Perempuan Tak Lagi Sekadar ”Kasur, Dapur, dan Sumur”
Peran perempuan kini progresif, tidak sekadar kasur, dapur, dan sumur belaka. Perempuan petani di sebagian kabupaten di Jawa Barat, misalnya, kini punya peran dalam gerakan reforma agraria.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·5 menit baca
Beberapa tahun yang lalu, petani di Kabupaten Ciamis, Garut, Tasikmalaya, dan Pangandaran, Jawa Barat, mulai mengakui keberadaan perempuan yang setara dengan laki-laki. Hal ini membuka ruang bagi perempuan untuk berorganisasi, belajar, hingga menerima hak atas tanah.
Dahulu, perempuan tidak selalu punya tempat di forum musyawarah masyarakat. Ruang diskusi dan organisasi tani lokal didominasi laki-laki. Kehadiran perempuan di forum itu belum dianggap signifikan. Mereka akhirnya memilih duduk di belakang tanpa berpartisipasi secara bermakna.
Kondisi perlahan berubah saat isu kesetaraan jender dibicarakan di organisasi tani yang tergabung di Serikat Petani Pasundan (SPP). Anggota SPP adalah petani-petani di Kabupaten Ciamis, Garut, Tasikmalaya, dan Pangandaran. Isu kesetaraan jender dibicarakan sekitar tahun 2016 atau setelah musyawarah nasional Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA). Adapun SPP merupakan organisasi binaan KPA.
Isu kesetaraan jender tidak langsung bisa diterima masyarakat. Budaya patriarki masih kental. Ajaran agama juga turut menentukan peran setiap jender.
Butuh waktu bertahun-tahun sampai akhirnya ruang aktualisasi bagi perempuan terbuka. Deputi Hukum SPP Erni Kartini mengatakan, sertifikat masyarakat atas tanah pun kini dibagi atas nama suami dan istri. Jika ada anak, sertifikat akan dibagi tiga untuk bapak, ibu, dan anak.
”Kalau amit-amit cerai, perempuan tidak akan kehilangan haknya atas tanah,” katanya di saat diskusi antarpetani di Desa Banjaranyar, Kecamatan Banjaranyar, Kabupaten Ciamis, Sabtu (6/5/2023).
Diskusi ini juga mencerminkan dinamika sosial setelah kesetaraan jender dibicarakan. Diskusi tentang reforma agraria ini diikuti para petani anggota SPP dari empat kabupaten. Laki-laki, perempuan, orang tua, hingga orang muda saling berbaur dan duduk sejajar. Kesempatan ini digunakan untuk bicara pentingnya pendidikan reforma agraria bagi perempuan.
Kalau amit-amit cerai, perempuan tidak akan kehilangan haknya atas tanah.
ARAS
Pada akhir Desember 2022, sebanyak 54 perempuan anggota SPP lolos seleksi untuk mengikuti Akademi Reforma Agraria Sejati (ARAS) yang berlangsung beberapa hari. ARAS adalah program pendidikan untuk menyiapkan para petani perempuan menjadi kader reforma agraria.
Mereka diajari, antara lain, tentang hukum reforma agraria, hak masyarakat atas sumber agraria, dan pentingnya mempertahankan hak atas tanah. Kepercayaan diri mereka juga dibentuk di sini. Para peserta rencananya akan disebar ke sejumlah provinsi untuk membantu organisasi tani yang mengalami krisis kader reforma agraria.
Menurut petani dari Ciamis dan juga alumnus ARAS, Indah Permatasari (24), pendidikan telah memberdayakan dirinya. Dulu, ia ikut gerakan perjuangan reforma agraria tanpa paham alasan dan tujuan di baliknya. Dengan ikut organisasi tani dan ARAS, ia menjadi semakin paham pentingnya reforma agraria.
Reforma agraria diatur di Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria. Tujuan reforma agraria adalah mengurangi ketimpangan penguasaan dan kepemilikan tanah. Dengan ini, diharapkan keadilan tercipta, sengketa dan konflik agraria tertangani, serta kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat berbasis agraria meningkat.
Sebelumnya, tidak semua petani punya sertifikat atas lahannya. Hal ini kerap menimbulkan konflik agraria. Para petani rentan dianggap perambah dan dikriminalisasi. Sementara berkonflik, akses terhadap layanan pendidikan, kesehatan, hingga pembangunan bagi masyarakat jadi sulit.
Masyarakat pun memperjuangkan haknya atas tanah dan sumber agraria. Pemerintah lantas membagikan sertifikat tanah kepada masyarakat. Pada September 2021, misalnya, Presiden Joko Widodo memberikan 124.120 sertifikat tanah hasil redistribusi dan penyelesaian konflik agraria di 26 provinsi dan 127 kabupaten/kota.
”Dulu, kawasan tanah yang bisa digarap sangat terbatas. Kami petani-petani miskin tidak bisa bertahan,” ucap Indah.
”Waktu itu kami tidak sadar kenapa harus berjuang (atas hak agraria). Jika tidak belajar, kami pasti tidak akan maju-maju. Saya sendiri pasti tidak tertarik memperjuangkan tanah yang harus dimiliki (jika tidak belajar). Tapi, bagaimana kami bisa jadi petani kalau tanah saja kami tak punya?” tambahnya.
Ia menambahkan, kesadaran akan pentingnya reforma agraria bisa ditumbuhkan lewat pendidikan. Indah pun berencana memperluas wawasan tentang isu ini, kemudian menjadikan dirinya agen perubahan di desanya.
Petani dari Ciamis dan juga alumnus ARAS, Siti Suryani (32), mengatakan, perempuan yang hendak mengenyam ilmu biasanya terhambat izin keluarga. Perempuan yang bepergian dan kerap tak ada di rumah juga rawan diberi stigma negatif. Walau demikian, semangatnya untuk belajar reforma agraria dan membuat perubahan tetap menggebu.
”Mimpi besar kami adalah mengenyam pendidikan untuk menyejahterakan serta membimbing anak kami,” kata Siti.
Menurut Sekretaris Jenderal KPA Dewi Kartika, ARAS tidak akan berhenti di pendidikan dan pelatihan. ARAS akan dikembangkan sebagai institut pendidikan yang dibangun secara swadaya oleh petani Ciamis, Garut, Tasikmalaya, dan Pangandaran. Institut yang dinamai ARAS Siti Halimah itu akan dibangun di Kabupaten Ciamis.
Program ARAS pada 2022 dan pembangunan ARAS Siti Halimah menggunakan Dana Nusantara yang diperoleh dari sejumlah donor internasional. Dana ini diinisiasi KPA, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), dan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN).
Dana akan diberikan secara langsung kepada masyarakat adat atau komunitas lokal yang menjadi garda depan penjaga alam. Dana diberikan setelah proposal dari masyarakat disetujui. Dana ini dapat digunakan, antara lain, untuk rehabilitasi dan restorasi lahan, serta pembentukan pusat pendidikan rakyat. Saat diuji coba sejak Desember 2022, setiap masyarakat atau komunitas menerima dana tak lebih dari Rp 50 juta.
”Sebagian dana digunakan untuk ARAS, lalu sisa dananya dimasukkan ke koperasi warga untuk membangun ARAS Siti Halimah. Prinsipnya, Dana Nusantara adalah sistem pendukung agar tidak menghilangkan modal sosial masyarakat yang sudah ada,” ucap Dewi.