empat berukuran 1,5 m x 1,5 m dibentangkan di atas rumput. Semua guru harus berada di atas karpet, lalu harus membalikkan karpet dengan kondisi rapi, tanpa boleh ada seorang pun yang keluar kakinya dari karpet atau menyentuh rumput. Meskipun lama dan butuh usaha keras, karpet berhasil dibalikkan.
”Awalnya saya merasa mustahil untuk bisa membalikkan karpet, tapi ternyata bisa meski sulit. Saya jadi belajar bahwa untuk berubah awalnya sulit, tapi bisa. Harus ada kepemimpinan dari diri sendiri untuk mau berubah,” kata seorang guru.

Para guru SD di Kabupaten Lombok Utara diajak bangkit untuk memulihkan pendidikan dari ketertinggalan karena bencana ataupun akibat kualitas guru yang masih rendah. Program pelatihan kepemimpinan transformasional yang digelar Indonesian Overseas Alumni (IOA) hingga Senin (15/5/202) sudah memasuki pelatihan ke-21 untuk menyasar sekitar 1.500 guru yang mampu menggerakkan perubahan mulai dari diri sendiri.
Selama tiga hari pelatihan itu tidak ada waktu bagi guru berdiam diri. Saat pulang ke rumah, guru diminta untuk menuliskan refleksinya. Setiap orang harus aktif mencurahkan hasil refleksi dan pendapatnya. Para fasilitator menyampaikan ciri-ciri sosok guru transformasional lewat diskusi, analisis kasus, hingga yang mengharukan, yaitu lewat pemutaran film inspiratif.
Banyak guru yang mengira karena ada kepemimpinan, pelatihan ini hanya cocok untuk kepala sekolah. Ketika menjalani sendiri, akhirnya para guru sadar bahwa mereka adalah pemimpin pembelajaran.
Mereka disadarkan akan kebajikan dan potensi baik di dalam dirinya yang bisa dipupuk, kemudian diberikan kepada para siswa. Guru didorong tumbuh sebagai pendidik yang siap menjadi teladan dan mencintai siswa.
Baca juga: Guru Penggerak Jangan Hanya Incar Jabatan Kepala Sekolah
Zubaedah, guru TK Negeri Pembina, Kecamatan Tanjung, sebagai salah satu fasilitator, mengisahkan banyak kesan positif dari para guru yang mengikuti pelatihan. Sering kali, banjir air mata terjadi dalam sesi pelatihan karena para guru tersadarkan selama ini menjalankan tugas sekadar rutinitas dan kehilangan tujuan.
Ada kepala sekolah dan guru yang menganggap biasa saja datang terlambat ke sekolah, lalu berkomitmen untuk datang lebih pagi agar menjadi teladan bagi siswa. Jika guru sekadar mengajarkan materi, kini guru membuka hatinya untuk berinteraksi secara cair dengan siswa, mengenal setiap siswa, dan sabar saat mengajar.
Guru kebingungan saat mau berubah, butuh bertanya dan berdiskusi tentang langkah yang harus dilakukan.
Bahkan, banyak guru yang mulai belajar mengapresiasi hal-hal baik yang dilakukan siswa, tak melulu karena nilai tinggi. Guru pun mulai ingin meningkatkan kreativitas pembelajaran untuk membantu siswa berkembang sesuai potensinya. Guru pun mulai percaya diri untuk mengikuti perubahan.
”Guru yang tadinya mau ikut pelatihan karena honor, kini menunggu kapan giliran ikut pelatihan kepemimpinan transformasional. Mungkin terlihat kecil. Tapi, kami yakini ini dapat menggerakkan perubahan juga dalam kualitas pendidikan di Lombok Utara yang masih tertinggal,” kata Zubaidah yang juga dosen di Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Kependidikan (STKIP) Hamzar Lombok Utara.
Kepala SD Negeri 2 Sesait, Agussalim, menuturkan, banyak guru yang hatinya tersentuh dan tersadar selama ini belum menjadi sosok pendidik yang baik bagi para siswa. Akhirnya, banyak guru yang tertarik dan tidak sabar menunggu kesempatan untuk mendapat pelatihan.
”Bagi kami, program seperti ini luar biasa, membantu para guru untuk mau berubah dan memberikan ruang bagi siswa,” ujar Agus.
Kepala SD Negeri 3 Sokong I Gusti Ngurah Prayoga Cendana Putra mengatakan akan terus membantu nyala api para guru yang sudah mengikuti pelatihan. ”Guru kebingungan saat mau berubah, butuh bertanya dan berdiskusi tentang langkah yang harus dilakukan. Kami akan mendukung lewat grup Whatsapp agar komunitas guru yang mau berubah semakin kuat,” ujar Prayoga yang sekolahnya menjadi sekolah penggerak.

