Peneliti BRIN Paparkan Mitigasi Risiko PLTN Baru dengan Pendekatan Probabilitas
Riset dengan metode kualitatif probabilitas ditawarkan untuk memperkirakan risiko-risiko sebagai mitigasi keselamatan kerja di PLTN baru.
Oleh
NASRUN KATINGKA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Risiko keselamatan kerja di pembangkit listrik tenaga nuklir atau PLTN dinilai masih ada meskipun teknologi yang digunakan semakin mutakhir. Selama ini evaluasi keselamatan kerja di reaktor PLTN berdasarkan analisis data kuantitatif kegagalan sebelumnya. Namun, masalah muncul bagi PLTN baru yang belum memiliki data kegagalan. Riset dengan metode kualitatif probabilitas ditawarkan untuk memperkirakan risiko-risiko di PLTN baru tersebut.
Hal ini menjadi paparan penelitian dari Julwan Hendry Purba, profesor riset yang baru dikukuhkan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Rabu (17/5/2023). Selain Julwan, BRIN juga mengukuhkan dua profesor riset lainnya, Wawan Sujarwo, pada bidang etnobotani dan Ence Oos Mukhamad Anwas pada bidang teknologi pendidikan. Pengukuhan tersebut membuat mereka menjadi profesor riset ke-654, 655, dan 656 di Indonesia.
”Untuk dapat memperkirakan besarnya peluang terjadinya kecelakaan dan tingkat risiko dari pengoperasian PLTN, perlu dilakukan analisis keselamatan probabilistik,” kata Julwan saat ditemui seusai pengukuhan dirinya sebagai Profesor Riset Bidang Teknologi Keselamatan Reaktor BRIN, di Jakarta, Rabu.
Akan ada ketidakpastian hasil karena komponen pada tiap reaktor belum tentu sama sehingga mitigasi keselamatan kerjanya bisa berbeda.
Dalam paparannya, Julwan menyebut, berdasarkan data Badan Energi Atom Internasional (IAEA), pada 2021 ada 442 PLTN komersial di 33 negara. Mayoritas negara-negara di dunia telah menggunakan teknologi mutakhir. Pemutakhiran sistem keamanan terus dilakukan sejak PLTN generasi pertama 1950 hingga generasi ketiga pada tahun 2010-an. Saat ini bahkan tengah dikembangkan generasi keempat. Namun, evaluasi perlu terus dilakukan untuk menjangkau keselamatan kerja di PLTN baru.
Julwan menjelaskan, selama ini evaluasi keselamatan kerja di PLTN berdasarkan data kuantitatif dengan analisis kegagalan dan kejadian. Keduanya dilakukan dengan mengandalkan ketersediaan data komponen kegagalan dan urutan kejadian yang diolah pakar pengelola PLTN. Adapun untuk reaktor baru, pakar PLTN menggunakan data generik dari reaktor lain.
”Ini yang menjadi kendala bagi PLTN yang masih tahap desain atau belum dioperasikan. Akan ada ketidakpastian hasil karena komponen pada tiap reaktor belum tentu sama sehingga mitigasi keselamatan kerjanya bisa berbeda,” ujar Julwan.
Dengan demikian, menurut Julwan, saat ini penting untuk mendorong upaya lain, dengan pendekatan analisis kualitatif berbasis probabilitas fuzzy sebagai metode pelengkap. Metode ini menggunakan pendekatan kualitatif mengacu pada skala angka yang akan terkonversi menjadi data kuantitatif.
Kerangka kerja metode fuzzy tersebut dilakukan dengan analisis probabilitas kegagalan, probabilitas kritikalitas, dan probabilitas kejadian, dengan bantuan pengolahan angka menggunakan perangkat lunak. Penggunaan tiga unit analisis tersebut akan menghasilkan karakteristik dan prakiraan-prakiraan dengan skala angka sehingga bisa dikonversi menjadi data kuantitatif.
”Pakar akan mengarakterisasi prakiraan-prakiraan tersebut sehingga menghasilkan value possibility (kemungkinan nilai). Dalam metode ini memanfaatkan keilmuan, pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki oleh pakar,” kata Julwan.
Hal ini juga dianggap penting, apalagi ada indikasi pemerintah Indonesia berniat menerapkan PLTN dalam upaya mengejar emisi nol bersih (NZE) 2060. ”Sehingga ini bermanfaat untuk diaplikasikan pada PLTN yang masih dalam tahap desain atau yang belum beroperasi. Indonesia sendiri punya rencana alternatif untuk itu (pembangunan PLTN),” ucap Julwan.
Sementara itu, Kepala BRIN Laksana Tri Handoko mengungkapkan, dikukuhkannya tiga profesor riset yang baru menjadi langkah kaderisasi peneliti nasional yang menghasilkan karya-karya penelitian yang berkualitas Internasional.
”Tentunya dapat menjadi teladan, inspirasi, dan motivasi bagi periset lainnya untuk dapat menghasilkan hasil penelitian yang berkualitas untuk terus dikembangkan guna mendukung pembangunan berkelanjutan,” ujar Handoko.
Saat acara pengukuhan, dua profesor riset juga memaparkan hasil penelitian. Wawan Sujarwo (bidang etnobotani) memaparkan penelitiannya mengenai kekinian etnobotani Indonesia. Paparan tersebut mencakup peran, potensi, tantangan, dan peluang dalam mendukung pemanfaatan sumber daya tumbuhan secara berkelanjutan.
Wawan meyakini, peran etnobotani Indonesia akan mendukung pemanfaatan dan pengembangan sumber daya tumbuhan dalam bidang bioprospeksi atau pemanfaatan sumber daya genetik untuk menghasilkan produk bernilai. Pemanfaatan tersebut mencakup kesehatan, pangan fungsional, energi terbarukan, teknologi tepat guna dan lingkungan, serta kegunaan lainnya untuk kemajuan riset dan inovasi di bidang bioprospeksi menuju Indonesia Emas 2045.
Adapun Ence Oos Mukhamad Anwas (bidang teknologi pendidikan) memaparkan tentang pembudayaan teknologi informasi dan komunikasi dalam pendidikan. Ence membahas peluang dan tantangan membudayakan TIK untuk pendidikan menjadi bahan kajian, penelitian, dan pengembangan yang sangat penting.
Pembudayaan tersebut dilakukan melibatkan berbagai aspek, mulai dari kebijakan, infrastruktur, konten, dan kesiapan sumber daya manusia. Adapun strategi pembudayaan dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan serta melibatkan semua pemangku kepentingan sesuai dengan perannya masing-masing.
”Pesatnya teknologi saat ini menjadi tantangan sekaligus peluang. Kalau kita bisa memanfaatkannya akan bermuara pada pendidikan bermutu, termasuk terciptanya keluarga yang sejahtera,” kata Ence.