Suasana pembelajaran di SD Negeri 5 Akar-Akar, Kecamatan Bayan, Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat, Rabu (17/5/2023).
Dampak dari para guru yang menyadari potensi dan kebajikannya sebagai guru mulai terlihat di banyak sekolah di Lombok Utara. Para guru di SDN 5 Akar-Akar di Dusun Dasan Gelumpang, Kecamatan Bayan, mulai bersemangat untuk membantu para siswa lancar membaca, menulis, dan menghitung. Siswa yang tinggal dalam lingkungan komunitas adat suku Sasak Bayan butuh dukungan untuk pembelajaran literasi dan numerasi yang sesuai dengan konteks masyarakat adat.
Setelah pelatihan kepemimpian tranformasional, sekolah-sekolah di Kecamatan Bayan mendapat pelatihan literasi kontekstual, kerja sama IOA dan Sokola Institute. Perubahan yang menggembirankan ditunjukkan SDN 4 Akar-Akar yang mulai menggeliatkan adanya pojok baca di setiap ruang kelas. Kegiatan membaca buku cerita rutin dilakukan sebelum dan sesudah memulai pelajaran sehingga membuat antusias para siswa.
Bupati Lombok Utara Djohan Sjamsu serta Kepala Dinas Pendidikan, Kebudayaan, Pemuda, dan Olahraga, Kabupaten Lombok Utara, Adenan mendukung program Lombok Bangkit dengan menggerakkan para guru untuk memimpin perubahan di kelas-kelas dan sekolah. Apalagi, pelatihan para guru ini mendapatkan dukungan dari masyarakat yang pernah kerja dan kuliah di luar negeri yang tergabung di IOA, yang peduli pada kemajuan pendidikan di negerinya.
Baca juga: Nadiem Makarim: Kompetensi dan Kualitas Guru Harus Terjamin
Wakil Ketua Umum Bidang Pendidikan IOA Ivonne Purnama Chandra mengatakan, IOA berkomitmen untuk mendukung pelatihan 1.500 guru dan kepala sekolah di Lombok Utara. Penggalangan dana salah satunya dihasilkan dari komunitas pesepeda Green Fly Cycling lewat program Lombok Charity Ride pada Maret 2023. Para pegowes ini bersepeda sejauh 1.500 kilometer dari Jakarta ke Lombok Utara untuk mendukung keberlanjutan pelatihan sebanyak 1.500 guru SD dengan menghimpun dana lebih dari Rp 1 miliar.
”Kami melihat pendidikan penting untuk dibantu. Kami memilih untuk membantu para guru, terutama di SD, agar mampu meningkatkan kualitas pendidikan. Karena itu, pelatihan yang menguatkan transformasi kepemimpinan guru dapat mendorong para guru berubah dari cara pikir lama sehingga dapat memajukan pendidikan. Kami senang kini pelatihan sudah bisa dilakukan para fasilitator daerah,” ujar Ivonne.

Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim
Secara terpisah, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim mengatakan, transformasi pendidikan membutuhkan peran para guru. Selama ini sulit bagi guru mendapatkan pengembangan profesionalitas berkelanjutan karena terbatas dan terkendala beban administrasi. Karena itu, Kemendikbudristek memanfaatkan platform terknologi digital untuk pelaporan administrasi dan pembelajaran guru.
Ada platform Merdeka Mengajar yang menjadi wadah guru untuk belajar, berbagi, dan berkomunitas, tanpa harus antre atau menunggu giliran dari pemda. Mereka bisa meningkatkan kapasitas diri secara mandiri sesuai dengan kebutuhan dan kondisi. Komunitas guru pun didukung untuk tumbuh dimulai dari sekolah dan daerah sehingga para guru bisa saling belajar dan berbagi untuk memberikan layanan pendidikan terbaik bagi peserta didik.
Artikel ini telah mengalami revisi tanpa mengubah substansi.